Dibibir senja rintihanku terenggut
Memandang abu langitmu
Temaram berbingkai rerepih rintih
Gerimis yang menetes lirih

Bulir hujan berarak turun
Menghujam tanah perawan
Merengkuh lipatan kenangan
Diambang kembara waktu

Aku terseok direnjana ragu
Terjerembab dalam kubangan pilu
Tertimbun gelegak kelu
Ngelangut rindu yang menderu

Wow, elok nian langit yang berbando pelangi
Tapi sayang sekali
Dirimu yang kucintai tak ada disini
Untuk kucium dan berbagi mimpi


-Jakarta,24 November 2010-

Gambar dipinjam dari yahooimage


Kadangkala dibutuhkan luruh untuk menjadi bentuk
Biasanya diperlukan lantak agar bisa mendengar detak
Tak jarang dipaksakan luluh supaya bersimpuh
Seringnya diciptakan kehilangan untuk bisa menemukan keikhlasan

-Nemu di buku coretan, lupa nyantumin kapan nulis ini-

gambar dipinjam dari bigfoto


Pagi ini aku terperangkap diujung hatimu

Tak kubiarkan resah menyergap
Selalu kubawa lentera mimpi
Dan secangkir asa
Menemani rindu yang kian membiru

Kukemas embun dalam botol gulana
Kulipat senja di amplop gelisah
Kukecup tengkuk hujan yang resah
Berharap jingga mengijinkanku
Untuk memelukmu dalam bisu

Sengaja kubunyikan lonceng kerinduan
Dibilik hati yang tersudut ngilu
Sebagai tanda agar kau tak tersesat
Ketika ingin kembali padaku
Ditiap patahan waktu

-Jakarta, 23 november 2010-

Gambar dipinjam dari bigfoto


Ngger, Bapakmu sedang menanak pasir merebus batu diperiuk yang sudah berkarat itu. Bernyanyilah walaupun perutmu terlebih dulu telah bersenandung merdu. Tipu saja dengan segelas air bening. Jangan pernah mengemis. Meskipun berkalang miskin, kita harus tetap punya harga yang tinggi, jangan mudah dibeli apalagi menjual diri
 
Ngger, Mbokmu mengadu asa di negeri tetangga ketika rupiah tak lagi ramah dan para penguasa semakin serakah. Mbokmu meregang nyawa dipenghujung usia mempertahankan martabat keluarga yang tak lagi dipandang berharga oleh Negara, bahkan menjadi daya jual sebuah kotak berwarna yang menayangkan foto yang tak lagi bernyawa hanya untuk mengejar sebuah kata : Juara.

Ngger, bersyukurlah karena masih punya si Mbah. Banyak seusiamu yang berpisah dengan keluarga karena bencana. Mereka tak lagi ceria tertutup oleh warta dari Penyair yang mengumbar janji dan puisi yang kosong dengan hati sombong. Walaupun tak semua, tapi ironisnya mereka inilah yang bertingkah parah. Memberi bantuan yang tak seberapa tapi berharap diliput untuk menaikkan citra.

Sini Ngger, biar si Mbah dongengkan suatu cerita tentang negeri antah berantah. Negeri Elok nan Indah tapi dihuni oleh Rakyat yang terjajah oleh moral para Penguasanya yang rusak parah. Pemimpinnya hanya berkutat pada citra dan pembantunya berpikir seputar perut dan tak lagi peduli suasana yang carut marut Bahkan larut dalam lawatan tak berujung. Apalagi yang bisa diharapkan dari Negeri itu Ngger. Bahkan untuk berteriak pun sudah tak punyai ruang. Rakyatnya dipaksa memberi makna tapi tak punya kuasa untuk menyeka peluh dan melepas lelah. Apa yang yang mereka tunggu, rindu dan galau bergulung jadi satu tapi tak pernah berjumpa titik temu.

Ah sudahlah Ngger, lihat Bapakmu telah selesai menanak. Mari kita makan batu dan pasir ini walaupun tak bergizi. Ingatlah jika kelak kau menjadi pembesar, janganlah menulikan telinga dan membutakan mata. Berjalanlah sesekali melihat kebawah agar tak terjungkal oleh kerikil yang terjal. Jangan mencuri apalagi serakah. Berbagilah pada mereka yang telah membuatmu besar, Rakyat yang kau beri janji ketika kau ingin dipilih. Berpekertilah yang baik agar kau tak membuat pelik dengan selalu menabur debur dilautan yang tak lagi bersenja karena telah dijarah kesah.

Jika kau belum kenyang, tidurlah Ngger. Mbah doakan semoga kau mimpi makan enak agar ketika terjaga nanti, kau tak lagi benci dengan mereka yang telah berbuat keji.

