Dibawah ini adalah tulisan Link dari Blog

Saya Link kembali tulisan Planius. kali ini adalah perjalanan kami (Saya, Pla dan beberapa teman backpacker) yang "Menjelajah" indahnya alam Garut dan sekitarnya.
 
Untuk perjalanan kali ini tugas saya tetap sama, menjadi bendahara. sedangkan Pla adalah sebagai pencerita. itulah kenapa saya meminta ijin Pla untuk share di blog saya
Thanks Pla untuk ijinnya :)
 
Selamat membaca
***

Perjalanan ke Garut terdiri atas 3 kloter, kloter pagi, siang, dan malam. Pembagian kloter based on kesibukan masing-masing peserta, ada yang harus kerja di hari Sabtu Ceria :) Kloter pagi itu gw, mba Anita, mba Eko, Iem, dan mba Deny, dengan menumpangi mobil mba eko dengan driver sewaan. Kloter kedua, Faisal sendiri dengan menumpangi bis dari Lebak Bulus dan tiba di Garut sekitar jam setengah 6 sore. Kloter ketiga, Ryan, Kikid, dan Pipiet, dengan menumpangi mobil Ryan dengan driver Ryan sendiri dan tiba di Garut sekitar jam 12-an malam.

Kloter pertama, janjian berangkat dari mal Ambasador, dan gw yang berangkat dari Depok, nungguin di Tanjung Barat depan gedung ANTAM. Start dari Jakarta terhitung jam 7 kurang lima menit. Langsung masuk tol Tanjung Barat sampai Tol Cileunyi Bandung. Keluar tol mulai liat-liat petunjuk jalan menuju Garut. Belum pernah dari tim kloter pagi yang pernah ke Garut bawa mobil sendiri bahkan driver nya sendiri. Jadilah kita bermodal peta dan petunjuk jalan serta bis-bis yang melaku menjadi petunjuk arah. Ga susah menemukan jalan menuju Garut.

Candi Cangkuang
Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Candi Cangkuang yang terletak di tengah Situ Cangkuang. Candi Cangkuang berada di desa Leles, sekitar 14 km sebelum kota Garut. Petunjuk arah yang kami gunakan adalah peta wisata yang gw punya, dan peta wisata Garut yang gw foto dari billboard yang ada di pinggir jalan memasuki wilayah Garut, plus modal berhenti di setiap keramaian menanyakan orang-orang di jalanan agar tidak kelewatan. Dari desa Leles dekat dengan pasar ada persimpangan di sebelah kiri. Jalan ini sempit, jika dilewati 2 mobil dari arah yang berbeda mobil yang satu harus berhenti untuk minggir dulu. Jarak dari simpang pasar menuju ke Situ Cangkuang sekitar 3km.

Situ Cangkuang terletak dipinggir jalan desa Leles, jadi tidak begitu sulit untuk menemukan lokasi situ. Lokasi parkir lumayan luas, ketika kami kesana, tidak begitu banyak mobil yang parkir, apa karena kepagian atau memang bukan hari berlibur :D. Untuk masuk lokasi Situ Cangkuang dipungut biaya retribusi sebesai Rp. 2.000/orang, cukup murah. Untuk menyebrang ke lokasi candi disedikan perahu rakit yang dikenakan biaya per orang sebesar Rp 3.000 untuk pulang pergi. Jarak tempuh hanya berkisar 100m. Perahu rakit akan berangkat jika penumpang telah berjumlah 20 orang. Karena tidak mau berlama-lama menunggu kami memutuskan untuk bergabung dengan satu keluarga yang juga males nungguin sampai penuh 20 orang. Tawar menewar ternyata harga ga turun dari 60.000/perahu. Tetep aja 3.000 x 20 orang nih. Karena kami lebih sedikit cuma ber-enam, kami bayar Rp. 25.000 keluarga si Bapak 35.0000. Sip! Berangkat… View nya bagus dengan latar belakang gunung, yang gw ga tau itu gunung apa. Bentuk perahu rakitnya pun unik, terbuat dari susunan bambu yang melintang. Perahu pun menjadi tempat foto narsis yang pertama. :)

Candi Cangkuang sendiri hanya terdiri dari satu candi. Umumnya seperti candi-candi yang lain, candi Cangkuang berbentuk persegi empat yang tidak ada ciri khas tersendiri. Candi Cangkuang ditemukan tahun 1966, diteliti dan digali selama 2 tahun dan dipugar tahun 1974-1976. Dibalik Candi Cangkuang terdapat makam Eyang Embah Dalem Arif Muhammad, yang gw juga ga tau sih, beliau ini siapa. Pada awal ditemukan lokasi Candi Cangkuang ini dikelilingi oleh Situ Cangkuang, jadi seperti pulau ditengah danau. Namun, sekarang Situ Cangkuang tak lebih dari seperempatnya, lokasi situ yang dangkal telah dimanfaatkan petani sebagai lahan per-sawah-an mereka. Di lokasi candi juga banyak ditemukan makam warga.

Di lokasi lain, terdapat Komplek Kampung Adat Kampung Pulo. Di lokasi ini terdapat beberapa rumah adat masyarakat setempat, dan sebuah mesjid kecil yang menyerupai rumah, sangat tidak mirip dengan mesjid, hanya ada plank di depan rumah dengan tulisan “Mesjid Kp. Pulo”.

Di lokasi Candi Cangkuang banyak penduduk yang jualan cinderamata yang mirip dengan daerah lain dari segi jenis cinderamata yang dijual. Yang membedakan adalah, adanya miniatur dari perahu rakit yang terbuat dari susuanan bambu, harga sebuah miniatur rakitan perahu ini sebesar Rp. 10.000. Ada juga penjual jagung bakar dan kerupuk yang terbuat dari ketan.

Ketika hendak pulang nyebrang lagi ke pintu gerbang, keluarga si Bapak yang bareng dengan kami udah gelar tiker…kelihatannya lama nih. Kita akhirnya nego dengan tukang rakit untuk nganterin kami lebih dulu dengan extra cost sebesar 10.000, ya ga pa pa lah, dari pada wasting time nungguin tuh keluarga selesai ngaso disana.

