Akhir – akhir ini saya hobi sekali untuk mengeluh. Dimanapun dan kapanpun keluhan seolah selalu mendapatkan tempat terhormat dikeseharian saya.


Setiap hari senin pagi, saya selalu mempunyai alasan untuk malas berangkat ke kantor. Akibatnya nyampe kantor selalu telat. Saya mengeluh kenapa sabtu dan minggu cepat sekali berlalu hingga senin pun sudah datang dengan cepatnya merenggut kesenangan saya.

Ngeliat raut muka komputer, perut saya langsung mulas karena sudah terbayang berapa banyak angka yang akan saya kerjakan setiap harinya. Menjelang makan siang, saya kembali diliputi cemas. Makan siang di kantin kantor biasanya ga terlalu enak untuk disantap. Walhasil, saya mendatangi kubikel teman – teman hanya untuk sekedar menanyakan mereka akan makan siang dimana, padahal waktu masih 30 menit lagi menuju jam makan siang. Selesai makan siang yang super duper lama karena sengaja di lama – lamain, kembali ke kantor tapi mampir dulu di musholla. Kembali menatap penuh mesra layar kompi jam 13.30. Nggak langsung kerja, ngecek email yahoo, gmail, myspace, ngintip twitter, senyum – senyum memandang facebook dan chit chat dengan teman yang sesekali melewati kubikel saya. Kerja serius lagi sekitar jam 2. Ternyata kerjanya juga tidak terlalu serius. Tetep aja sesekali ngintipin SocMed. Walaahh kalau di itung, waktu produktif saya cuman 6 jam saja. Sisanya ya makan gaji buta :D

Pulang kantor langsung ke kamar, (seringkali tidak) mandi, makan sambil nonton TV. Acara TV jelek, ngeluh dan ngomel sendiri kenapa semakin hari sinetron kok ga mutu dan seperti penyakit kronis yang ga bisa diobati. Ganti channel sana sini, kalo ga ada yang bagus ya dimatiin. Kalo mood langsung nulis, kalo ga mood ya cuman baca. Baca apapun sih, TOEFL ataupun beberapa buku yang belum sempat tersentuh semenjak dibeli. Kalo malesnya kumat, ya langsung tidur wong malemnya ga ada yang akan menelepon saya, palingan Cuma beberapa teman yang iseng nelpon ato sms hanya sekedar basa basi *curhat sisipan* . Kalo dapat jatah keluar pulau sih lumayan, daripada lumanyun kan *ga lucu ya*. Kalo dinas *berasa PNS* luar, enak bisa diselingin jalan – jalan. Curi – curi waktu supaya bisa pulang ke Situbondo.

Begitulah rutinitas setiap hari sampai akhir pekan datang. Niatnya sih sabtu atau minggu bangun siang. Tapi entah kenapa seringkali malah bangunnya pagi. Susah diajak kompromi. Kalo sudah ada janji, ya seharian keluar. Kalo tidak ada kegiatan apapun, ya membusuk di kamar sampai senin menjelang. Kalo ada yang penasaran (siapa?) kenapa saya tidak keluar sama pacar, saya jawab, saya masih single. Silahkan kalo ada kenalan ataupun sodara ataupun teman akrab yang cihuy, bisa dikenalkan pada saya, siapa tau berhasil *iklan kontak jodoh gratisan*

Kenapa ya, saya jadi suka mengeluh. Setelah ditelisik, ternyata saya jenuh. Jenuh dengan rutinitas yang bisa ketebak alurnya. Ga ada konflik yang berarti. Bukannya saya minta dikasih masalah sih, wong belum nikah sampai sekarang aja sudah bikin mumet ga karuan kalo ketemu sama sodara – sodara terutama mereka yang mulutnya comel. Tapi, kalau misalkan ada sedikir surprise diantara rutinitas itu kan bikin hidup kita lebih berwarna. Meminjam tagline salah satu iklan rokok “bikin hidup lebih hidup”. Maunya sih kejutan yang positif.

Duh, manusia. Mintanya kok yang baik – baik aja. Giliran dikasih yang baik, seringkali lupa bersyukur. Dikasih yang ga enak, yang ada malah mempertanyakan dan nangis – nangis diatas sajadah berjanji macam – macam seolah – olah Tuhan itu ga tau apa kalo biasanya kita cuma bisa basa basi tanpa ada realisasi yang berarti. Mungkin dimanapun Tuhan berada, Dia akan hanya tersenyum saja melihat tingkah polah umatNya. Malu sih saya kalo ingat kelakuan yang masih jauuuh dari kata bersyukur.

Salah satu cara yang biasanya saya lakukan ya yang sederhana saja. Kalo saya jenuh bekerja, saya ingat lagi jaman dulu masih cari kerja disana sini, interview ditolak, ngirim lamaran ga dipanggil, ngebelain ikut tes PNS sampai hampir pingsan di Senayan gara – gara sakit, trus ingat orang – orang yang banyak sekali kesusahan untuk mengganjal perut mereka sehari – hari karena belum mempunyai penghasilan yang pasti. Saya langsung bersyukur Tuhan masih memberikan kepercayaan kepada saya untuk bisa menghidupi keseharian saya dengan materi yang halal. Asal jangan lupa aja untuk menyisihkan hak buat mereka yang membutuhkan.

