Senja itu kau dan aku berjalan tertatih menyusuri lorong hati. Gelap tak berujung, selayak cerita kita yang kau biarkan menggantung. Tangan kita saling bertaut, namun rasa tak pernah bergelayut. Selalu saja berdiri dipijakan ego. Membunuh rasa yang sebenarnya memang tak pernah hidup dengan normal mengikuti denyut,perlahan meredup.

Jikalau rindu yang kupunya adalah hujan, tak dapat dielak lagi bumi ini tenggelam karena rindu yang membanjir. Jikalau rinduku adalah batu bata, sebuah rumah indah mampu kubangun sebagai tempat keluarga kecil kita akan menata asa didalamnya. Namun nyatanya, dipunggung gerimis aku menghitung rindu. Mendekap ruang gelap yang penuh namamu. Acuhmu umpama pisau, berkelebat menebas nadi.tumpahkan darah rindu. Kau selayak kopi kental yang selalu kusesap saat pagi menjelang. Gelap, pekat. Kutaburkan sedikit rindu. Seperti itulah aku mencandumu.

Tak sia – sia aku menggantang asa. Cerita masa itu telah berlalu. Saat ini kau telah berdiri dihadapanku. Memberikan hadiah sepasang pelangi. Menatap mataku penuh arti. Mata yang berbicara penuh makna. Tak ada kata yang terucap, hanya kecupan di kening, itu sudah lebih dari cukup. Tidak perlu tangan yang bertaut. Biarkan rasa ini saling pagut. Hentikan sejenak detak waktu dan biarkan aku rebah dipelukan hangatmu. Serasa tak akan pernah cukup kata ungkapkan rasa yang membuncah. Kita tenggelam diilalang asa. Menatap senja yang melambai pada surya.

Tiba – tiba kau ajakku berlari. Berjingkat kecil layaknya makhluk mungil. Tertawa lepas, menggodaku seperti kita baru pertama jatuh cinta. Menyusuri tapak yang tak lagi berbatu. Merentangkan kedua tangan seolah ingin berkata pada angin “aku sudah menemukannya kembali,teman kecilku,gadis yang selalu kurindu.”  Lalu kita berkecipak dalam tawa, tanpa henti seolah tak pernah ada esok hari.

Banyak aksara yang ingin kurangkai. Banyak cerita yang ingin kubagi. Banyak tanya yang ingin kuberi. Tapi bagaimana aku bisa berkata – kata jika kau tetap mendekapku erat. Tanya tak perlu lagi. Bertahun bersama, baru tersadar bahwa kita saling igau disetiap letupan malam. Tak pernah letih berdoa akan kepastian Labuan hati

Dialtar inilah aku berdiri. Bersiap mengarungi suka dan duka. Ringan melangkah  bersamamu. Kita akan berlari dan sesekali terhenti. Kau tak pernah berjanji, namun hari ini telah terbukti. Kau persunting aku sebagai permaisuri hati yang tak akan terganti. Dan kau adalah pangeran hidupku yang akan selalu kuberi kasih putih nan sejati.

Tentang rindu – rindu yang kesepian, tentang kecemasan yang tak terucapkan, tentang cemburu yang tak berkesudahan akan kita bingkai dalam sebuah nama, Kesetiaan.

-Jakarta, 29 November 2010-

Gambar dipinjam dari getty images 


This entry was posted on 7:34 PM and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

2 komentar:

    Anonymous said...

    menyentuh sekali :) salam knl :)

  1. ... on January 3, 2011 at 3:58 PM  
  2. Deny Lestiyorini said...

    Terima kasiiiihhhh ^__^ ... salam kenal juga

    hai Blog kamu keren deh. lagi baca2 nih :)

  3. ... on January 4, 2011 at 4:19 AM