Sehabis dari Candi Cangkuang, makan dulu di Rumah Makan Sari Cobek. Maknyus…walau pelayanan agak lelet dan sempet hendak membuat mba Anita emosi jiwa… hehehe… peace mba Nit…gw setuju kok, masalah perut ga ada kompromi hahahaa…

Situ Bagendit
Tujuan berikutnya adalah Situ Bagendit. Situ Bagendit merupakan danau terluas yang terdapat di daerah Garut. Lokasi danau ini melewati daerah Cipanas, Garut, kemudian di persimpangan pilihan jalan hanya kiri dan kanan, kanan menuju Garut kota dan kiri menuju daerah Situ Bagendit, jaraknya sekitar 12 km dari persimpangan teresbut.

Untuk masuk lokasi Situ Bagendit, dipungut biaya retribusi sebesar Rp.3.000/orang. Memasuki lokasi Situ Bagendit ini sendiri sudah udha ga mood sebenarnya, sudah terlihat ketidakrapihan dan ketidakbersihan lokasi. Memasuki lokasi banyak tenda-tenda pedagang yang mengganggu pejalan kaki. Situ nya juga ga bersih, banyak rumput liar di danau nya. Sayang sekali pemerintah kota Garut tidak memperhatikan objek wisata ini, padahal view nya bagus… Taman rekreasi dengan kereta api mini yang dijadikan sebagai sarana untuk mengelilingi lokasi kurang terawat. Tamannya juga kotor, ga banget deh… Ada juga disediakan sepeda air yang bisa digunakan untuk bersantai mengelilingi danau.

Di lokasi situ ini Iem malah ketemu teman kuliahnya yang juga sedang liburan di situ ini. Temannya sih orang Garut, jadi wajar aja, tapi suatu kejadian yang unik juga. Gw sempet bilang ama Iem, “jangan sampai ketemu orang Sidikalang aja disini” hahhaa… Jauh-jauh ke Garut ketemu orang Sidikalang kan kocak juga.

Karena tempat ini tidak begitu menarik, kami ga betah berlama-lama disini. Sebenarnya dari plan sebelumnya untuk hari ini tujuan terakhir adalah pemandian air panas Cipanas Garut, tapi karena masih jam 2. Kami pun mencari tempat lain di buku sakti dan ada tulisan “Kawah Kamojang”. Bersumber dengan bertanya kepada orang-orang sekitar, kami pun meluncur menuju Kawah Kamojang.

Kampung Sampireun
Saat menuju Kawah Kamojang, ngobrol-ngobrol di mobil. Mba Anita mengusulkan singgah di Kampung Sampireun karena penasaran sekeren apa sih Kampung Sampireun karena ketika mendengar talk show di salah satu radio swasta Jakarta *halah!*, ada penelpon yang menjawab “Kampung Sampireun” ketika ditanya pertanyaan “Tempat apakah yang paling kamu ingin kunjungi di dunia ini??”. Jawaban si penelpon membuat mba Anita penasaran habis ada apakah di kampung Sampireun sampai membuat sipenelepon menjadikan Kampung Sampireun sebaagai the most interesting place to be visited in the world… Ga ada tempat lain apahhh?? Di Indonesia sendiri kayaknya masih banyak banget tempat yang jauh lebih menarik dan jauh lebih woowwww…dari Kampung Sampireun. Ga pernah liat di TV atau baca tentang Raja Ampat di Papua, Karimun Jawa di utara Semarang, Gili Trawangan di Lombok, atau Ujung Genteng di selatan Jawa Barat kali tuh orang.

Petunjuk arah menuju Kampung Sampireun sangat jelas, setiap persimpangan ada petunjuk arah yang dibuat sendiri oleh pengelola dan jarak tempuh-nya. Kampung Sampireun dari design memang cukup unik. Untuk menuju kamar-kamar penginapan di sediakan perahu khusus, karena kamar-kamar terletak di atas danau di pinggiran danau buatan. Danau ga terlalu begitu luas. Harga penginapan di Kampung Sampireun juga mahal banget…rata-rata di atas sejuta…kalo kata mba Anita mending nginep di Marriot dengan harga segitu hahahaa…

Foto-foto bentar di Kampung Sampireun sebagai pertanda udah pernah “mengunjungi” Kampung Sampireun. Gw sih sempet meninggalkan jejak di Kampung Sampireun dengan nongkrong bentar di toilet, mules banget soale dah ga kuat hehehe… *jorok deh lu Pla!!!* Toilet nya bersih dan unik, dari bilik bambu yang modern… :D

Kawah Kamojang
Perjalanan dilanjut menuju Kawah Kamojang. Dari Kampung Sampireun tinggal lurus terus mengikuti jalan besarnya. Perjalanan mulai mendaki dan berkelok-kelok. View-nya keren… ga heran kalau di bilang Garut itu Swiss Van Java, setuju! Keren banget view sepanjang perjalanan. Kiri gunung kanan gunung depan gunung belakang gunung. Sip margosip top markotop dah!!! Jendela mobil pun di buka untuk menikmati udara segar pegunungan Garut… mauliate ale Debata…

Memasuki wilayah Kamojang, terdapat PLTG, Pembangkit Listrik Tenaga Gas, punya Pertamina. Kawasan PLTG ini rapi dan bersih bangetttt… Terawat banget deh… Cerobong-cerobong pembangkit listrik dan peralatan yang besar-besar membuat kawasan ini menjadi keren untuk di lihat. Pipa-pipa besar berwarna silver yang mengalirkan gas ke pembangkit juga membuat tempat ini seperti dipageri. Di kiri kanan jalan kadang terlihat gas-gas tersembut dari tanah. Agak-agak horor juga lewat sini. Gimana kalo ada pipa yang bocor atau tiba-tiba meledak…jangan sampai deh…

Kawah Manuk
Jalan beraspal berujung dengan jalanan berbatu yang lebih cocok buat mobil off-road. Setelah jalan berbatu disebelah kiri terdapat kawah pertama. Kawah Manuk! Kawah ini kawah berwarna hitam pekat yang mengeluarkan udara panas. Di beberapa bagian masih terlihat letupan-letupan gas kecil. Aroma belerang mulai tercium di kawah ini. Foto-foto narsis dimulai…

Perjalanan dilanjutkan, sekitar 200m kedepan terdapat parkiran dan pintu gerbang yang dijaga petugas. Retribusi 5.000/orang. Turun dari parkiran semangat berjalan kaki menuju kawah berikutnya. Gumpalan-gumpalan asap yang terlihat di udara membuat semangat terpacu untuk segera berada di kawah. Aliran air panas terlihat di sisi sebelah kiri jalan menuju kawah.