Kalo saya males makan gara – gara makanannya nggak enak, saya langsung teringat banyak orang diluar sana yang kelaparan, anak – anak yang dilanda gizi buruk karena tidak tercukupinya gizi untuk mereka. Teringat pemulung yang mengais makanan sisa di tong sampah. Teringat bapak dan ibu yang selalu makan sederhana karena menyisihkan uangnya untuk dikirim kepada anak – anaknya yang kuliah diluar kota. Teringat korban bencana alam yang makan dari hasil sumbangan yang sangat terbatas, makan dari hasil masakan di dapur umum yang belum tahu bagaimanan tingkat kebersihan, rasa ataupun gizinya. Yang saya lakukan kemudian adalah, saya akan selalu bersyukur bahwa saya masih bisa makan normal sehari – hari dengan gizi bagus dan tidak kelaparan. Saya berusaha untuk menghabiskan setiap butir nasi yang ada didalam piring. Membuang nasi berarti saya menghina diri sendiri karena terlalu sombong dan tidak mengingat saudara – saudara yang berkesusahan makan diluar sana

Kalo saya ngomel karena acara TV ga ada yang bagus, saya akan teringat korban bencana alam di berbagai belahan bumi yang tidak akan memikirkan tentang hiburan karena untuk mencari tempat bernaung saja sudah susah. Kedinginan dan kepanasan karena tempat tinggal yang tak layak dan harus berbagi tempat dengan banyak pengungsi dengan fasilitas air bersih yang terbatas sehingga mereka seringkali terjangkit sakit yang berhubungan dengan saluran pencernaan. Saya akan teringat tunawisma yang tidur disembarang tempat. Tunawisma yang tua bekerja sampai malam dan tertidur kelelahan di emperan toko, bawah jembatan, dipinggir got yang bau, taman – taman diudara yang terbuka. Harus merasakan dingin yang menggigit, merasuk sampau ke tulang dan paru – paru. Saya teringat pada anak – anak kecil yang menjadi contoh nyata potret kemiskinan negeri ini dimana hak – hak mereka terampas oleh tangan – tangan kotor yang rakus akan kekuasaan tanpa memikirkan nasib rakyat yang akan menjadi generasi penerus bangsa, yang harus tidur dibawah lampu merah, di halte bus. Banyak dari mereka yang mendapatkan perlakuan tidak senonoh dari sesama teman. Tidak mendapatkan pendidikan ataupun penghidupan. Yang bisa saya lakukan adalah bersyukur karena saya masih bisa membayar sewa kos dengan imbalan menempati kamar yang tiap hari dibersihkan lengkap dengan fasilitas yang ada. Tidak ada alasan untuk saya berkeluh kesah

Kalau saya merasa bahwa bapak dan ibu mulai nyebelin, saya akan teringat beberapa orang teman yang sudah tidak mempunyai orang tua. Sudah tidak bisa lagi merasakan kehangatan pelukan orangtua. Ada yang orangtuanya bercerai ataupun sudah dipanggil yang kuasa. Bagaimana dengan anak – anak yang ada dipanti asuhan? Mereka tidak merasakan kasih sayang orang tua semenjak kecil karena beberapa alasan sehingga mereka harus puas untuk berbagi kasih sayang dengan penghuni panti yang lain. Belum lagi nasib anak – anak korban bencana yang terpisah dengan orang tuanya. Tidak tau harus mencari kemana sehingga mereka akhirnya terlunta – lunta. Terenggut kebahagiaan masa kecilnya dengan terpaksa harus bekerja, menikmati kerasnya kehidupan sebelum waktunya. Saya bersyukur masih bisa didampingi oleh bapak dan ibu yang Alhamdulillah masih sehat dan dalam keadaan yang baik – baik saja. Kalaupun saya mulai berselisih paham dengan mereka, yang saya ingat adalah mereka sebenarnya sedang menunjukkan rasa kasih sayang dengan cara mereka. Karena antara saya dan bapak ibu berbeda generasi, sehingga terjadi gap untuk masalah komunikasi. Cara yang terbaik untuk terhindar dari perselisihan adalah dengan mengingat bahwa mereka adalah berkah dan nikmat dari Tuhan yang paling tak ternilai harganya. Saya harus selalu membuat mereka bahagia dia akhir usia saya atau mereka karena apapun yang saya lakukan sebenarnya tak akan pernah bisa membalas apa yang telah mereka korbankan untuk saya. Ucapan “saya akan selalu menemani ibu bapak dan akan selalu menjadi anak yang berbakti dengan cara yang terpuji” bukanlah janji yang berlebihan sebagai tanda sayang saya kepada mereka.

Kalau saya merasa bahwa saya mempunyai teman – teman yang tidak setia dan selalu menimbulkan masalah, saya akan teringat pada mereka yang menyandang cacat, dikucilkan oleh masyarakat karena mempunyai penyakit yang (mungkin) berbahaya ataupun mereka yang tidak diterima oleh lingkungan sekitar karena dianggap sebagai “sampah” masyarakat. Betapa menderitanya mereka karena tidak mempunyai teman untuk berbagi. Betapa sedihnya mereka karena tidak ada sandaran hanya sekedar untuk berkeluh kesah. Setidaknya saya sangat beruntung masih dikelilingi teman – teman yang mau menerima saya apa adanya. Yang perlu saya lakukan adalah Selalu menjadi teman buat siapapun dalam keadaan suka dan duka dan tak lupa selalu berbagi senyuman karena dengan senyuman sesungguhnya kita seolah berkata “terimakasih kalian adalah teman yang sangat berharga untuk kehidupan saya”. Dengan tersenyum, tidak akan mengurangi apapun dalam kehidupan kita. Dengan tersenyum sebenarnya kita sudah beribadah dengan menyebarkan aura kebahagiaan kepada orang lain.