-Negeri antah berantah ditepian senja-

Catatan : Mbok : Ibu dalam bahasa Jawa
              Mbah : Nenek dalam bahasa Jawa
              Ngger : Panggilan anak dalam lingkungan Jawa

Gambar dipinjam dari Getty Images
              




Nyempet – nyempetin nulis nih, ditengah – tengah jadwal yang korat karit ga karuan, ga tau juga bisa di posting kapan karena keterbatasan akses internet di beberapa tempat yang saya kunjungi.


Sudah tidak terhitung berapa kali dalam setahun ini kalau saya lagi tugas diluar kantor, sering bersitegang tentang hal yang sepele ini *menurut saya*. Masalah Waktu. Mereka “menuduh” saya terlalu kaku kalo bikin janji. Sebaliknya saya “menghakimi” mereka karena terlalu menyepelekan perihal ngaret janjian karena menurut mereka ngaret itu adalah hal yang lumrah untuk orang Indonesia *Lah???* . Sering lho saya denger banyak orang kalo telat janjian dalihnya selalu “Biasalah Mbak, Orang Indonesia gitu lho”. Saya cuman bisa ngelus dada (orang lain) kalo mendengar pembelaan yang so stupid. Ya, saya adalah tipikal orang yang sangat On Time kalo janjian. Biasanya saya akan datang lebih awal dari waktu yang telah disepakati. Saya tidak suka kalau saya bikin orang lain menunggu. Saya lebih tidak hobi lagi kalo musti menunggu orang lain ..hihihi..

Saya lupa kapan awalnya saya terbiasa untuk selalu tepat waktu. Sejak SD mungkin ya. Soalnya kalo TK ya saya sudah ndak ingat. Selain itu, janjiannya sama sopo, wong masih suka kencing dicelana pas lagi sekolah *membuka aib sendiri*.

Dan saya yakin ini bukan hasil doktrin dari orang tua. Sudah gen kali ya. Atau sebenarnya waktu orang tua ngajarin untuk menghargai waktu, saya belum cukup sadar untuk mengerti betapa pentingnya sehingga saya simpan di alam bawah sadar dan munculnya pas saya sudah cukup waktu untuk mempraktekannya.

Waktu SMP, saya sering marah – marah kalo ekskul dimulai tidak tepat waktu. Membuat mood saya langsung jumpalitan di level paling bawah lalu mengikuti dengan setengah hati. Begitu sampai rumah, mengadu ke Ibu dan beliau hanya tersenyum “itu sudah biasa” ujarnya. Saya tidak suka Ibu bilang begitu. Merasa saya tidak dihargai karena sudah datang tepat waktu tapi yang lainnya seenak hati datang telat.

Menginjak SMA, masalah semakin kompleks karena saya berteman dengan abg yang makin beragam. Saya ingat betul masanya cinta monyet, sepulang sekolah do’i bilang akan menjemput saya setelah maghrib untuk nonton di Balai Pemuda, Surabaya. Saya nanya ama dia “Jam berapa?,” dia jawab “Abis maghrib,” saya nanya lagi “Iya, pastinya itu jam berapa. Abis maghrib itu kan panjang. Subuh juga abis maghrib,” dia agak kesal menjawab dengan nada tinggi “Subuh itu abis Isya’ bukan abis maghrib. Udah tungguin aja di kos.” Duh, nyebelin banget ga sih. Janjian tapi ga nyebutin jam pastinya. Maksud saya kan gini, dia kan harusnya sudah punya planning mau nonton yang jam berapa, pelemnya apa, jadi udah tau akan menjemput saya jam berapa, lama perjalanan berapa lama, jadi ga sampai telat nontonnya. Kan ga mungkin juga saya pulang malam. Anak sekolah gitu lho *Cuiiihh, padahal dulu sering pulang pagi* . Saya akhirnya mengasumsikan setelah maghrib itu ya sekitar jam setengah 7. jam 6:15 saya sudah siap nungguin. Setengah jam lewat, kok motornya belum nongol, saya udah mulai kesel. Waktu itu kan belum jamannya hengpon. Yang ada hanya pager dimana saya ga punya. Walhasil dia datangnya jam 7:15 (dan saya sudah nunggu hampir 1 jam), tanpa permintaan maaf dan muka tak berdosa langsung berangkat. Sesampainya ditempat, 15 menit kemudian, saya nanya “Film nya mulai jam berapa?” “Jam 7,” jawabnya “gampang, kita bisa ngeliat film yang lain”. Percaya tidak percaya, saya tidak melanjutkan hubungan kami karena dia sering banget ngaret dan suka ngegampangin banyak hal juga ga punya rencana yang matang kalo mau melakukan segala sesuatunya. Bukan tipikal lelaki idaman saya *Haiss belagu banget yak”

