Akhir – akhir ini saya hobi sekali untuk mengeluh. Dimanapun dan kapanpun keluhan seolah selalu mendapatkan tempat terhormat dikeseharian saya.
Setiap hari senin pagi, saya selalu mempunyai alasan untuk malas berangkat ke kantor. Akibatnya nyampe kantor selalu telat. Saya mengeluh kenapa sabtu dan minggu cepat sekali berlalu hingga senin pun sudah datang dengan cepatnya merenggut kesenangan saya.
Ngeliat raut muka komputer, perut saya langsung mulas karena sudah terbayang berapa banyak angka yang akan saya kerjakan setiap harinya. Menjelang makan siang, saya kembali diliputi cemas. Makan siang di kantin kantor biasanya ga terlalu enak untuk disantap. Walhasil, saya mendatangi kubikel teman – teman hanya untuk sekedar menanyakan mereka akan makan siang dimana, padahal waktu masih 30 menit lagi menuju jam makan siang. Selesai makan siang yang super duper lama karena sengaja di lama – lamain, kembali ke kantor tapi mampir dulu di musholla. Kembali menatap penuh mesra layar kompi jam 13.30. Nggak langsung kerja, ngecek email yahoo, gmail, myspace, ngintip twitter, senyum – senyum memandang facebook dan chit chat dengan teman yang sesekali melewati kubikel saya. Kerja serius lagi sekitar jam 2. Ternyata kerjanya juga tidak terlalu serius. Tetep aja sesekali ngintipin SocMed. Walaahh kalau di itung, waktu produktif saya cuman 6 jam saja. Sisanya ya makan gaji buta :D
Pulang kantor langsung ke kamar, (seringkali tidak) mandi, makan sambil nonton TV. Acara TV jelek, ngeluh dan ngomel sendiri kenapa semakin hari sinetron kok ga mutu dan seperti penyakit kronis yang ga bisa diobati. Ganti channel sana sini, kalo ga ada yang bagus ya dimatiin. Kalo mood langsung nulis, kalo ga mood ya cuman baca. Baca apapun sih, TOEFL ataupun beberapa buku yang belum sempat tersentuh semenjak dibeli. Kalo malesnya kumat, ya langsung tidur wong malemnya ga ada yang akan menelepon saya, palingan Cuma beberapa teman yang iseng nelpon ato sms hanya sekedar basa basi *curhat sisipan* . Kalo dapat jatah keluar pulau sih lumayan, daripada lumanyun kan *ga lucu ya*. Kalo dinas *berasa PNS* luar, enak bisa diselingin jalan – jalan. Curi – curi waktu supaya bisa pulang ke Situbondo.
Begitulah rutinitas setiap hari sampai akhir pekan datang. Niatnya sih sabtu atau minggu bangun siang. Tapi entah kenapa seringkali malah bangunnya pagi. Susah diajak kompromi. Kalo sudah ada janji, ya seharian keluar. Kalo tidak ada kegiatan apapun, ya membusuk di kamar sampai senin menjelang. Kalo ada yang penasaran (siapa?) kenapa saya tidak keluar sama pacar, saya jawab, saya masih single. Silahkan kalo ada kenalan ataupun sodara ataupun teman akrab yang cihuy, bisa dikenalkan pada saya, siapa tau berhasil *iklan kontak jodoh gratisan*
Kenapa ya, saya jadi suka mengeluh. Setelah ditelisik, ternyata saya jenuh. Jenuh dengan rutinitas yang bisa ketebak alurnya. Ga ada konflik yang berarti. Bukannya saya minta dikasih masalah sih, wong belum nikah sampai sekarang aja sudah bikin mumet ga karuan kalo ketemu sama sodara – sodara terutama mereka yang mulutnya comel. Tapi, kalau misalkan ada sedikir surprise diantara rutinitas itu kan bikin hidup kita lebih berwarna. Meminjam tagline salah satu iklan rokok “bikin hidup lebih hidup”. Maunya sih kejutan yang positif.