Kalau saya merasa gaji saya kurang untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari, sesungguhnya saya telah bersikap sombong. Harusnya saya mengingat betapa banyak orang tidak memikirkan hari sabtu minggu akan jalan – jalan di mall mana ataupun akan merasakan makanan enak direstoran apa karena mereka lebih berkutat pada pertanyaan apakah ada uang untuk membeli makanan hari ini. Kalau saya selalu berkata dalam hati bahwa barang – barang saya kurang bermerek dibandingkan teman – teman, harusnya saya mengingat bahwa mereka para veteran perang harus tersingkirkan tak dihargai oleh Negara yang mereka bela dengan susah payah dan bersimbah darah mempertaruhkan nyawa. Jangankan barang bermerek, bisa hidup dengan pekerjaan dan penghasilan seadanya saja sudah membuat mereka bersyukur tak hingga pada Yang Maha Kuasa. Mengapa saya harus memikirkan perkataan orang tentang segala macam keduniaan yang saya miliki sedangkan orang – orang yang berkekurangan saja tak pernah mengeluh hebat dengan segala keterbatasan yang dimiliki.

Jika saya mengeluh karena masih belum dipertemukan dengan jodoh saya sampai saat ini, saya akan selalu bersyukur karena Tuhan masih memberi kesempatan pada saya untuk terus memperbaiki diri dan menyelesaikan apa yang menjadi keinginan ataupun tanggungan yang saya miliki. Saya selalu yakin bahwa Tuhan akan mempertemukan saya denga lelaki yang telah dipilihnya pada waktu dan saat yang tepat. Tuhan Maha Tau kan dengan segala rencanaNya. *curhat maksa*

Tak akan ada habisnya kalau kita hanya ingin memperturuti nafsu duniawi. Tak akan ada selesainya jika kita ingin menuruti perkataan orang hanya karena ingin diakui menjadi bagian dari komunitas yang dipandang mewah oleh lingkungan sekitar. Tak akan ada manfaatnya jika kita selalu menimbun nafsu duniawi tanpa ada hasrat untuk berbagi.

Hal – hal sederhana tersebut yang selalu mengingatkan saya agar terus bersyukur dan berusaha untuk selalu berbuat baik kepada sesama. Saya masih belajar bagaimana caranya ikhlas. Saya masih berusaha untuk tidak hanya pada tataran wacana tetapi berbuat menjadi nyata. Bersyukur dan berbuat nyata saya rasa adalah cara yang membumi agar dapat mengingatkan pada diri sendiri untuk selalu membantu sesama sekecil apapun bentuk bantuan itu.

Jadi, sudah tidak ada alasan lagi kan untuk mengeluh ? hiasi detik demi detik yang tersisa dengan selalu bersyukur padaNya dalam kata – kata dan wujud nyata.

-Jakarta, 14 Oktober 2010 23:00-


Hai kau lelaki idaman, segeralah datang dipangkuan *seruan tak bertuan hahaha*


Tambahan : Kalo ada yang ngeluh tentang banjir dan macet di jakarta, syukuri saja, setidaknya kita kan masih punya kerjaan,penghasilan, ada harapan. Korban Wasior dan Lumpur Lapindo sudah redup harapan hidupnya, tetapi semangat mereka untuk tetap bertahan dan membuat perubahan tidak akan pernah redup tergerus apapun. Mungkin,pindah dari Jakarta adalah salah satu solusi yang baik, daripada cuman sekedar mengeluh tanpa ada tindakan apapun :D . Kalo ga mau pindah, ya jaga lingkungan aja. mulai dari diri sendiri. klasik, buang sampah pada tempat sampah yang disediakan, tiadakan penggunaan plastik untuk belanja (bumi kita sudah sangat tercekik oleh sampah plastik), kalo yang sudah punya rumah ya tanami tumbuhan supaya jadi tempat resapan dan berhemat sumber daya alam (air, tanah dll)

Gambar dipinjam dari getty images dan koleksi pribadi




Wahaaa…kali ini saya mau mellow mellow ah. Mumpung cuaca di luar jendela kamar kos mendukung. Hujannya sedang merintih dengan desahan geluduk yang mengerang di tengah pikuk petir *hadooohh berasa alay jadi – jadian gini*


Ga tau kenapa sejak sebulan terakhir ini saya sering keinget lelaki pertama saya..Err bukan lelaki pertama yang punya hubungan khusus dengan saya. Tetapi lelaki pertama yang benar – benar membuat saya jatuh cinta dan mengajari banyak hal tentang arti kehidupan *saddaaappp bahasanya mulai tinggi* . Terus terang nomer teleponnya sudah saya hapus dari phonelist kira – kira awal tahun 2010 ini. Sengaja saya lakukan. Bukan karena ingin membuang masa lalu. Tapi memberi kesempatan masa depan untuk datang dan masuk dalam kehidupan saya tanpa dibayangi keindahan masa lalu.