Kawah Kereta Api
Kawah berikutnya adalah kereta api. Disebut kawah kereta api karena kawah ini menyemburkan gas dari lobang kecil berdiameter sebedar botol Aqua 600ml, yang kalo di halangi dengan benda lain akan mengeluarkan bunyi seperti bunyi kereta api, tuuttt…tuttt…tuttt…. Seorang kakek tua begitu melihat rombongan kami datang langsung masuk ke kawah yang di pagerin untuk beraksi di depan kami, pertama dengan memasukkan boto-botol kosong ke mulut kawah yang akhirnya terlempar jauh ke atas… kemudian menutup buka lubang kawah sehingga mengeluarkan bunyi tut tut kereta api, trus membakar sebatang rokok di kawah yang berupa gas sehingga asap kawah menjadi besar, aksi ini dilakukan berulang-ulang untuk menarik perhatian pengunjung yang dateng. Ada rombongan lain dibelakang kami yang jauh lebih narsis dari kami, mereka langsung nyerobot wilayah kawah kereta api untuk foto-foto, sial!!! Padahal kami belum kelar. Ibu-ibu centil juga langsung masuk ke kawah untuk foto-foto dengan bapak tua tadi dan beraksi bareng si pak tua. Kami pun tersingkir dari kawah kereta api.

Kawah Ujung
Nama kawahnya gw ngasal aja, ga ada namanya sih, cuma letaknya di ujung hehehe… Kawah ini agak berantakan, ada kawah yang mengeluarkan air panas, jadi tersembur-sembur keluar gitu dari himpitan batu sesuai tekanan bumi. Ada 2 tempat seperti itu, satu lumayan gede, yang jarak semburan airnya jauh, satu lagi kecil, yang semburannya paling berjarak 1 meter. Ada juga semburan gas panas dimana diatasnya ditaro kayu yang kayu nya bisa kebakar… Banyak pengunjung yang senang foto dibagian ini, karena lagi-lagi si Bapak tua meniup gas dengan bantuan rokonya yang menyebabkan asap mengebul dan orang-orang heboh foto dibalik asap tebal… *including me ;)*

Balik dari Kawah Kamojang udah mulai gelap sekitar jam 5:30 gitu, o’o…kabut banget di jalan, jarak pandang ga nyampe 5 meter. Mobil melaju pelan-pelan sambil berdoa mohon keselamatan, daerah pegunungan, sebelah kanan jurang cuy… Saat jalan balik, Faisal nelpon ternyata dia udah nyampe terminal Garut. Kita meluncur ke Terminal Garut, sejam kemudian baru nyampe, maaf Sal… Jalanan hujan lagi, so super hati-hati bro…

Air Panas Cipanas, Garut
Dari terminal Garut dilanjutkan menuju daerah Cipanas, sesuai rencana kami akan menginap di daerah Cipanas sekalian berendam air panas. Kami belum booking penginapan sebelumnya, karena berdasarkan informasi yang gw baca di blog orang-orang, banyak penginapan mahal dan murah tersebar di sepanjang jalan di daerah Cipanas. Di ujung jalan banget, kami parkir untuk nyari penginapan, hal menyebalkan langsung dateng. Para calo vila mendekati kami bak artis ibukota yang datang untuk konser, para calo vila mengejar-ngejar kami seolah mau meminta tanda tangan *lebayyy abisss*. Para calo berusaha memikat hati kami dengan memberikan tawaran-tawaran ukuran kamar, not price, padahal concern utama kami adalah harga. Gw dan mba Eko yang turun nyari penginapan. Jalan sendiri keluar masuk ke beberapa penginapan. Karena kami ber-7 termasuk driver kami berusaha mencari kamar yang cukup besar agar dapat menampung kami bertujuh, jadi sharing kamarnya murah hehee… Rata-rata harga kamar yang bisa diisi berempat seharga 200.000,- (2 kasur dan kamar mandi dalam). Setelah diskusi dengan team daerah tersebut kurang nyaman karena dekat tempat parkir dan berisik banget dan kemahalan juga, karena denger-denger juga penginapan disana biasa juga range harganya 100-150.000,-. Kami memutuskan mencari penginapan agak ke bawah yang jauh dari keramaian. Selama nyari eh malah lebih mahal-mahal lagi hahaha… Harus sabar… akhirnya kami makan dulu, nyari tempat makan ke arah kota Garut.

Setelah makan akhirnya kami mendapatkan penginapan dengan harga sama dengan harga yang kami dapat di atas tadi hehhee… sekamar Rp. 200.000,- satu kamar, di isi ber-enam plus satu extra bed. Driver ga mau gabung, padahal udah dipesenin extra bed, dia milih tidur di mushola.

Jam 12-an, kloter malam tiba di Garut, tidurku tergangguuu… Gw yang ditelpon-telpon mulu, dasar kalian ini…!!! Mereka mesen 1 kamar khusus karena gimana pun kamar kami ga mungkin cukup untuk ditambah 3 orang secara satu kasur aja udah diisi bertiga…

Gunung Papandayan
Pagi-pagi jam 4:30, Kikid udah miskol-miskol gw untuk bangunin berangkat ke Papandayan. Langsung krasak-krusuk semua, kecuali mba Anita dan Mba Eko yang masih ngantuk, kami siap-siap nge-sun rise di Gunung Papandayan. Gunung Papandayan berjarak 22 km dari kota Garut, Cipanas ke Garut 5 km, jadi 27 km. Kami dengan menumpangi mobil Ryan ber-7 menuju Gunung Papandayan. Pagi-pagi yang dingin hoaahmmm… Jalanan mendaki dan lumayan berliku apalagi setelah mendekati Gunung Papandayan. Apa daya, ternyata kami tak sempat nge sun rise di Gunung Papandayan, ditengah perjalanan matahari dengan tersipu malu muncul di balik awan yang tipis, kerennnn…. Padahal ga jauh lagi udah nyampe di kawasan kawah Papandayan. Gagal nge-sunrise di Gunung Papandayan!