Duh, manusia. Mintanya kok yang baik – baik aja. Giliran dikasih yang baik, seringkali lupa bersyukur. Dikasih yang ga enak, yang ada malah mempertanyakan dan nangis – nangis diatas sajadah berjanji macam – macam seolah – olah Tuhan itu ga tau apa kalo biasanya kita cuma bisa basa basi tanpa ada realisasi yang berarti. Mungkin dimanapun Tuhan berada, Dia akan hanya tersenyum saja melihat tingkah polah umatNya. Malu sih saya kalo ingat kelakuan yang masih jauuuh dari kata bersyukur.
Salah satu cara yang biasanya saya lakukan ya yang sederhana saja. Kalo saya jenuh bekerja, saya ingat lagi jaman dulu masih cari kerja disana sini, interview ditolak, ngirim lamaran ga dipanggil, ngebelain ikut tes PNS sampai hampir pingsan di Senayan gara – gara sakit, trus ingat orang – orang yang banyak sekali kesusahan untuk mengganjal perut mereka sehari – hari karena belum mempunyai penghasilan yang pasti. Saya langsung bersyukur Tuhan masih memberikan kepercayaan kepada saya untuk bisa menghidupi keseharian saya dengan materi yang halal. Asal jangan lupa aja untuk menyisihkan hak buat mereka yang membutuhkan.
Kalo saya males makan gara – gara makanannya nggak enak, saya langsung teringat banyak orang diluar sana yang kelaparan, anak – anak yang dilanda gizi buruk karena tidak tercukupinya gizi untuk mereka. Teringat pemulung yang mengais makanan sisa di tong sampah. Teringat bapak dan ibu yang selalu makan sederhana karena menyisihkan uangnya untuk dikirim kepada anak – anaknya yang kuliah diluar kota. Teringat korban bencana alam yang makan dari hasil sumbangan yang sangat terbatas, makan dari hasil masakan di dapur umum yang belum tahu bagaimanan tingkat kebersihan, rasa ataupun gizinya. Yang saya lakukan kemudian adalah, saya akan selalu bersyukur bahwa saya masih bisa makan normal sehari – hari dengan gizi bagus dan tidak kelaparan. Saya berusaha untuk menghabiskan setiap butir nasi yang ada didalam piring. Membuang nasi berarti saya menghina diri sendiri karena terlalu sombong dan tidak mengingat saudara – saudara yang berkesusahan makan diluar sana
Kalo saya ngomel karena acara TV ga ada yang bagus, saya akan teringat korban bencana alam di berbagai belahan bumi yang tidak akan memikirkan tentang hiburan karena untuk mencari tempat bernaung saja sudah susah. Kedinginan dan kepanasan karena tempat tinggal yang tak layak dan harus berbagi tempat dengan banyak pengungsi dengan fasilitas air bersih yang terbatas sehingga mereka seringkali terjangkit sakit yang berhubungan dengan saluran pencernaan. Saya akan teringat tunawisma yang tidur disembarang tempat. Tunawisma yang tua bekerja sampai malam dan tertidur kelelahan di emperan toko, bawah jembatan, dipinggir got yang bau, taman – taman diudara yang terbuka. Harus merasakan dingin yang menggigit, merasuk sampau ke tulang dan paru – paru. Saya teringat pada anak – anak kecil yang menjadi contoh nyata potret kemiskinan negeri ini dimana hak – hak mereka terampas oleh tangan – tangan kotor yang rakus akan kekuasaan tanpa memikirkan nasib rakyat yang akan menjadi generasi penerus bangsa, yang harus tidur dibawah lampu merah, di halte bus. Banyak dari mereka yang mendapatkan perlakuan tidak senonoh dari sesama teman. Tidak mendapatkan pendidikan ataupun penghidupan. Yang bisa saya lakukan adalah bersyukur karena saya masih bisa membayar sewa kos dengan imbalan menempati kamar yang tiap hari dibersihkan lengkap dengan fasilitas yang ada. Tidak ada alasan untuk saya berkeluh kesah