Tidak ada yang spesial dari lelaki itu. Badannya tinggi tegap, berkulit bersih dengan sorot mata tajam dinaungi oleh alis lebat yang berbaris rapi dibingkai rahang yang keras khas tekstur muka batak dilengkapi oleh hidung bangir dan rambut ikal cepak. Ya, dia batak dan beragama katholik. Awalnya saya kenal dia dari chatting pada saat saya masih kuliah semester 3. Andai kata buah, masih ranum nang harumlah pokoknya *haissaahhh* . Dia Asli Jakarta berkesukuan batak dan masih menyelesaikan kuliahnya di Jogja. Sudah semester sangat akhir dan mendekati keabadian di kampus sih kalo boleh dibilang. Skripsi belum kelar ditambah nyambi kerja juga, walah makin males aja dia. Padahal tempat kuliahnya lumayan mahal, maklum swasta yang ternama.

Singkat kata singkat cerita aku dan dia jatuh cinta *Serrr serrr*. Cinta yang dalam sedalam laut, laut meluap cintapun hanyut. Jelas sekali kalo saya tergila – gila sama dia awalnya karena penampilan fisik yang wokeh. Saya benar – benar terhanyut dan disilaukan oleh ketampanannya. Saya tidak berpikir panjang mengiyakan ajakannya untuk menjalin hubungan serius walaupun jelas di depan kami berdiri kokoh dan tebal dinding yang menghadang bernama Iman. Sudah bisa dipastikan diawal hubungan, kami tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Saling mengunjungi satu bulan sekali. Saya yang ke Jogja atau dia yang ke Surabaya.

6 bulan pertama hubungan kami masih indehoy asoy geboy dipenuhi oleh gairah masa muda. Karena saya orangnya ceplas ceplos dan blak blakan, suatu hari saya menanyakan sama dia, mau dibawa kemana hubungan yang beda agama ini *waktu itu lagu armada belum ada, jadi ga bisa sambil nyanyi nanyanya*. Kaget dengan pertanyaan yang pasti dia tidak duga sebelumnya membuat kami hanya terdiam. Akhirnya kami dicekam perasaan resah tentang sebuah kenyataan bahwa kami berdiri dipijakan yang nyaris runtuh. Kami berjalan melawan badai. Tidak menyiapkan perahu jika sewaktu – waktu banjir datang. Belum lagi beda suku yang membuat keadaan makin kacaw suracaw.

Melalui diskusi yang panjang dan dipenuhi kasih sayang diselimuti ciuman *upss, hiperbola kok* kami memutuskan untuk menjalani hubungan itu apa adanya. Tidak ada target apapun. Saya juga masih muda dan dia juga belum kepikiran untuk berumah tangga.

Makin hari rasa sayang diantara kami semakin utuh. Kami sering mendiskusikan banyak hal. Dia banyak mengajarkan pada saya tentang 1 kata yang dulu hanya sebuah kata yang apa adanya, tanpa makna. TOLERANSI. Sederhana kan. Tapi prakteknya, tidak semudah mengendalikan syahwat yang bisa muncul kapan saja. Saya sering diajak bertemu dengan teman – temannya yang kesemuanya Non Muslim. Awalnya saya kikuk, rikuh dan ga tau harus bersikap seperti apa, musti ngomong apa. Tapi ternyata mereka tidak seseram yang saya bayangkan. Mereka menerima saya apa adanya tanpa mempertanyakan ke-islam-an saya. Bahkan seringkali mereka mengingatkan saya untuk sholat jika sudah tiba waktunya. Seringkali jika saya berkunjung ke base camp mereka dan saya lupa membawa mukena, mereka dengan suka cita akan membantu mencarikan pinjaman mukena. Duh, betapa indahnya kerukunan beragama yang tercipta diantara kami waktu itu. Cara mereka bertoleransi mengajarkan 1 hal yang penting di hidup saya yaitu MENGHARGAI.

Saya menghargai lelaki saya yang notabene adalah seorang katolik dengan membuat dia nyaman untuk melakukan segala aktifitas keagamaanya. Begitu juga sebaliknya. Kami saling berbagi ilmu tentang agama masing – masing tanpa harus saling menyakiti ataupun meyakini. Hanya sekedar berbagi pengetahuan. Dari dia lah saya mengetahui banyak sekali ajaran kasih sayang di dalam agamanya. Dan dia juga menanyakan banyak hal tentang Islam pada saya termasuk tentang teroris (waktu itu sedang terjadi bom bali I) dan poligami. 2 bahasan yang sebenarnya membuat saya gelagapan untuk menjawab kalau dia mulai menanyakan hal – hal yang substansial. Dan banyak hal positif dari islam juga saya bagikan kepada dia.

Indahnya yang kami lakukan saat itu. Karena saya berkeyakinan bahwa didalam Islam sendiri sering mengajarkan untuk selalu berbagi kasih sayang kepada siapapun tanpa mengenal SARA. Di Al-Qur’an sendiri sudah disebutkan “untukmu agamamu dan untukku agamaku.” . Ya sudah, kenapa saya musti membuat perbedaan agama menjadi suatu masalah yang besar jika memang tidak ada yang perlu dibesar – besarkan.