Kawasan Gunung Papandayan sudah menjadi objek wisata yang umum bagi para backpacker/pelancong. Untuk para pendaki pemula, Gunung Papandayan bisa dijadikan alternatif. Mobil bisa tiba di parkiran luas dekat dengan kawah. Hiking menuju kawah hanya memakan waktu paling lama 1 jam, itu pun udah berhenti beberapa kali untuk foto-foto. View Kawah Papandayan pagi itu keren banget, langit yang biru bersih dan gumpalan asap kawah dan warna kuning kecoklatan tanah dan tebing membuat Gunung Papandayan sangat keren menjadi tempat untuk foto.

Secara alami team pendaki terbagi jadi 2 team, gw, Iem, Fai, mba Deny menjadi team pertama yang lebih dulu naek. Team kedua Ryan, Kikid, dan Pipit menjadi team kedua. Secara alami karena kami berempat mendaki secara seksama *halah!* dan kalau berhenti ga lama untuk foto-foto. Sementara team kedua foto di satu tempat lama nya ampun-ampun. Jadilah kita bosen nungguin dan melanjutkan perjalanan menuju puncak…

Mendaki jangan buru-buru, karena akan menguras banyak tenaga, bawa bekal secukupnya terutama air minum. Jangan memaksakan kalau cape, mending ajak team untuk istirahat bentar. Team kami sendiri berhenti beberapa kali dibeberapa tempat karena cape dan mulai morning call. Kawah Papandayan ada beberapa tempat, keren… Tapi hati-hati saat mendaki, jangan sampai kepeleset dan jatuh ke kawah, karena kata seorang bapak waktu lewat disana, ada yang jatuh beberapa waktu yang lalu dan kakinya melepuh…wah…hati-hati teman!

Melewati kawah kami team pertama mencoba untuk bergerak terus menuju puncak, katanya sih ada padang Edelweis disana. Pendakian makin berat, mayan curam. Kami extra hati-hati untuk mendaki. Jangan salah menginjak batu ya, tiba-tiba nginjek dan batu ga kuat bisa jatuh kepeleset, seperti yang kami alami beberapa kali. Mendekati puncak Faisal sudah tak kuat menahan panggilan alam. Dengan bermodal sisa air minum dia pun melaksanakan panggilan alam di puncak Gunung Papandayan, awal nya ga pede, sampai kasih peringatan ke kami bertiga, “Jangan liat gw boker ya!!! Jangan liat ke belakang!!!” Halah,,,ngapain juga ngeliatin orang boker, dasar lu Sal ah….ada-ada aja. Seru juga ya boker di puncak gunung, dengan pemandangan alam yang keren. Pasti banyak inspirasi-nya tuh…

Gw ama Iem naik lebih ke atas lagi. Mencoba melihat ada apa dibalik sana. Ternyata masih ada jalur pendakian lain dan tempat camping. Kami juga belum menemukan padang Edelweis yang disebut-sebut. Sebenarnya ada jalur pendakian lain untuk menuju kawah Papadayan ini di dareah Cikajang, waktu tempuh dari tempat ini 3 jam.

Ngaso di Puncak, beberapa waktu lama kemudian team kedua nyampe juga…Lamaaaa…dasar team narsis abisss… Setiba mereka di atas, ga lama langsung turun, kami udah bosen nungguin di atas dan panas terik matahari mulai berasa di kulit. Seperti biasa, jalan turun itu lebih cepat dibanding pada saat naik, tapi lebih sulit karena harus ngerem kaki dan membuat kaki jadi pegel abis.

Tiba diparkiran langsung mesen Indomie rebus dobel pakai telor…wah sedaaaaappp… Sehabis makan Indomie perjalanan dilanjutkan menuju Curuk Orok. Mba Anita dan Mba Eko sudah nunggu ditengah perjalanan, katanya mereka da sempet naik ke parkiran tapi mba Anita ga kuat dengan aroma belerang yang terlalu pekat dan mereka akhirnya turun.

Curug Orok
Perjalanan menuju Curug Orok ternyata lumayan jauh juga, sekitar 15 km dari Papandayan. Arahnya sendiri kita selalu bertanya di sepanjang jalan, best practice kalau ga tau arah ;). Akhirnya tiba di satu lahan perkebunan teh yang sepertinya kurang terawat, beda dengan kebun teh yang biasa gw lihat, kebun tehnya ini kesannya kok dianggurin ya? Masuk ke lokasi curug Orok ini kurang jelas, ga ada petunjuk arah yang jelas ditemukan dijalan. Untung kita rajin bertanya, hampir kelewatan.

Digerbang masuk kita membayar retribusi yang gw lupa persisnya berapa, kalau ga salah sekitar 10rb per orang, komponen duitnya itu termasuk biaya masuk ke curug dan bisa berenang di kolam renang yang ada dekat curug. Setiba di parkiran, terlihat curug mengalir deras dari atas. Ketinggian curug sekitar 20m. Dan kita harus turun ke bawah untuk bisa main air dibawah. Di sekitar jalan menuju curug orok ini, penduduk sekitar, yang ga tau milik pribadi atau bukan, ditanami wortel.

Curug Orok ini ga terawat, tempat untuk ganti pakaian dibawah itu ga ada. Ada gubuk darurat yang ga layak untuk tempat ganti pakean kalo mau basah-basahan dibawah. Hal yang beda dari curug ini, ada dua buah aliran air, pertama yang dari atas ketinggian sekitar 20m, air nya coklat, dan buat males mandi di curug. Yang kedua airnya seolah keluar dari goa dari dalam tanah gitu dan airnya itu bersih jernih, tapi air jatuhannya itu ke bebatuan, jadi ga bisa main langsung dibawah aliran airnya. Dan karena air yang coklat itu mengalir ke air yang jernih jadinya airnya semua coklat yang dibawah. Kita jadi hanya foto disini, dan langsung menuju kolam renang.

Di kolam renang ini kita sempat marah-marah, karena ternyata harus bayar lagi. Sementara di depan retribusi kita disebut sudah termasuk mandi di kolam renang. Karena udah pengen renang akhirnya kita bayar lagi, sekalian mandi sih soalnya, dari pagi kita belum mandi, jadi mandi disini deh. Kolam renangnya kecil banget sebenarnya, 7x5 meter kalo itungan gw. Airnya jernih tapi dingin banget. Yang nyebur itu, gw, fai dan ryan, dan selama di kolam renang kita menjadi model buat para cewe2 fotografer itu.