Kalau saya merasa bahwa bapak dan ibu mulai nyebelin, saya akan teringat beberapa orang teman yang sudah tidak mempunyai orang tua. Sudah tidak bisa lagi merasakan kehangatan pelukan orangtua. Ada yang orangtuanya bercerai ataupun sudah dipanggil yang kuasa. Bagaimana dengan anak – anak yang ada dipanti asuhan? Mereka tidak merasakan kasih sayang orang tua semenjak kecil karena beberapa alasan sehingga mereka harus puas untuk berbagi kasih sayang dengan penghuni panti yang lain. Belum lagi nasib anak – anak korban bencana yang terpisah dengan orang tuanya. Tidak tau harus mencari kemana sehingga mereka akhirnya terlunta – lunta. Terenggut kebahagiaan masa kecilnya dengan terpaksa harus bekerja, menikmati kerasnya kehidupan sebelum waktunya. Saya bersyukur masih bisa didampingi oleh bapak dan ibu yang Alhamdulillah masih sehat dan dalam keadaan yang baik – baik saja. Kalaupun saya mulai berselisih paham dengan mereka, yang saya ingat adalah mereka sebenarnya sedang menunjukkan rasa kasih sayang dengan cara mereka. Karena antara saya dan bapak ibu berbeda generasi, sehingga terjadi gap untuk masalah komunikasi. Cara yang terbaik untuk terhindar dari perselisihan adalah dengan mengingat bahwa mereka adalah berkah dan nikmat dari Tuhan yang paling tak ternilai harganya. Saya harus selalu membuat mereka bahagia dia akhir usia saya atau mereka karena apapun yang saya lakukan sebenarnya tak akan pernah bisa membalas apa yang telah mereka korbankan untuk saya. Ucapan “saya akan selalu menemani ibu bapak dan akan selalu menjadi anak yang berbakti dengan cara yang terpuji” bukanlah janji yang berlebihan sebagai tanda sayang saya kepada mereka.
Kalau saya merasa bahwa saya mempunyai teman – teman yang tidak setia dan selalu menimbulkan masalah, saya akan teringat pada mereka yang menyandang cacat, dikucilkan oleh masyarakat karena mempunyai penyakit yang (mungkin) berbahaya ataupun mereka yang tidak diterima oleh lingkungan sekitar karena dianggap sebagai “sampah” masyarakat. Betapa menderitanya mereka karena tidak mempunyai teman untuk berbagi. Betapa sedihnya mereka karena tidak ada sandaran hanya sekedar untuk berkeluh kesah. Setidaknya saya sangat beruntung masih dikelilingi teman – teman yang mau menerima saya apa adanya. Yang perlu saya lakukan adalah Selalu menjadi teman buat siapapun dalam keadaan suka dan duka dan tak lupa selalu berbagi senyuman karena dengan senyuman sesungguhnya kita seolah berkata “terimakasih kalian adalah teman yang sangat berharga untuk kehidupan saya”. Dengan tersenyum, tidak akan mengurangi apapun dalam kehidupan kita. Dengan tersenyum sebenarnya kita sudah beribadah dengan menyebarkan aura kebahagiaan kepada orang lain.
Kalau saya merasa gaji saya kurang untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari, sesungguhnya saya telah bersikap sombong. Harusnya saya mengingat betapa banyak orang tidak memikirkan hari sabtu minggu akan jalan – jalan di mall mana ataupun akan merasakan makanan enak direstoran apa karena mereka lebih berkutat pada pertanyaan apakah ada uang untuk membeli makanan hari ini. Kalau saya selalu berkata dalam hati bahwa barang – barang saya kurang bermerek dibandingkan teman – teman, harusnya saya mengingat bahwa mereka para veteran perang harus tersingkirkan tak dihargai oleh Negara yang mereka bela dengan susah payah dan bersimbah darah mempertaruhkan nyawa. Jangankan barang bermerek, bisa hidup dengan pekerjaan dan penghasilan seadanya saja sudah membuat mereka bersyukur tak hingga pada Yang Maha Kuasa. Mengapa saya harus memikirkan perkataan orang tentang segala macam keduniaan yang saya miliki sedangkan orang – orang yang berkekurangan saja tak pernah mengeluh hebat dengan segala keterbatasan yang dimiliki.