Dia dan teman – temannya tidak pernah menghalang – halangi saya untuk beribadah. Mereka memberikan kebebasan saya untuk berbagi pengetahuan tentang Islam. Mereka juga antusias sekali menanyakan tentang Nabi Muhammad dan saya sama sekali tidak pernah berfikiran buruk tentang apa yang akan mereka lakukan di balik itu semua

Saya jadi tertarik untuk menghubungkan dengan kerusuhan yang berbau agama yang terjadi akhir – akhir ini. Terus terang saya kadang malu dengan kelakuan oknum – oknum yang berkedok atas nama Islam dengan menghalalkan segala cara untuk (yang katanya sih) menegakkan kebaikan dengan membuat keresahan dalam masyarakat. Mungkin maksud mereka baik, tetapi tidak diikuti oleh norma yang beretika dan beragama. Mereka terlalu mengkultuskan ke-mayoritas-an mereka dan terlalu arogan sampai susah membedakan antara menegakkan kebaikan atau memporakporandakan kesusilaan. Ga pernah tuh saya membaca didalam ajaran Islam ketika kita ingin menyebarkan kebaikan dengan membuat kegaduhan, ataupun ketika kita dianjurkan menyebarkan ajaran Islam dengan menjelek – jelekkan (dan mencurigai) agama lain

Islam itu indah dengan segala ajaran damai yang ada didalamnya. Islam itu tidak arogan dengan mengajarkan untuk selalu berbuat baik kepada sesama manusia dan menghargai satu sama lain. Islam itu terhormat dengan tidak menjatuhkan harga diri didalam suatu pengkultusan ego tak berujung. Islam itu tulus dengan segala sikap welas asih yang Nabi Muhammad selalu teladankan bahkan kepada musuh beliau sekalipun. Islam itu simpel dengan kemudahan ajaran tanpa perlu kita membuat rumit dibalik sebuah fakta bernama kefanatikan. Islam itu tak pernah memandang rendah sesama manusia karena sesungguhnya hanya Tuhanlah yang mempunyai hak untuk menilai makhluk ciptaanNya.

Jika memang mereka mengerti dan memahami ajaran Islam dengan sepenuhnya, mereka tidak akan berpikir untuk menghalang halangi umat beragama lain untuk beribadah dengan mempersulit pendirian tempat beribadah, dibalik alasan politik. Balikkan keadaan jika kita sebagai umat muslim dipersulit untuk beribadah, apa rasanya. Cobalah untuk menempatkan diri kita diposisi umat minoritas sebelum kita –sang-mayoritas- ingin membuat sebuah gerakan yang (sok) berbau agamis. Janganlah membuat gerakan yang berkedok agama jika sebenarnya yang ingin dilakukan adalah pengumbaran angkara murka.

Kalau memang kalian wahai pelaku agama yang terhormat sedang tidak ada kerjaan, janganlah berbuat keonaran dengan membubarkan sebuah kegiatan yang mengusung misi kebudayaan. Apa sih hak kalian mencampuri urusan tentang orientasi sex seseorang. Pemilihan Orientasi sex adalah hak privasi setiap orang, sama saja dengan ketika memilih untuk beragama ataupun tidak. Jangan salah sangka dulu. Saya menulis begitu bukannya ingin menyamakan tentang pemilihan agama dan pemilihan orientasi sex. Saya hanya ingin menjelaskan bahwa setiap orang memiliki hak untuk menentukan alur hidupnya selama itu tidak mengganggu kepentingan orang banyak dan lingkungannya. Okelah kalo kalian memang ingin mengembalikan mereka yang menurut kalian “salah jalan” secara agama. Tetapi bukan dengan membuat keonaran. keresahan dan kerugian. Segala sesuatunya jika dijalani dengan penuh kedamaian dan bersikap sadar, saya rasa hasilnya akan lebih baik dibandingkan dengan datang bergerombol dan merusak segala sesuatunya diiringi dengan memekikkan “Allahu Akbar”. Shit, kebohongan yang tertutupi topeng kemunafikan.

Kalau memang benar mereka ingin membuat kedamaian, bikin damailah dulu hati masing – masing. Bagaimana bisa sebuah perbuatan yang bertujuan untuk membuat damai dilakukan oleh individu – individu yang tidak damai. Lagian, berbuat damai itu kan tidak bisa terwujud jika dilakukan dengan menjatuhkan, menghujat ataupun mencerca. Ingat, Tuhan itu Maha Kuasa. Dia tidak butuh kita sanjung dengan cara yang tidak santun.

Jika kita bisa menggunakan konsep kasih sayang selayaknya orang yang kasmaran, saya berani menjamin kedamaian antar umat beragama pasti bisa terwujud tanpa terbentengi oleh keangkuhan yang berlabel kesombongan

Ayolah umat muslim, buang segala arogan dalam jiwa kalian. Kalau mereka bisa menghormati kita, apa susahnya sih untuk menghormati mereka juga. Ingat, perbedaan itu yang menciptakan Tuhan juga. Saya yakin Tuhan menciptakan perbedaan dengan tujuan agar kita bisa saling menghargai dan menghormati satu dan yang lainnya.

Duh, kenapa pembahasan saya jadi melenceng gini ya. Lain kali saya akan bikin tulisan yang khusus untuk mengkritisi umat Islam yang akhir – akhir ini agak gila hormat.