Sehabis dari curug ini kita langsung balik tapi menuju Bandung, karena Faisal inisiatif ngajakin ke Ciwidey, Kawah Putih, Kebun Teh Rancabali, dan Situ Patengang keesokan harinya. Peserta yang ke Bandung gw, Fai, Mba Deny, Iem dan Pipit, sementara Ryan dan Kikid abis makan bareng di Bandung balik ke Jakarta, dan mba Anita dan Mba Eko udah lebih dulu balik ke Jakarta. Karena di blog ini udah 2 kali ngebahas perjalanan ke Ciwidey dan Kawah Putih, jadi ga usah diceritain lagi ya...walau pun gw tau, setiap perjalanan punya kisah tersendiri.. :)
 



Hai Doni, Apa kabar?

Kamu baik – baik saja kan? Wah, ternyata sudah hampir 4 bulan kita ga pernah ketemuan ya. Terakhir kali ketemu waktu aku mengantar kamu tanggal 24 februari 2011. Tidak ada kata yang terucap. Kita saling diam. Aku tidak pernah mengalihkan pandangan mata dari kamu. Tetapi kamu lebih senang untuk berdiam diri, menyendiri. Aku hanya bisa menatapmu pergi dari kejauhan, tak bisa mencegah apa yang sudah menjadi keinginanmu. Walaupun air mata bercucuran, aku mencoba menyembunyikan wajah agar kamu tidak bisa melihat kesedihanku. Kamu pasti bahagia dengan pilihan itu, jadi tidak ada alasan untukku menjadi sedih. Semua akan baik – baik saja, bisikku dalam hati.

Sebenarnya beberapa kali aku mampir ke tempatmu. Berkunjung untuk sekedar berbagi cerita, berbagi kisah dan berbagi kerinduan. Tetapi ketika aku berucap salam, sepertinya kamu sedang tidak ada di tempat. Aku menunggumu datang sambil membaca beberapa bacaan yang kamu senangi. Kamu tahu kan aku suka membaca. Aku tergila – gila membeli buku. Kamu juga selalu membaca hasil tulisanku. kamu tahu bahwa aku ingin menjadi seorang penulis. Kamu juga tahu impian – impian yang selalu aku ceritakan. Aku ingin mempunyai sekolah sendiri untuk anak – anak berkebutuhan khusus dan menggratiskan sekolah itu untuk mereka. Kamu juga tahu aku terobsesi untuk menjadi seorang guru di daerah pedalaman dan mengajarkan banyak hal kepada anak – anak disana. Pelajaran tentang kejujuran, pelajaran tentang memaknai hidup secara bersahaja, pelajaran tentang Tuhan dan semua pelajaran hidup yang selalu ingin aku bagi kepada mereka yang membutuhkan. Kamu selalu mendukungku dengan memberi semangat yang tidak pernah henti. Semangat yang selalu kamu ucapkan lewat canda, tawa dan keceriaan. Semangat yang tidak pernah luntur untuk aku. Kamu selalu ada untuk aku.

Tapi aku tidak selalu ada untuk kamu. Disaat kamu membutuhkan aku untuk berbagi kisah tentang beberapa gadis yang sedang dekat dengan kamu, aku sudah sangat lelah untuk hanya sekedar mendengarkan ceritamu. Ketika kamu ingin menangis di pundakku setelah bertengkar dengan Mama dan Bapak, aku selalu mempunyai alasan segudang untuk mengunci rapat pintu kamar. Ketika kamu sedih karena belum siap ditinggal Ririn dan Agung –kedua kakakmu- menikah, aku justru sedang berbahagia karena sudah bisa jauh dari kamu dan merasa bebas karena tidak harus mendengar celotehmu lagi. Aku selalu menolak jika kamu membutuhkanku. Aku selalu menjauhimu.

Tapi kamu tidak pernah marah dengan perlakuanku. Kamu tidak pernah tersinggung dengan penolakanku. Kamu tidak pernah sakit hati dengan sikap manjaku, sikap seperti layaknya anak kecil. Padahal usia kamu jauh lebih muda dari usiaku.

Kamu masih ingat kan beberapa kali kita pergi nonton. Saat itu aku dan kamu menjadi dekat. Kita sering sembunyi – sembunyi makan mie So di gang belakang rumah, karena kalau ketahuan takut dimarahin Mamamu. Beberapa kali kita pergi makan ke rumah makan padang dekat kantor Bapak, pelayan disana bilang kalau kita serasi sebagai pasangan kekasih. Aku dan kamu hanya tertawa tertahan. Bagaimana mungkin, kita kan saudara sepupu.

Maaf kalau disuatu hari aku memutuskan untuk pindah dari rumah kamu dan tinggal di kamar kos. Aku sudah terbiasa mandiri. Aku tidak mau menjadi tergantung dengan keluarga kamu. Aku ingin menentukan langkahku sendiri. Maaf ya kalau aku sudah membuat kamu kecewa karena tidak sempat mengucapkan apapun, bahkan tidak mau menitip pesan untuk kamu ketika pergi. Pasti kamu kecewa karena ini.

Banyak kenangan indah Don, yang membuat aku kangen sama kamu. Kangen sekali. Kamu itu seringkali membuat kesal, menjengkelkan dan membuat marah. Tapi semua itu tidak berarti dibandingkan ketulusan yang kamu berikan untukku. Ketulusan akan perhatian dan kasih sayang.

Aku teringat saat hari pernikahan Ririn. Kamu terdiam sedih dikamar. Bahkan ketika Pak dhe dan Budhe datang, mukamu terlihat sedih. Seolah kehadiranku tidak kamu harapkan. Tetapi aku terkejut dengan kondisi kamarmu yang bersih, beda dari biasanya. Aku mencoba bertanya kenapa kamu sedih. Tapi kamu tidak menjawab pertanyaanku, malah menjauh keluar dari kamar. 

Karena sibuk dengan persiapan pernikahan Ririn, aku sampai tidak sempat melihat kamu lagi.
Beberapa hari kemudian, aku mampir lagi kerumahmu. Kamu ingin menunjukkan beberapa fotoku. Aku menolak untuk melihatnya karena sedang membantu Ibuku mempersiapkan segala sesuatunya sebelum berangkat ke bandara. Kamu ingin berfoto denganku, tapi aku menolaknya.