Jika saya mengeluh karena masih belum dipertemukan dengan jodoh saya sampai saat ini, saya akan selalu bersyukur karena Tuhan masih memberi kesempatan pada saya untuk terus memperbaiki diri dan menyelesaikan apa yang menjadi keinginan ataupun tanggungan yang saya miliki. Saya selalu yakin bahwa Tuhan akan mempertemukan saya denga lelaki yang telah dipilihnya pada waktu dan saat yang tepat. Tuhan Maha Tau kan dengan segala rencanaNya. *curhat maksa*
Tak akan ada habisnya kalau kita hanya ingin memperturuti nafsu duniawi. Tak akan ada selesainya jika kita ingin menuruti perkataan orang hanya karena ingin diakui menjadi bagian dari komunitas yang dipandang mewah oleh lingkungan sekitar. Tak akan ada manfaatnya jika kita selalu menimbun nafsu duniawi tanpa ada hasrat untuk berbagi.
Hal – hal sederhana tersebut yang selalu mengingatkan saya agar terus bersyukur dan berusaha untuk selalu berbuat baik kepada sesama. Saya masih belajar bagaimana caranya ikhlas. Saya masih berusaha untuk tidak hanya pada tataran wacana tetapi berbuat menjadi nyata. Bersyukur dan berbuat nyata saya rasa adalah cara yang membumi agar dapat mengingatkan pada diri sendiri untuk selalu membantu sesama sekecil apapun bentuk bantuan itu.
Jadi, sudah tidak ada alasan lagi kan untuk mengeluh ? hiasi detik demi detik yang tersisa dengan selalu bersyukur padaNya dalam kata – kata dan wujud nyata.
-Jakarta, 14 Oktober 2010 23:00-
Hai kau lelaki idaman, segeralah datang dipangkuan *seruan tak bertuan hahaha*
Tambahan : Kalo ada yang ngeluh tentang banjir dan macet di jakarta, syukuri saja, setidaknya kita kan masih punya kerjaan,penghasilan, ada harapan. Korban Wasior dan Lumpur Lapindo sudah redup harapan hidupnya, tetapi semangat mereka untuk tetap bertahan dan membuat perubahan tidak akan pernah redup tergerus apapun. Mungkin,pindah dari Jakarta adalah salah satu solusi yang baik, daripada cuman sekedar mengeluh tanpa ada tindakan apapun :D . Kalo ga mau pindah, ya jaga lingkungan aja. mulai dari diri sendiri. klasik, buang sampah pada tempat sampah yang disediakan, tiadakan penggunaan plastik untuk belanja (bumi kita sudah sangat tercekik oleh sampah plastik), kalo yang sudah punya rumah ya tanami tumbuhan supaya jadi tempat resapan dan berhemat sumber daya alam (air, tanah dll)
Gambar dipinjam dari getty images dan koleksi pribadi
Setiap hari senin pagi, saya selalu mempunyai alasan untuk malas berangkat ke kantor. Akibatnya nyampe kantor selalu telat. Saya mengeluh kenapa sabtu dan minggu cepat sekali berlalu hingga senin pun sudah datang dengan cepatnya merenggut kesenangan saya.