Balik lagi ke lelaki saya itu. Kok sudah ga mood lagi ya. Ehhhmmm gini deh, intinya kami cuma bertahan selama 2 tahun. Karena pada akhirnya kami tidak bisa memaksakan kehendak masing – masing untuk memilih 1 agama. Saya sadar bahwa segala sesuatu jika terpaksa, tidak akan baik hasilnya. Begitupun dengan agama. Saya tidak bisa jika harus mengorbankan prinsip saya hanya untuk kebahagiaan semata tanpa mempertimbangkan banyak hal. Satu yang saya yakini adalah, Tuhan itu satu tetapi kita, umat manusia, menyebutnya dengan cara yang berbeda. Tujuan kita semua sebenarnya sama yaitu menuju kepadaNya, tetapi alat yang kita pakai berbeda.

Setelah memutuskan hubungan dengan dia, entah kenapa setelahnya saya jadi berganti – ganti lelaki dengan agama yang berbeda juga. Saya pernah berbagi hati dengan lelaki Hindu. Kristen dan Katholik. Bahkan ketika saya sudah memakai Jilbab begini, saya malah diajak nikah dengan lelaki Kristen. Weleh weleh kok saya laku keras di luar Islam. Saya tidak pernah menyesali pernah berhubungan dengan mereka. Karena dari merekalah saya belajar untuk menjadi Muslim yang baik, saya belajar menghargai dalam arti yang sebenarnya dan saya belajar untuk menghormati pilihan yang menjadi hak setiap umat tanpa harus mencibir, menggunjing ataupun memaksa mereka untuk mengikuti pilihan yang (sok) benar.

Beda itu Indah, dan saya sudah membuktikannya. Saya tidak pernah ragu untuk menginjakkan langkah saya di bidak warna hitam ataupun putih karena abu – abu pun tidak pernah salah sebagai warna. Saya tidak pernah mau menjerat Tuhan kedalam kotak dan menutup dengan sebuah tirai bernama keseragaman. Beda itu sangat indah. Cobalah untuk sesekali melihat dunia sekitar dan tanggalkan segala keangkuhan. Pelangi justru terlihat indah karena perbedaan warna yang terbentuk dari bias cahaya. Kalaulah kesusahan adalah hujan dan kebahagiaan adalah matahari, kita butuh keduanya agar dapat melihat pelangi. Jadi, yakinlah jika beda itu memang indah.


Selamat berkompromi dan bersahabat dengan segala perbedaan


“Benteng begitu tinggi sulit untuk kugapai..aku untuk kamu, kamu untuk aku..namun semua apa mungkin, iman kita yang berbeda…Tuhan memang satu, kita yang tak sama..haruskah aku lantas pergi meski cinta tak kan bisa pergi” –Marcell Siahaan-


-Jakarta, 13 Oktober 23:25 didalam kamar kos diiringi suara kodok, lagunya Marcell dan gerimis diluar-




Holaaaa …!!! Whoaaaa, sudah lama saya ga mampir untuk update blog yang sudah dibikin dengan susah payah berpeluh keringat bersimbah amarah, oke maaf saya khilaf dan akan segera menghentikan ke-lebay-an ini. Saya akui dengan jujur dan kerendahan hati *mulai kumat* kalo saya termasuk orang yang malas dan tergantung mood untuk menulis. Padahal ditengah ke(sok)sibukan saya, ada banyak cerita yang bisa dibagi buat (siapapun?) yang mau baca. Tapi ya itu tadi, saya selalu berlindung dengan damai dibalik keadaan malas dan sibuk. Pweew, sangat tidak intelek sekali. Tapi, kalo alasan kan ga perlu dibikin (sok) intelek bukan, itung – itung saya belajar jadi orang yang bicara apa adanya, ga muluk – muluk apalagi terlalu mengumbar janji – janji palsu kalo kenyataannya ga bisa bikin jadi nyata *mata nanar sambil ngupil*


Jadi begini ya, saya lagi pengen cerita akhir pekan yang indah banget. Cuman weekend ini sih, soalnya weekend yang sudah lewat saya juga ga terlalu inget ngapain aja. Saking ga berkesannya sampe nginget aja males *nangisgaruk2tembok* .

Sejak seminggu yang lalu, saya sangat menunggu – nunggu hari sabtu dan minggu ini. Kenapa oh kenapa? Karena hari sabtu, saya akan mengunjungi pameran tentang studi di Eropa yang di adakan di Balai Kartini, namanya EHEF 2010. Ya, saya masih sangat ambisi menjemput impian Beasiswa S2 di Eropa (kalo bisa sih ya di Belanda). Saya ingin membangkitkan kembali keinginan untuk bisa nginjekin kaki di negara yang sudah menorehkan sejarah masa silam di negeri kita tercinta ini. Saya ingin melihat secara langsung seperti apa sih aslinya bentuk bunga tulip itu. Saya ingin jalan – jalan di seluruh Negara di benua Eropa. Dan yang terutama, saya ingin sekolah ambil S2, ya syukur – syukur bisa nikah sama bule-kaya- *teteuuupp* yang ketemunya di taman kota Amsterdam *hallaahh*. Sederhana kok keinginan saya. Cuman sekolah aja. Tapi buat mewujudkannya itu loh, amit – amit butuh komitmen yang panjang kali tinggi kali lebar sama dengan luas. Sussaaahhh banget untuk memotivasi diri sendiri. Banyak alasan yang dengan sengaja saya buat – buat untuk menunda keinginan yang sebenernya sudah ada sejak pertengahan 2009. Alasan Karier di kerjaan, alasan jauh dari orang tua dan alasan takut lupa nikah *oke, yang terakhir kamuflase doank*.

