Hai Doni, Apa kabar?
Kamu baik – baik saja kan? Wah, ternyata sudah hampir 4 bulan kita ga pernah ketemuan ya. Terakhir kali ketemu waktu aku mengantar kamu tanggal 24 februari 2011. Tidak ada kata yang terucap. Kita saling diam. Aku tidak pernah mengalihkan pandangan mata dari kamu. Tetapi kamu lebih senang untuk berdiam diri, menyendiri. Aku hanya bisa menatapmu pergi dari kejauhan, tak bisa mencegah apa yang sudah menjadi keinginanmu. Walaupun air mata bercucuran, aku mencoba menyembunyikan wajah agar kamu tidak bisa melihat kesedihanku. Kamu pasti bahagia dengan pilihan itu, jadi tidak ada alasan untukku menjadi sedih. Semua akan baik – baik saja, bisikku dalam hati.
Sebenarnya beberapa kali aku mampir ke tempatmu. Berkunjung untuk sekedar berbagi cerita, berbagi kisah dan berbagi kerinduan. Tetapi ketika aku berucap salam, sepertinya kamu sedang tidak ada di tempat. Aku menunggumu datang sambil membaca beberapa bacaan yang kamu senangi. Kamu tahu kan aku suka membaca. Aku tergila – gila membeli buku. Kamu juga selalu membaca hasil tulisanku. kamu tahu bahwa aku ingin menjadi seorang penulis. Kamu juga tahu impian – impian yang selalu aku ceritakan. Aku ingin mempunyai sekolah sendiri untuk anak – anak berkebutuhan khusus dan menggratiskan sekolah itu untuk mereka. Kamu juga tahu aku terobsesi untuk menjadi seorang guru di daerah pedalaman dan mengajarkan banyak hal kepada anak – anak disana. Pelajaran tentang kejujuran, pelajaran tentang memaknai hidup secara bersahaja, pelajaran tentang Tuhan dan semua pelajaran hidup yang selalu ingin aku bagi kepada mereka yang membutuhkan. Kamu selalu mendukungku dengan memberi semangat yang tidak pernah henti. Semangat yang selalu kamu ucapkan lewat canda, tawa dan keceriaan. Semangat yang tidak pernah luntur untuk aku. Kamu selalu ada untuk aku.
Tapi aku tidak selalu ada untuk kamu. Disaat kamu membutuhkan aku untuk berbagi kisah tentang beberapa gadis yang sedang dekat dengan kamu, aku sudah sangat lelah untuk hanya sekedar mendengarkan ceritamu. Ketika kamu ingin menangis di pundakku setelah bertengkar dengan Mama dan Bapak, aku selalu mempunyai alasan segudang untuk mengunci rapat pintu kamar. Ketika kamu sedih karena belum siap ditinggal Ririn dan Agung –kedua kakakmu- menikah, aku justru sedang berbahagia karena sudah bisa jauh dari kamu dan merasa bebas karena tidak harus mendengar celotehmu lagi. Aku selalu menolak jika kamu membutuhkanku. Aku selalu menjauhimu.
Tapi kamu tidak pernah marah dengan perlakuanku. Kamu tidak pernah tersinggung dengan penolakanku. Kamu tidak pernah sakit hati dengan sikap manjaku, sikap seperti layaknya anak kecil. Padahal usia kamu jauh lebih muda dari usiaku.
Kamu masih ingat kan beberapa kali kita pergi nonton. Saat itu aku dan kamu menjadi dekat. Kita sering sembunyi – sembunyi makan mie So di gang belakang rumah, karena kalau ketahuan takut dimarahin Mamamu. Beberapa kali kita pergi makan ke rumah makan padang dekat kantor Bapak, pelayan disana bilang kalau kita serasi sebagai pasangan kekasih. Aku dan kamu hanya tertawa tertahan. Bagaimana mungkin, kita kan saudara sepupu.
Maaf kalau disuatu hari aku memutuskan untuk pindah dari rumah kamu dan tinggal di kamar kos. Aku sudah terbiasa mandiri. Aku tidak mau menjadi tergantung dengan keluarga kamu. Aku ingin menentukan langkahku sendiri. Maaf ya kalau aku sudah membuat kamu kecewa karena tidak sempat mengucapkan apapun, bahkan tidak mau menitip pesan untuk kamu ketika pergi. Pasti kamu kecewa karena ini.
Banyak kenangan indah Don, yang membuat aku kangen sama kamu. Kangen sekali. Kamu itu seringkali membuat kesal, menjengkelkan dan membuat marah. Tapi semua itu tidak berarti dibandingkan ketulusan yang kamu berikan untukku. Ketulusan akan perhatian dan kasih sayang.
Aku teringat saat hari pernikahan Ririn. Kamu terdiam sedih dikamar. Bahkan ketika Pak dhe dan Budhe datang, mukamu terlihat sedih. Seolah kehadiranku tidak kamu harapkan. Tetapi aku terkejut dengan kondisi kamarmu yang bersih, beda dari biasanya. Aku mencoba bertanya kenapa kamu sedih. Tapi kamu tidak menjawab pertanyaanku, malah menjauh keluar dari kamar.
Karena sibuk dengan persiapan pernikahan Ririn, aku sampai tidak sempat melihat kamu lagi.