Ngeliat raut muka komputer, perut saya langsung mulas karena sudah terbayang berapa banyak angka yang akan saya kerjakan setiap harinya. Menjelang makan siang, saya kembali diliputi cemas. Makan siang di kantin kantor biasanya ga terlalu enak untuk disantap. Walhasil, saya mendatangi kubikel teman – teman hanya untuk sekedar menanyakan mereka akan makan siang dimana, padahal waktu masih 30 menit lagi menuju jam makan siang. Selesai makan siang yang super duper lama karena sengaja di lama – lamain, kembali ke kantor tapi mampir dulu di musholla. Kembali menatap penuh mesra layar kompi jam 13.30. Nggak langsung kerja, ngecek email yahoo, gmail, myspace, ngintip twitter, senyum – senyum memandang facebook dan chit chat dengan teman yang sesekali melewati kubikel saya. Kerja serius lagi sekitar jam 2. Ternyata kerjanya juga tidak terlalu serius. Tetep aja sesekali ngintipin SocMed. Walaahh kalau di itung, waktu produktif saya cuman 6 jam saja. Sisanya ya makan gaji buta :D
Pulang kantor langsung ke kamar, (seringkali tidak) mandi, makan sambil nonton TV. Acara TV jelek, ngeluh dan ngomel sendiri kenapa semakin hari sinetron kok ga mutu dan seperti penyakit kronis yang ga bisa diobati. Ganti channel sana sini, kalo ga ada yang bagus ya dimatiin. Kalo mood langsung nulis, kalo ga mood ya cuman baca. Baca apapun sih, TOEFL ataupun beberapa buku yang belum sempat tersentuh semenjak dibeli. Kalo malesnya kumat, ya langsung tidur wong malemnya ga ada yang akan menelepon saya, palingan Cuma beberapa teman yang iseng nelpon ato sms hanya sekedar basa basi *curhat sisipan* . Kalo dapat jatah keluar pulau sih lumayan, daripada lumanyun kan *ga lucu ya*. Kalo dinas *berasa PNS* luar, enak bisa diselingin jalan – jalan. Curi – curi waktu supaya bisa pulang ke Situbondo.
Begitulah rutinitas setiap hari sampai akhir pekan datang. Niatnya sih sabtu atau minggu bangun siang. Tapi entah kenapa seringkali malah bangunnya pagi. Susah diajak kompromi. Kalo sudah ada janji, ya seharian keluar. Kalo tidak ada kegiatan apapun, ya membusuk di kamar sampai senin menjelang. Kalo ada yang penasaran (siapa?) kenapa saya tidak keluar sama pacar, saya jawab, saya masih single. Silahkan kalo ada kenalan ataupun sodara ataupun teman akrab yang cihuy, bisa dikenalkan pada saya, siapa tau berhasil *iklan kontak jodoh gratisan*
Kenapa ya, saya jadi suka mengeluh. Setelah ditelisik, ternyata saya jenuh. Jenuh dengan rutinitas yang bisa ketebak alurnya. Ga ada konflik yang berarti. Bukannya saya minta dikasih masalah sih, wong belum nikah sampai sekarang aja sudah bikin mumet ga karuan kalo ketemu sama sodara – sodara terutama mereka yang mulutnya comel. Tapi, kalau misalkan ada sedikir surprise diantara rutinitas itu kan bikin hidup kita lebih berwarna. Meminjam tagline salah satu iklan rokok “bikin hidup lebih hidup”. Maunya sih kejutan yang positif.
Duh, manusia. Mintanya kok yang baik – baik aja. Giliran dikasih yang baik, seringkali lupa bersyukur. Dikasih yang ga enak, yang ada malah mempertanyakan dan nangis – nangis diatas sajadah berjanji macam – macam seolah – olah Tuhan itu ga tau apa kalo biasanya kita cuma bisa basa basi tanpa ada realisasi yang berarti. Mungkin dimanapun Tuhan berada, Dia akan hanya tersenyum saja melihat tingkah polah umatNya. Malu sih saya kalo ingat kelakuan yang masih jauuuh dari kata bersyukur.
Salah satu cara yang biasanya saya lakukan ya yang sederhana saja. Kalo saya jenuh bekerja, saya ingat lagi jaman dulu masih cari kerja disana sini, interview ditolak, ngirim lamaran ga dipanggil, ngebelain ikut tes PNS sampai hampir pingsan di Senayan gara – gara sakit, trus ingat orang – orang yang banyak sekali kesusahan untuk mengganjal perut mereka sehari – hari karena belum mempunyai penghasilan yang pasti. Saya langsung bersyukur Tuhan masih memberikan kepercayaan kepada saya untuk bisa menghidupi keseharian saya dengan materi yang halal. Asal jangan lupa aja untuk menyisihkan hak buat mereka yang membutuhkan.