2 kali di tahun 2010 ini saya ikut tes TOEFL untuk melengkapi salah satu persyaratan pengajuan beasiswa. Dan 2 kali itu juga, saya GAGAL!!!. Saya sih bukan orang yang gampang putus asa ya. Tapi, kenapa disaat rasa malas menyerang, alam selalu memberikan reaksi yang mendukung kemalasan saya. Tiba – tiba kerjaan saya jadi ruwet bin riweh. Saya diharuskan untuk sering keluar kota, keluar pulau. Dalam sebulan, paling nggak 2 minggu saya habiskan diluar Jakarta. Bagus sih buat mental, tapi ga bagus buat cita – cita saya. Duh, (lagi – lagi) seperti menemukan alasan yang sempurna untuk menunda S2. padahal kan umur ga bisa ketunda. Iya kalo tahun depan, dimana saya sudah 30 tahun, saya dapet. Lha kalo nggak, tepok jidat aja deh. Umurnya tetep jalan pasti, bulenya belom keliatan hidung bangirnya, eh S2 juga belum ketauan nasibnya *ngelus dada orang lain*

Nah, karena ketakutan – ketakutan diatas itulah saya akhirnya semangat untuk tidak menunda belajar TOEFL, ikutan kursus bahasa Ingris *pengen nangis kalo inget harganya*, mulai mendaftar ikutan tes TOEFL di NESO dan yang terpenting adalah membulatkan tekad untuk tidak menjadikan keinginan dapet beasiswa di Eropa berhenti hanya sebagai wacana.

Jadi, dengan semangat 45, walaupun sebelum berangkat ke Balai Kartini, hujan deras mengguyur Jakarta, tak menghalangi niat saya untuk berangkat. Syukurlah, Tuhan memberi jalan, menghentikan sejenak hujan dan memberi kesempatan ke saya untuk menggapai cita meraih asa wujudkan cinta *tangan terkepal keatas*. Janjian dengan seorang teman, sebut aja TENO (sesuai permintaan yang bersangkutan, untuk menghindarkan pitnah, nama tidak disamarkan), saya bersuka cita menjelajah dari satu stand ke stand yang lain. Lumayan, bule nya cakep – cakep dan info beasiswanya lengkap untuk tahun ajaran 2011, Alhamdulillah, setelah mengumpulkan brosur yang kalo di kiloin bisa nambah gaji sebulan, niat saya semakin membaja untuk bisa berangkat sekolah. Melihat antusiasme orang – orang yang bersliweran dengan tujuan yang sama dengan saya, atau mungkin berbeda bagi mereka yang mampu kan ga usah nyari beasiswa, hati kecil berkata (agak nyombong dikit) “masa sih ga bisa dapet beasiswa kesana.” Sombong sih kedengerannya, tapi aslinya buat nutupin ke-tidak-PD-an saya. Kalau kita ga berusaha meraihnya dengan sungguh – sungguh, ya bakalan keambil sama orang. Allah aja bilang, kalo kita ga ngerubah nasib, ya bakalan gitu – gitu aja. Ga maju, ga mundur atau bisa – bila malah nyusruk.

Nah, disini saya sekarang. Berani menulis di blog tentang kemantapan saya untuk belajar dengan sungguh – sungguh meraih impian yang sempat tertunda. Berjuang dengan sepenuh jiwa dan doa. Mudah – mudahan kali ini tidak ada alasan lagi buat saya untuk menunda atau menghentikan langkah menuju ke Eropa. Buat (siapapun?) yang baca, kalian akan jadi yang ketiga yang akan saya beri tahu jika tahun 2011 saya berangkat ke Eropa untuk sekolah dan berumah tangga *teteeuuppp ga mau rugi*. Amieeennn *mulut komat kamit berdo’a*. Ingetin saya ya, kalo saya mulai kendor semangat. Saya ingin menjadikan tahun 2011 menjadi tahun kemenangan. Apapun itu. Semangat Semangat Semangat !!! Bismillah *buka buku TOEFL*

Saatnya ngelanjutin cerita kegiatan dihari minggu. Pertengahan bulan September, saya mendaftar untuk ikutan Workshop Writing yang diadakan oleh Asma Nadia. Awalnya saya sedikti ragu, karena dari beberapa buku yang dia tulis, tidak terlalu menarik buat saya. Hanya penuturan yang lugas dari beberapa kisah inspiratif. Tapi, karena saya bener – bener ingin belajar tentang teori kepenulisan, akhirnya saya jadi untuk mendaftar. Saya tidak menyangka kalo pesertanya lumayan banyak. Sekitar 70 orang yang saya hitung ketika sampai di tempat. Sebagian besar wanita dan berjilbab. Malah ada ustadz yang ikutan segala

Ternyata selain Asma Nadia yang memberikan materi, suaminya, Isa Alamsah juga ikut sebagai pemateri. Pak Isa, pengarang Best Seller buku motivasi yang berjudul No Excuse, orangnya kocak dan blak blakan dalam memberikan materi. Memudahkan peserta untuk menanyakan apapun yang ingin ditanyakan tanpa merasa malu ataupun sungkan. Asma Nadia yang awalnya saya pikir adalah wanita yang islami sekali *baca:Akhwat berbaju gombrong dan berjilbab lebar* ternyata tidak seperti yang saya bayangkan. Wanita yang ramah, selalu tersenyum dengan jilbab yang tidak besar namun rapi. Memberikan motivasi untuk selalu menulis dan selalu berkata untuk tidak pernah mengubur keinginan menjadi seorang penulis karena menulis itu berjuang. Dhuaar!!!, seperti kesamber petir saya mendengar perkataannya.