                “Buat apa sih foto mulu, kayak mau pergi jauh aja”
          “Emang Doni mau pergi jauh, makanya pengen foto bareng mbak Deny, biar bisa jadi kenang - kenangan”

Waktu itu aku tidak tahu rencana kamu dan tidak membaca tanda - tanda itu. Aku tidak mengindahkan keinginan kamu. Aku menolaknya. Sekarang aku sangat menyesal, karena aku tidak punya foto berdua denganmu. Penyesalan yang tidak pernah berujung. Satu lagi janji yang tidak aku tepati sebelum kamu pergi. Kamu meminta buku #Writers4Indonesia yang ada tulisanku tentang Bapak. Buku ini adalah buku kumpulan cerpen yang ditulis oleh banyak teman yang bertujuan untuk memberikan sumbangan kepada korban bencana Merapi. Kamu bahkan ingin membeli buku ini karena sangat ingin melihat tulisanku disana. Tapi aku menolaknya. Aku malah memberi Link website Nulis Buku supaya kamu membeli langsung disana, padahal sebenarnya di kantor aku masih punya stok. Jahat ya aku, Don. Tapi buku itu akhirnya sudah aku titipkan ke Bapakmu.

Don, sewaktu kamu pergi, pada saat itu aku berjanji dalam hati. Aku akan mewujudkan segala impian yang selalu aku ucapkan kepadamu. Aku ingin kamu merasa bangga.Aku ingin membuktikan bahwa aku bisa dibanggakan. Aku ingin kamu senang.

Kamu yang selalu memberi semangat kepadaku. Kamu yang selalu memberi dukungan. Kamu yang selalu mengajarkan bahwa cinta itu harusnya tulus bukan mengharapkan imbalan, seperti yang kamu lakukan selama ini. Kamu yang selalu memberi contoh bahwa cinta itu suci, tidak pernah terkotori oleh nafsu duniawi, seperti cintamu yang tidak pernah bertepi kepada setiap orang yang kamu temui. Kamulah tauladan sebenarnya, Don. Kamulah Malaikat kehidupan yang sesungguhnya.

Walaupun kamu jauh, tapi aku yakin kamu sudah mendengar bahwa aku akhirnya pernah mengajar untuk anak – anak yang tidak mampu di daerah Pedongkelan. Aku mendongeng untuk mereka. Melihat senyum tulus mereka seperti mendapatkan siraman air ditengah gurun, Don. Sejuk dan penuh ketulusan. Bahkan fotoku ketika sedang mendongeng masuk di The Jakarta Globe. Pada akhirnya aku melangkah Don untuk menggapai mimpiku. Beberapa tulisanku juga sudah dimuat di beberapa buku kumpulan cerita bersama banyak teman. Aku berhasil diawal Don, dan itu karena kamu. Kamu yang selalu memberi semangat dari jauh. Kamu yang selalu menjagaku dalam setiap doa. Tetapi mimpi ini masih belum berhenti. Mimpi ini baru dimulai. Sekolah itu belum berdiri tegak, tapi sekalipun aku tidak pernah merubuhkan mimpi itu. Aku selalu membangun dalam setiap doa dan usaha.

Aku berjanji, secepatnya ketika aku sampai di Jakarta, aku akan mengunjungimu kembali. Membagikan semua cerita seperti biasanya. Dan aku tidak akan lupa membawakan bunga Mawar Putih kesayanganmu. Mengucurkan air wangi diatas pusaramu dan berdoa untukmu. Ya, walaupun kita sudah berbeda dunia, tapi kamu selalu ada disetiap langkahku. Kamu selalu hidup disetiap impianku. Kamu selalu nyata disetiap kebaikan yang ingin kutabur kepada mereka yang membutuhkan.

Terima kasih Don atas segala pelajaran hidup yang telah kamu bagi untukku. Terima kasih untuk menjadi seseorang yang nyata walaupun sekarang kamu tidak nyata lagi. Aku tahu, kamu sudah berbahagia disana. Bermain ceria dengan amalan baik yang sudah kamu lakukan selama ini. Aku akan selalu bercerita tentang segala hal indah yang sudah aku kerjakan nanti dalam setiap doaku untukmu.

Kamulah Malaikat kehidupanku.

-Bandara Ahmad Yani, Semarang. Perjalanan menuju Jakarta. 17 Juni 2011-

Untuk Sepupuku Alfa Ramadhan, Doni, yang selalu menjadi inspirasi dalam diamnya saat ini. Mbak Deny kangen kamu, Don. Oh iya, Mbak Azel dan Mas Agung nikah bulan depan. Kamu datang ya, mereka pasti senang.
Senyumnya adalah kehilangan besar untuk Kami,keluarga besar. Tapi kami yakin dia selalu tersenyum dalam setiap langkah kebaikan yang kami lakukan. Doni, kamu selalu ada di hati kami


Ny Siami tak pernah membayangkan niat tulus mengajarkan kejujuran kepada anaknya malah menuai petaka. Warga Jl Gadel Sari Barat, Kecamatan Tandes, Surabaya itu diusir ratusan warga setelah ia melaporkan guru SDN Gadel 2 yang memaksa anaknya, Al, memberikan contekan kepada teman-temannya saat Unas pada 10-12 Mei 2011 lalu. Bertindak jujur malah ajur! 

                Negara ini sudah diambang kehancuran. Bagaimana mungkin sekelompok orang memilih untuk lebih membela sebuah angka “kelulusan” yang (akan) tercetak diatas kertas tanpa berpikir panjang bahwa mereka sendiri tidak akan pernah lulus untuk sebuah nilai yang bernama kejujuran jika selalu mengatasnamakan “kepentingan” orang banyak untuk menghalalkan sebuah kejahatan. Jika dalam kelompok terkecil dalam sebuah negara, yaitu keluarga, sebuah kejujuran bisa mendapatkan pertentangan, bagaimana mungkin negara ini bisa berdiri tegak. Tidak usah jauh – jauh mata kita tertuju pada gedung megah yang berisi orang – orang yang (katanya) mewakili rakyat –entah mewakili rakyat atau mewakili nafsu menumpuk keserakahan- yang selalu berkoar tentang “prihatin dengan kondisi rakyat kecil” seolah prihatin menjadi kata kunci untuk menyelesaikan setiap permasalahan bangsa. Sungguh, yang kami perlukan adalah pemimpin yang tegas, bukan manajemen keprihatinan.               
         