Waktu kuliah makin banyak kejadian lucu sekaligus miris kalo diingat. Saya punya temen kuliah, sebut saja Ika, *psstt, nama samaran, mudah - mudahan :D* yang sering banget (kalau boleh bahkan bisa disebut Hobi) nelat. Tapi anehnya, dia selalu terselamatkan oleh telatnya itu. Misalkan nih ya, pas lagi Ujian Regresi (Pak Hartono), kami sudah nungguin di Taman Sigma, tapi Pak Hartono belum datang. Trus salah satu temen saya nyelutuk “Lho, Ika juga belum kelihatan, pasti ujiannya ga jadi nih”. Saking terkenalnya Ika telat sampai teman – teman saya sudah hapal kejadian berikutnya. Ga lama kemudian ada pengumuman kalo ujiannya Pak Hartono diundur dan Ika dengan muka santainya baru sampai dikampus sambil senyam senyum ga jelas. Duh, geregetan saya. Walaupun saya berteman dekat dengan Ika (sering numpang nginep dan numpang makan karena masakan ibunya enak sekaligus mengurangi pengeluaran makan. Maklum nasib anak kos) beberapa kali saya nyumpahin Ika dalam hati “Mandaro ujiane on time. Cek kapok Ika” wkwkwkwk, ojok nesu yo Ka lek moco iki. Tapi entah kenapa jampi – jampi saya tidak pernah mampu menembus kesaktiannya dalam dunia per-telat-an. Memang tak tertandingi. Selalu saja keberuntungan menyertainya.

Ada satu lagi temen saya yang punya jiwa telat kronis dan akut. Nama samarannya Lia (ini juga samaran lho ya). Dia ini nih, kalo janjian suka banget nelaaaaatttt !! Dan herannya kalo ditelepon, nanya dia udah sampai mana dan kira – kira nyampai berapa menit lagi selalu bilangnya “udah deket kok, bentar lagi nyampe”. Kalo saya tegasin nanyanya “bentar laginya itu berapa menit, ato jam lagi. 10 menit?” dia pasti akan jawab “bentar kok”. Untunglah sekarang sudah makin membaik. Makin tepat waktu. Faktor usia kali ya hehehe. Tapi tetep ya saya sering heran dengan orang yang seperti ini nih (teman saya banyak yang gini), kenapa susah banget ya ngasih perkiraan waktu dengan angka yang jelas. Walaupun perkiraan dimana artinya bisa tepat, kurang atau lebih setidaknya kita bisa ngasih angka pastinya.

Nah, Ketika saya kerja di kantor ini, saya mendapatkan julukan Miss On Time. Awalnya mereka kesel banget sama saya yang menurut mereka suka rese’ dalam masalah waktu. Entah kenapa, sekarang mereka ikut – ikutan On Time juga kalo ada janjian apapun. Kalo saya bikin acara dan kirim email ke semua orang, akan selalu ada yang otomatis bertindak sebagai reminder “Ingat, tepat waktu loh yaaa. Nanti dibantai sama Ibu Deny kalo ada yang nelat” hahaha, suka geli sendiri. Tapi ada satu yang tidak berubah. Boss besar saya. Ya iya, secara dia yang punya kuasa. Kami sering dibikin kelimpungan kalo dia sudah bertitah “Stand by. Be here ‘till I call you” dan seringkali hasilnya, meetingnya dibatalkan padahal kami sudah nangkring sampe kering.

Nah, seperti yang saya ceritakan di awal, Sejak January 2010 sampai saat ini saya sering tugas luar kota, berhubungan dengan pihak ketiga (Research Agency) dan masyarakat setempat. Awalnya Agency saya ini juga hobi ngaret banget. Ketika saya buat Email Evaluasi, saya menekankan kalo saya sangat tidak suka meeting sampe ngaret. Mereka akhirnya kirim email sampai ke daerah, kalo ada briefing atau saya datang ke daerah untuk witness, jangan sampai datang telat. Sampai sekarang pun kalau saya akan evaluasi ke daerah, surat peringatan itu akan selalu tetap dikirim. Berita ini saya dapatkan hasil bocoran dari supervisor Surabaya  . Tapi tetep saja ya, ini masalah kebiasaan dan tingkat disiplin, telat masih membudidaya walaupun mulut saya sampai tumbuh jamur ngasih tau.