Sebelum mengikuti Workshop ini, sebenarnya saya sudah mengirimkan 2 naskah cerpen yang saya buat beberapa bulan yang lalu. Nah, pas ditengah – tengah sesi, Mbak Asma mengevaluasi satu persatu naskah yang sudah dikirim oleh peserta. Tidak semua peserta sih yang ngirim naskah. Pas giliran naskah saya yang dievaluasi, Mbak Asma bilang kalo secara keseluruhan naskah saya sudah bagus, mengalir dan Jelas cara berceritanya…whoaaaa, saya jadi GR. Revisinya cuma ada di beberapa tanda baca yang ngaco, tapi dari keseluruhan cerpen yang dikirim, dia bilang saya sudah seperempat jalan lagi untuk bisa bener – bener serius jadi penulis. Hidung saya kembali kembang kempis ^__^


Membuat sebuah Novel adalah hal lain yang saya tunda tahun ini walaupun sketsa – sketsa nya sudah saya buat. Tergeletak gitu aja di laptop, sudah tidak pernah saya sentuh hampir 6 bulan dengan alasan (lagi-lagi) basi, sibuk ga ada waktu buat nulis. Duh, Pak eSBeYe aja ditengah – tengah kesibukannya sempet bikin album, wong saya cuman rakyat biasa masak iya sih sesibuk itu sampe nunda keinginan bikin buku. Dasar manusia.


Karena itulah, saya bener – bener termotivasi kembali, seperti diberikan stimulus untuk bangkit nyatuin serpihan – serpihan ide dan dibuat satu kesatuan untuk dibikin buku. Kata Asma Nadia, kita musti berikrar di depan orang lain, sebagai saksi bahwa kita bisa jadi penulis, karena sebenernya nulis itu mudah. Oke, saya akuin, nulis itu memang ga terlalu sulit, tapi yang sulit adalah menaklukkan rasa MALAS *kalo ada yang mulai protes kenapa saya sangat pemalas, saya mau nanya dukun dulu kenapa saya bisa terlahir sebagai pemalas*


Alhamdulillah, dengan materi yang sangat berbobot dan motivasi yang tiada henti sepanjang Workshop tersebut, bikin kobaran api menulis kembali menyala. Bahkan, sebelum pulang saya bersalaman dengan Asma Nadia dan bilang “Mbak, tolong doakan saya ya, Insya Allah tahun depan buku saya naik cetak di penerbit. Sekarang sudah setengah jalan nulis novelnya” dan dia menjawab “Saya akan nunggu kabar hari dimana buku kamu naik cetak di Penerbit. Tolong kabari saya ya.” Kalo nginget lagi, saya pengen ketawa, buku apa yang mau dicetak, wong idenya masih korat karit. Perlu ngumpulin emosi buat nyatuinnya. Tapi minimal saya sudah berikrar, tahun 2011 Novel saya sudah terpajang di Toko Buku *ya iyyaalah, masak toko kain*. Bismillah kembali saya ucapkan. Kalian saksinya yaaa…


Duh, cuman 3 hal aja kok yang pengen saya wujudkan tahun depan (2011). Nikah, Sekolah S2 di Eropa dan bikin buku. Ga muluk – muluk kan, tapi berlebihan … hahahaha, apapun itu, saya ga mau sesumbar apapun. Yang saya tulis semuanya disini adalah cita – cita saya. Kenapa saya perlu menuliskannya dan (mungkin) dibaca orang banyak, ga lebih hanya untuk sekedar memotivasi saya dan terus mengingatkan saya untuk tidak tunduk pasrah pada keadaan dan terus mengejar cita cinta dengan limpahan doa agar Allah merestui langkah saya. Semua yang saya ingin wujudkan bukan sekedar keinginan pribadi saja. Bukan sekedar sok – sok an. Bukan hanya ingin pamer ataupun bikin iri orang, Tidak. Ada sesuatu yang besar untuk kepentingan orang banyak yang ingin saya wujudkan jika ketiga hal tersebut sudah saya lewati. Apapun nanti yang ingin saya wujudkan, semoga saya bisa mewujudkannya dengan keihlasan niat.


Yuk teman – teman yang sekarang sedang berusaha mewujudkan keinginan yang tertunda, mari kita sama – sama berjuang cerdas untuk mewujudkannya. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini jika kita berusaha dan berdoa. Insya Allah kita akan selalu diberikan keringanan langkah jika kita sungguh – sungguh berjalan sesuai aturan. Ya, miring – miring dikit ga papa lah, yang penting halal ^__^. Bismillah ...

-Jakarta, 10 Oktober 2010-
Thanks Mbak Asma buat hadiah kaosnya. Kaos yang penuh motivasi