                 Jika kejujuran sudah tidak mendapatkan tempatnya lagi untuk ratusan warga, lalu kemana dia harus berkelana. Haruskah kita membiarkan kejujuran terbenam menjadi tidak berarti bahkan menjadi hilang seperti tidak pernah ada dimuka bumi?. Bahkan untuk sebuah pendidikan demi kelangsungan bangsa ini, kejujuran tidak punya tempat disudut hati setiap warga yang melakukan pengusiran keluarga Ibu Siami. Pendidikan yang bisa membawa bangsa ini lebih bermartabat, pendidikan yang bisa mengentaskan kemiskinan dan pendidikan yang bisa membuka mata anak – anak kita untuk meraih mimpi mereka yang tidak bertepi. Mimpi akan sebuah harapan yang terbentang luas disana, dunia luas yang tidak hanya selebar Ujian Nasional.

Mari kita bertanya lebih dalam pada hati nurani, apa sebenarnya tujuan kita menyekolahkan anak – anak?. Apa tujuan kita mengenyam pendidikan sampai jenjang tertinggi selama ini?  Memburu hasil akhir yang maksimal dengan membutakan mata hati dan menghalalkan segala cara untuk melangkah ke jenjang selanjutnya, untuk mengisi perut, untuk menduduki posisi tertentu? Coba hentikan langkah kerakusan kita sejenak. Renungkan jika semua orang tidak pernah belajar akan suatu proses kehidupan. Bayangkan jika anak – anak selalu kita jejali dengan ambisi duniawi dan melupakan untuk mengajari mereka bagaimana harus meraihnya dengan suatu sikap yang tidak pernah berhenti untuk berjalan, yaitu kejujuran. Bayangkan mereka tumbuh dengan sikap – sikap egois yang hanya mengejar suatu nilai dengan tidak memperdulikan lagi apa yang namanya menghargai hasil kerja keras sendiri.

Apakah kita akan selalu mengatakan “Ah, tidak apa – apa mencontek sedikit”, seolah kita tidak percaya dengan kemampuan mereka, seolah kita mengajarkan bahwa perbuatan tersebut adalah sesuatu yang wajar. Apakah kita akan menumbuhkan pribadi yang gampang terkalahkan, tidak memberi kesempatan pada mereka untuk bekerja keras sendiri, menghargai kegagalan dan yang terpenting adalah berlatih jujur karena mereka akan puas dengan hasil usaha sendiri. Jatuh sesekali itu perlu agar mereka juga mengerti bagaimana rasanya bangkit, bagaimana rasanya kalah. Dan kita sebagai individu dewasa juga mampu meredam keinginan untuk menjadikan anak selalu menjadi nomer 1 dalam lingkungan mereka. Nomer satu tidak bisa diukur dari angka yang tercetak diselembar kertas. Nomer satu yang sesungguhnya akan selalu tercetak di lembar kehidupan, disetiap perbuatan baik untuk mereka yang membutuhkan.

Jika ada yang mulai menilai saya (sok) suci karena seolah tidak pernah mencontek, voilaa!! anda salah. Saya semasa mengenyam pendidikan sering banget nyontek, memberi contekan lebih seringnya. Mari baca kisah saya sebelumnya #IndonesiaJujur Sebuah Legenda ataukah Cita – cita  dan anda akan mengerti luka menganga yang tidak pernah sembuh dari hidup saya.

Hidup ini bukan hanya berisi hitam dan putih. Hidup ini berisi aneka warna yang indah,yang mereka juga berhak untuk bermain dengan warna warni didalamnya. Coba kita tengok pelangi yang akan muncul selepas hujan menghiasi bumi. Setiap warnanya memendarkan bias yang indah. Mari kita yakinkan pada diri sendiri, seorang anak pun butuh panutan untuk menuntun mereka lebih mengenal apa yang mereka butuhkan,apa minat dan bakat mereka. Bukan panutan yang selalu mengisi hari – hari mereka tentang mengejar angka tinggi di akhir ujian. Bukan panutan yang mengajarkan persaingan tidak sehat. Terlebih adalah bukan panutan yang memberi contoh tentang menghalalkan segala cara.

Inilah hidup. Inilah tentang sebuah perjalanan kejujuran. Saya yakin diluar sana banyak sekali Ibu Siami – Ibu Siami yang lain. Sekelompok orang yang selalu menggenggam erat kejujuran,mengalir kuat dalam setiap detak kehidupan mereka. Tidak pernah mau menggadaikan dengan apapun, bahkan dengan nyawa sekalipun. Mereka akan selalu memeluk kejujuran dan mengajarkan kepada anak – anak mereka, generasi penerus bangsa yang selalu haus akan pendidikan yang bermartabat. Pendidikan yang bisa menjadi tuntunan dengan orang – orang yang selalu menegakkan kejujuran didalamnya. Pendidikan dengan sistem yang bersih. Pendidikan dimana sebuah mimpi akan lahir didalamnya.

Ini bukanlah tentang menang atau kalah. Ini adalah sebuah pendidikan kejujuran. Kalau jujur, itulah arti sebenarnya kelulusan.

Dulu, ibu selalu mengatakan hal ini kalau saya akan menghadapi ujian  “Apapun nanti hasilnya, itulah kemampuan kamu. Jangan mengukur segala sesuatunya dengan nilai yang semu. Yang penting kamu sudah mengerjakan semaksimal mungkin dan semampu kamu. Sekolah itu yang penting adalah prosesnya,bukan nilai yang tercetak. Itu kenapa Bapak Ibu tidak pernah menyuruh kamu untuk menjadi seorang juara. Nilai jelek bukan berarti kamu masuk neraka. Nilai baik juga bukan ukuran kamu masuk surga. Dunia tidak akan berakhir seketika kalau kamu tidak lulus ujian”

Terima Kasih Ibu dan Bapak yang tidak pernah menuntut saya menjadi nomer satu, karena saya selalu nomer satu untuk Bapak Ibu dengan menjadi saya apa adanya.