Kalau Anda berpikir saya adalah orang yang saklek (baca:kaku) dan ga pernah telat, Anda salah besar. Saya pastinya pernah telat. Tapi saya punya siasat untuk mengakalinya. Contoh kasus 1: kalo saya janjian akan bertemu dengan seseorang jam 1 siang, tapi paginya hawa mendukung untuk tidur berlama – lama dan saya sudah memperkirakan akan telat, saya akan memberitahu orang tersebut waktu pagi hari.jadi ga dadakan. Bilang saya akan telat, misalkan 1 jam. Kalo memang acaranya tidak memungkinkan saya untuk telat, ya apa boleh buat. Saya tidak ada`alasan untuk datang telat. Contoh kasus 2: hari ini ada`janjian meeting dengan Agency jam 9 Pagi. Jam 7 saya sudah berangkat naik taksi, karena kantor Agency nya rawan macet. Ternyata ditengah jalan, macet atau ban Taksinya bocor, hal pertama yang akan saya lakukan adalah memberi tahu fakta ke Agency kalau saya akan datang telat dan meeting minta diundur 1 jam. Jadi, dengan komunikasi 2 arah untuk saling memberi tahu keberadaan masing – masing, tidak membuat kecewa salah satu pihak yang dibuat menunggu. Saya juga ga masalah menunggu kalo misalkan alasannya rasional dan memberitahu tidak mendadak.

Satu hal yang selama ini saya tidak pernah lakukan adalah mengada – ngada kan alasan. Misalnya nih yang sering kejadian : ketika saya janjian dengan teman dan dia belum muncul juga 30 menit lebih dari waktu yang disepakati, saya pasti akan menelepon/sms nanyain dia sudah ada dimana. Kalo jawabannya “masih dijalan, udah deket kok” seringkali akan saya jawab “masih dijalan rumah loe ya maksudnya dan udah deket ke halaman untuk keluar baru jalan kah?”. Kenapa saya suka nyolot kalo jawabannya begini. Karena dia tidak menyebutkan dekatnya itu pastinya dimana dan bentar lagi itu waktu pastinya kapan. Atau untuk kasus yang lainnya “Gue udah di jalan A nih. Palingan 10 menit lagi nyampe” kenyataannya dia baru nyampe 30 menit kemudian. Dimana saya tau bahwa Jalan A menuju tempat janjian itu bukan jalan macet dan normalnya emang Cuma butuh 10 menit jarak tempuh. Tetapi adaaaa aja alasan yang suka dibuat – buat. Kalo misalkan mengakui kalo emang dia telat kan ga masalah tho. It didn’t make a difference.

Nah, setelah saya analisa, Telat buat kebanyakan orang bukan hanya masalah kedisiplinan dan kebiasaan saja. Tetapi lebih karena mereka jarang melakukan sesuatunya berdasarkan data dilapangan. Kalau mereka terbiasa mencatat atau mengingat jarak antara satu tempat ke tempat lain itu berapa lama, ditambah macet, ditambah waktu tambahan untuk hal – hal yang tidak diinginkan, saya jamin, tidak akan pernah ada orang yang telat. Beberapa tahun kebelakang saya sudah dalam taraf putus asa. Saya berpikir kalo ternyata saya ga cocok untuk tinggal di Indonesia yang sudah terbiasa menyebut kalo Telat adalah identitas bangsa. Saya bukan orang yang seperti itu. Kalo saya janjian dengan Ekspatriat, mereka ga pernah tuh telat. Datang lebih awal malahan seringnya. Trus kalo jalan kaki, mereka terbiasa cepet, tidak seperti kita yang nyantai.

Oh iya, satu lagi, dengan saya yang terbiasa disiplin dalam masalah waktu, saya tidak pernah tertinggal naik pesawat selama ini. Bukannya saya nyombong lho tapi lebih karena biasanya maksimal 1 jam sebelum waktu boarding saya sudah duduk manis diruang tunggu. Ada teman saya yang mengeluh, dia pernah ketinggalan pesawat padahal waktu berangkatnya masih 30 menit lagi. Nah, hal – hal seperti inilah yang seringnya luput kita prediksi karena kita tidak terbiasa membaca peraturan yang berbeda untuk masing – masing maskapai. Biasanya mereka menerapkan 45 menit sebelum boarding Check in akan ditutup.

Jadi, marilah kita menjadi pribadi yang menyenangkan untuk diri sendiri ataupun orang lain dimulai dari tidak datang telat kalau sudah janjian dengan orang lain. Bayangkan saja betapa tidak enaknya menunggu dalam waktu yang lama. Jadi jangan buat orang juga tidak nyaman dengan menunggu Anda yang datang telat. Terbiasalah mencatat atau mengingat waktu tempuh yang diperlukan untuk sampai di tempat yang disepakati agar kita terbiasa untuk menjadi orang yang menghargai waktu. Kalau Anda adalah orang yang tidak punya masalah jika Anda Telat, ya selamat bergelut dengan kebiasaan yang seperti itu asalkan tidak merugikan orang lain.

Mari kita mulai hidup yang lebih bijak dimulai dengan kebiasaan positif dari diri sendiri agar kita bisa menularkan hal yang positif juga untuk orang lain supaya hidup ini bisa kita jalani secara sederhana. Being sexy Everyone!!


-Medan, 28 Oktober 2010-