Kalo saya males makan gara – gara makanannya nggak enak, saya langsung teringat banyak orang diluar sana yang kelaparan, anak – anak yang dilanda gizi buruk karena tidak tercukupinya gizi untuk mereka. Teringat pemulung yang mengais makanan sisa di tong sampah. Teringat bapak dan ibu yang selalu makan sederhana karena menyisihkan uangnya untuk dikirim kepada anak – anaknya yang kuliah diluar kota. Teringat korban bencana alam yang makan dari hasil sumbangan yang sangat terbatas, makan dari hasil masakan di dapur umum yang belum tahu bagaimanan tingkat kebersihan, rasa ataupun gizinya. Yang saya lakukan kemudian adalah, saya akan selalu bersyukur bahwa saya masih bisa makan normal sehari – hari dengan gizi bagus dan tidak kelaparan. Saya berusaha untuk menghabiskan setiap butir nasi yang ada didalam piring. Membuang nasi berarti saya menghina diri sendiri karena terlalu sombong dan tidak mengingat saudara – saudara yang berkesusahan makan diluar sana
Kalo saya ngomel karena acara TV ga ada yang bagus, saya akan teringat korban bencana alam di berbagai belahan bumi yang tidak akan memikirkan tentang hiburan karena untuk mencari tempat bernaung saja sudah susah. Kedinginan dan kepanasan karena tempat tinggal yang tak layak dan harus berbagi tempat dengan banyak pengungsi dengan fasilitas air bersih yang terbatas sehingga mereka seringkali terjangkit sakit yang berhubungan dengan saluran pencernaan. Saya akan teringat tunawisma yang tidur disembarang tempat. Tunawisma yang tua bekerja sampai malam dan tertidur kelelahan di emperan toko, bawah jembatan, dipinggir got yang bau, taman – taman diudara yang terbuka. Harus merasakan dingin yang menggigit, merasuk sampau ke tulang dan paru – paru. Saya teringat pada anak – anak kecil yang menjadi contoh nyata potret kemiskinan negeri ini dimana hak – hak mereka terampas oleh tangan – tangan kotor yang rakus akan kekuasaan tanpa memikirkan nasib rakyat yang akan menjadi generasi penerus bangsa, yang harus tidur dibawah lampu merah, di halte bus. Banyak dari mereka yang mendapatkan perlakuan tidak senonoh dari sesama teman. Tidak mendapatkan pendidikan ataupun penghidupan. Yang bisa saya lakukan adalah bersyukur karena saya masih bisa membayar sewa kos dengan imbalan menempati kamar yang tiap hari dibersihkan lengkap dengan fasilitas yang ada. Tidak ada alasan untuk saya berkeluh kesah
Kalau saya merasa bahwa bapak dan ibu mulai nyebelin, saya akan teringat beberapa orang teman yang sudah tidak mempunyai orang tua. Sudah tidak bisa lagi merasakan kehangatan pelukan orangtua. Ada yang orangtuanya bercerai ataupun sudah dipanggil yang kuasa. Bagaimana dengan anak – anak yang ada dipanti asuhan? Mereka tidak merasakan kasih sayang orang tua semenjak kecil karena beberapa alasan sehingga mereka harus puas untuk berbagi kasih sayang dengan penghuni panti yang lain. Belum lagi nasib anak – anak korban bencana yang terpisah dengan orang tuanya. Tidak tau harus mencari kemana sehingga mereka akhirnya terlunta – lunta. Terenggut kebahagiaan masa kecilnya dengan terpaksa harus bekerja, menikmati kerasnya kehidupan sebelum waktunya. Saya bersyukur masih bisa didampingi oleh bapak dan ibu yang Alhamdulillah masih sehat dan dalam keadaan yang baik – baik saja. Kalaupun saya mulai berselisih paham dengan mereka, yang saya ingat adalah mereka sebenarnya sedang menunjukkan rasa kasih sayang dengan cara mereka. Karena antara saya dan bapak ibu berbeda generasi, sehingga terjadi gap untuk masalah komunikasi. Cara yang terbaik untuk terhindar dari perselisihan adalah dengan mengingat bahwa mereka adalah berkah dan nikmat dari Tuhan yang paling tak ternilai harganya. Saya harus selalu membuat mereka bahagia dia akhir usia saya atau mereka karena apapun yang saya lakukan sebenarnya tak akan pernah bisa membalas apa yang telah mereka korbankan untuk saya. Ucapan “saya akan selalu menemani ibu bapak dan akan selalu menjadi anak yang berbakti dengan cara yang terpuji” bukanlah janji yang berlebihan sebagai tanda sayang saya kepada mereka.