Beberapa hari kemudian, aku mampir lagi kerumahmu. Kamu ingin menunjukkan beberapa fotoku. Aku menolak untuk melihatnya karena sedang membantu Ibuku mempersiapkan segala sesuatunya sebelum berangkat ke bandara. Kamu ingin berfoto denganku, tapi aku menolaknya.
“Buat apa sih foto mulu, kayak mau pergi jauh aja”
“Emang Doni mau pergi jauh, makanya pengen foto bareng mbak Deny, biar bisa jadi kenang - kenangan”
Waktu itu aku tidak tahu rencana kamu dan tidak membaca tanda - tanda itu. Aku tidak mengindahkan keinginan kamu. Aku menolaknya. Sekarang aku sangat menyesal, karena aku tidak punya foto berdua denganmu. Penyesalan yang tidak pernah berujung. Satu lagi janji yang tidak aku tepati sebelum kamu pergi. Kamu meminta buku #Writers4Indonesia yang ada tulisanku tentang Bapak. Buku ini adalah buku kumpulan cerpen yang ditulis oleh banyak teman yang bertujuan untuk memberikan sumbangan kepada korban bencana Merapi. Kamu bahkan ingin membeli buku ini karena sangat ingin melihat tulisanku disana. Tapi aku menolaknya. Aku malah memberi Link website Nulis Buku supaya kamu membeli langsung disana, padahal sebenarnya di kantor aku masih punya stok. Jahat ya aku, Don. Tapi buku itu akhirnya sudah aku titipkan ke Bapakmu.
Don, sewaktu kamu pergi, pada saat itu aku berjanji dalam hati. Aku akan mewujudkan segala impian yang selalu aku ucapkan kepadamu. Aku ingin kamu merasa bangga.Aku ingin membuktikan bahwa aku bisa dibanggakan. Aku ingin kamu senang.
Kamu yang selalu memberi semangat kepadaku. Kamu yang selalu memberi dukungan. Kamu yang selalu mengajarkan bahwa cinta itu harusnya tulus bukan mengharapkan imbalan, seperti yang kamu lakukan selama ini. Kamu yang selalu memberi contoh bahwa cinta itu suci, tidak pernah terkotori oleh nafsu duniawi, seperti cintamu yang tidak pernah bertepi kepada setiap orang yang kamu temui. Kamulah tauladan sebenarnya, Don. Kamulah Malaikat kehidupan yang sesungguhnya.
Walaupun kamu jauh, tapi aku yakin kamu sudah mendengar bahwa aku akhirnya pernah mengajar untuk anak – anak yang tidak mampu di daerah Pedongkelan. Aku mendongeng untuk mereka. Melihat senyum tulus mereka seperti mendapatkan siraman air ditengah gurun, Don. Sejuk dan penuh ketulusan. Bahkan fotoku ketika sedang mendongeng masuk di The Jakarta Globe. Pada akhirnya aku melangkah Don untuk menggapai mimpiku. Beberapa tulisanku juga sudah dimuat di beberapa buku kumpulan cerita bersama banyak teman. Aku berhasil diawal Don, dan itu karena kamu. Kamu yang selalu memberi semangat dari jauh. Kamu yang selalu menjagaku dalam setiap doa. Tetapi mimpi ini masih belum berhenti. Mimpi ini baru dimulai. Sekolah itu belum berdiri tegak, tapi sekalipun aku tidak pernah merubuhkan mimpi itu. Aku selalu membangun dalam setiap doa dan usaha.
Aku berjanji, secepatnya ketika aku sampai di Jakarta, aku akan mengunjungimu kembali. Membagikan semua cerita seperti biasanya. Dan aku tidak akan lupa membawakan bunga Mawar Putih kesayanganmu. Mengucurkan air wangi diatas pusaramu dan berdoa untukmu. Ya, walaupun kita sudah berbeda dunia, tapi kamu selalu ada disetiap langkahku. Kamu selalu hidup disetiap impianku. Kamu selalu nyata disetiap kebaikan yang ingin kutabur kepada mereka yang membutuhkan.
Terima kasih Don atas segala pelajaran hidup yang telah kamu bagi untukku. Terima kasih untuk menjadi seseorang yang nyata walaupun sekarang kamu tidak nyata lagi. Aku tahu, kamu sudah berbahagia disana. Bermain ceria dengan amalan baik yang sudah kamu lakukan selama ini. Aku akan selalu bercerita tentang segala hal indah yang sudah aku kerjakan nanti dalam setiap doaku untukmu.
Kamulah Malaikat kehidupanku.
-Bandara Ahmad Yani, Semarang. Perjalanan menuju Jakarta. 17 Juni 2011-
Untuk Sepupuku Alfa Ramadhan, Doni, yang selalu menjadi inspirasi dalam diamnya saat ini. Mbak Deny kangen kamu, Don. Oh iya, Mbak Azel dan Mas Agung nikah bulan depan. Kamu datang ya, mereka pasti senang.
Senyumnya adalah kehilangan besar untuk Kami,keluarga besar. Tapi kami yakin dia selalu tersenyum dalam setiap langkah kebaikan yang kami lakukan. Doni, kamu selalu ada di hati kami |