Kalau saya merasa bahwa saya mempunyai teman – teman yang tidak setia dan selalu menimbulkan masalah, saya akan teringat pada mereka yang menyandang cacat, dikucilkan oleh masyarakat karena mempunyai penyakit yang (mungkin) berbahaya ataupun mereka yang tidak diterima oleh lingkungan sekitar karena dianggap sebagai “sampah” masyarakat. Betapa menderitanya mereka karena tidak mempunyai teman untuk berbagi. Betapa sedihnya mereka karena tidak ada sandaran hanya sekedar untuk berkeluh kesah. Setidaknya saya sangat beruntung masih dikelilingi teman – teman yang mau menerima saya apa adanya. Yang perlu saya lakukan adalah Selalu menjadi teman buat siapapun dalam keadaan suka dan duka dan tak lupa selalu berbagi senyuman karena dengan senyuman sesungguhnya kita seolah berkata “terimakasih kalian adalah teman yang sangat berharga untuk kehidupan saya”. Dengan tersenyum, tidak akan mengurangi apapun dalam kehidupan kita. Dengan tersenyum sebenarnya kita sudah beribadah dengan menyebarkan aura kebahagiaan kepada orang lain.
Kalau saya merasa gaji saya kurang untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari, sesungguhnya saya telah bersikap sombong. Harusnya saya mengingat betapa banyak orang tidak memikirkan hari sabtu minggu akan jalan – jalan di mall mana ataupun akan merasakan makanan enak direstoran apa karena mereka lebih berkutat pada pertanyaan apakah ada uang untuk membeli makanan hari ini. Kalau saya selalu berkata dalam hati bahwa barang – barang saya kurang bermerek dibandingkan teman – teman, harusnya saya mengingat bahwa mereka para veteran perang harus tersingkirkan tak dihargai oleh Negara yang mereka bela dengan susah payah dan bersimbah darah mempertaruhkan nyawa. Jangankan barang bermerek, bisa hidup dengan pekerjaan dan penghasilan seadanya saja sudah membuat mereka bersyukur tak hingga pada Yang Maha Kuasa. Mengapa saya harus memikirkan perkataan orang tentang segala macam keduniaan yang saya miliki sedangkan orang – orang yang berkekurangan saja tak pernah mengeluh hebat dengan segala keterbatasan yang dimiliki.
Jika saya mengeluh karena masih belum dipertemukan dengan jodoh saya sampai saat ini, saya akan selalu bersyukur karena Tuhan masih memberi kesempatan pada saya untuk terus memperbaiki diri dan menyelesaikan apa yang menjadi keinginan ataupun tanggungan yang saya miliki. Saya selalu yakin bahwa Tuhan akan mempertemukan saya denga lelaki yang telah dipilihnya pada waktu dan saat yang tepat. Tuhan Maha Tau kan dengan segala rencanaNya. *curhat maksa*
Tak akan ada habisnya kalau kita hanya ingin memperturuti nafsu duniawi. Tak akan ada selesainya jika kita ingin menuruti perkataan orang hanya karena ingin diakui menjadi bagian dari komunitas yang dipandang mewah oleh lingkungan sekitar. Tak akan ada manfaatnya jika kita selalu menimbun nafsu duniawi tanpa ada hasrat untuk berbagi.
Hal – hal sederhana tersebut yang selalu mengingatkan saya agar terus bersyukur dan berusaha untuk selalu berbuat baik kepada sesama. Saya masih belajar bagaimana caranya ikhlas. Saya masih berusaha untuk tidak hanya pada tataran wacana tetapi berbuat menjadi nyata. Bersyukur dan berbuat nyata saya rasa adalah cara yang membumi agar dapat mengingatkan pada diri sendiri untuk selalu membantu sesama sekecil apapun bentuk bantuan itu.
Jadi, sudah tidak ada alasan lagi kan untuk mengeluh ? hiasi detik demi detik yang tersisa dengan selalu bersyukur padaNya dalam kata – kata dan wujud nyata.
-Jakarta, 14 Oktober 2010 23:00-
Hai kau lelaki idaman, segeralah datang dipangkuan *seruan tak bertuan hahaha*
Tambahan : Kalo ada yang ngeluh tentang banjir dan macet di jakarta, syukuri saja, setidaknya kita kan masih punya kerjaan,penghasilan, ada harapan. Korban Wasior dan Lumpur Lapindo sudah redup harapan hidupnya, tetapi semangat mereka untuk tetap bertahan dan membuat perubahan tidak akan pernah redup tergerus apapun. Mungkin,pindah dari Jakarta adalah salah satu solusi yang baik, daripada cuman sekedar mengeluh tanpa ada tindakan apapun :D . Kalo ga mau pindah, ya jaga lingkungan aja. mulai dari diri sendiri. klasik, buang sampah pada tempat sampah yang disediakan, tiadakan penggunaan plastik untuk belanja (bumi kita sudah sangat tercekik oleh sampah plastik), kalo yang sudah punya rumah ya tanami tumbuhan supaya jadi tempat resapan dan berhemat sumber daya alam (air, tanah dll)
Gambar dipinjam dari getty images dan koleksi pribadi
6 komentar:
Yulyan Parwati said...
mmmmmm.....bagus den, enak buat dibaca, ringan, tapi pesannya tersampaikan... terus terang aku lebih suka tulisan mu yang seperti ini dibandingkan dengan pake bahasa yang tinggi...hehhehhehe bukan berarti yang pake bahasa tinggi gak bagus ya, ini cuma soal selera (masalahe kalo kamu nulisnya pake bahasamu yang membumbung itu aku gak cukup baca sekali untuk bisa mengerti...hehehhe...asline masalahe ada padaku kok!!!!!)
dan aku suka "seruan tak bertuan"-mu.... so straight......tanpa tedeng aling2...semoga benar2 datang kepangkuanmu ya say!!!!!....
Yulyan Parwati said...
ada satu lagi yang ketinggalan, i like the photo collage.... so energized!!!! pas banget ma tema tulisannya.. good job!!!
Anonymous said...
huehehe... lucu n good writing den!
tapi..seruan tak bertuan iku lho.. hooii..mosok dateng2 langsung dipangku, wkwkwkwk...:D
dan aku jg sama kyk iyan, mengamini pangeran-mu segera datang..amiin.
*kata kuncinya : mengeluh, introspeksi diri..
jadi..menurutku sih, mengeluh itu emg fitrah manusia.. dan bisa jd positif juga asal keluhan itu kemudian introspeksi n bertindak, misal..duuh, knp kampungku kok banjir trs tiap tahun lalu mengadakan kerja bakti kampung untuk bersih2 selokan.. :)
mari kita namakan keluhan bersolusi.. :D
ato..jangan asal ngeluh! *hihihi..opo ae aku ki*
Anonymous said...
-Lukki martadestari-
Mengutip kata kata Pramoedya A., "Menulis adalah bekerja untuk keabadian"....
sugeng siswanto said...
iya...bagus, inspiratif banget
Deny Lestiyorini said...
Yulyan -->> Hehehe, Thanks Banget Yan. Bukan bahasa membumbung sih benernya. Cuma bahasa yang berkarakter kok. Pasti foto yang bagus itu ang ditengah berkerudung merah kan yaaaa *timpuk*
Ika -->> Wkwkwkwk bener yo Ka, kok teko2 langsung tak pangku. Naluri sih iku hahaha. Mari mengeluh untuk suatu perubahan :). Suwun Ka
Lukki -->> Manulis sepertinya memang pekerjaan yang paling gampang kulakukan saat ini. Thanks Luk
Mas Sugeng -->> Wadhuh, malyu aku dibaca sama sesepuh Statistik ini...hihihi...Suwun ya Mas