Karena kejujuran seharusnya tidak membawa kesengsaraan, namun kejujuran seharusnya membawa ketenangan dan kebahagiaan. Demi pendidikan Indonesia


Berita tentang Ibu Siami bisa dibaca disini :
> Ada Gladi resik Nyontek Massal di UN SD | http://bit.ly/jYn8Cr
> Ny. Siami, Si Jujur yang Malah Ajur | http://bit.ly/l3Is4t
> Orang Tua AL Minta Maaf, Diteriaki Wali Murid “Tak Punya Hati Nurani” | http://bit.ly/iJvGCj
> Diusir, Ny. Siami Akhirnya Kosongkan Rumah | http://bit.ly/jvQX2O
-Jakarta, 12 Juni 2011-
Gambar dipinjam dari sini


Ny Siami (38) yang diusir ratusan warga setelah melaporkan guru SDN Gadel II yang memaksa anaknya, Al, memberikan contekan kepada teman-temannya saat Unas, 10-12 Mei 2011 lalu, akhirnya menuruti kemauan warga. Sementara itu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, keluarga Siami dan putranya Al adalah keluarga jujur, tapi masyarakat yang belum siap 
Membaca berita yang sedang rame – ramenya tentang Ibu Siami dan sikap jujurnya, saya seperti tersedot pada pusaran masa lalu. 6 tahun SD, SMP dan SMA masing – masing 3 tahun, 3.5 tahun D3 dan 2 tahun S1, semuanya saya lalui di sekolah Negeri terbaik. Tapi nilai kehidupan yang saya dapatkan bukanlah sesuatu yang baik. Kecurangan satu persatu diajarkan oleh mereka yang saya sebut sebagai bapak ibu guru. Ketidak jujuran yang dimulai sejak dini.

Saya berasal dari kota kecil bernama Situbondo, Jawa Timur. Bapak saya Pegawai Negeri di Pemerintahan sedangkan Ibu saya adalah Guru salah satu SMP Negeri di Situbondo. Sejak keluarga kami pindah menempati rumah sendiri,sebelumnya mengontrak, saya akhirnya punya meja belajar sendiri. Euforia seorang anak SD yang punya meja belajar sendiri adalah setiap malam belajar di meja yang sudah dihiasi tempelan padatnya jadwal pelajaran. Bapak Ibu tidak pernah menyuruh saya untuk belajar setiap malamnya, pun tidak pernah menuntut saya untuk menjadi juara kelas. Entah karena saya yang rajin atau memang (kebetulan) pintar, saya selalu menjadi juara kelas sewaktu SD. Saya selalu mewakili sekolah mengikuti perlombaan bidang studi. Dari sinilah awal mula tekanan itu dimulai.

Seorang guru saat itu selalu menekankan bahwa kemenangan itu adalah Mutlak. Tidak perlu bertanding kalau nantinya harus kalah. Bayangkan, untuk ukuran saya yang masih kelas 5 SD, saya sudah didoktrin seperti itu. Masih teringat sampai sekarang bagaimana saya sampai sakit karena saya kalah waktu perlombaan Murid Teladan tingkat karesidenan. Bapak dan Ibu sampai kewalahan menenangkan saya bahwa kalah itu adalah hal yang lumrah. “Kamu kan sudah sering menang,sekarang saatnya memberi kesempatan yang lain untuk menang”,begitu kata mereka.

Saya sampai tidak berani bertemu dengan guru yang mendoktrin saya itu. Menjadi malas untuk sekolah dan fatalnya saya menjadi seseorang yang takut gagal. Akibat dari kondisi yang seperti ini adalah jika ada teman yang minta contekan pada saya, dengan senang hati saya selalu memberi contekan. Alasan saya waktu itu adalah saya tidak mau mereka gagal. Saya ingin mereka lulus, karena saya tidak ingin mereka merasakan apa yang sudah saya rasakan tentang kegagalan. Tentang tidak nyaman dilihat sebelah mata sebagai seseorang yang kalah oleh orang lain. Sejak saat itu, saya terbiasa memberikan contekan kepada siapapun. Saya adalah tipikal orang yang susah percaya kepada orang lain. Jadi yang ada dalam otak saya waktu itu adalah lebih baik saya memberi contekan pada mereka daripada saya yang mencontek. Padahal sama – sama perbuatan yang tidak terpuji.

Masa SMP saya lalui dengan wajar, maksudnya tidak ada tekanan yang berarti seperti semasa SD. Saya tidak terlalu memikirkan bagaimana harus menjadi juara dikelas. Yang saya ingat, kelas 1 SMP saya pernah jadi juara satu dikelas bahkan masuk 10 besar pararel sekolah. Tapi semester depannya saya malah tidak masuk 10 besar di kelas. Namun saya santai saja. Itu karena lingkungan disekolah tidak pernah menuntut saya untuk selalu menjadi nomer satu, walaupun ibu saya menjadi guru disekolah tersebut. Mereka menerima saya sebagai Deny apa adanya, tanpa ada embel – embel yang lainnya.

Selepas SMP, karena nilai yang bagus, saya memutuskan untuk melanjutkan sekolah di salah satu SMA negeri terbaik di Surabaya. Petaka itu dimulai kembali disekolah ini. Sebagai anak daerah yang pindah ke kota besar, hal utama yang tersulit adalah adaptasi. Tapi masa adaptasi saya lalui dengan susah payah. Pelajaran makin sulit dan disekolah ini banyak sekali teman – teman yang pintar. “Penyakit” lama saya kambuh lagi, yaitu ketakutan akan kegagalan. Setiap ujian, saya selalu menangis ketika menelepon Ibu dan bercerita tentang bagaimana susahnya materi ujian. Ada disuatu titik saya ingin menyerah dan kembali ke Situbondo saja. Tapi ibu selalu menguatkan,”Kalau nilai kamu tidak sebagus yang diharapkan, tidak masalah. Kamu sudah belajar hal yang lain, yaitu percaya diri dan mandiri. Semuanya tidak bisa hanya diukur dengan nilai pelajaran di sekolah.Ada sekolah yang lebih luas yaitu kehidupan.” Saya selalu adem kalau mendengarkan nasehat ibu. Tapi itu tidak berlangsung lama. Kalau ada ujian, gelisah selalu saja menghinggapi. Walaupun terengah – engah belajar, 10 besar dikelas  masih bisa saya raih selama ada di SMA tersebut.

Harga diri saya mulai terluka ketika sedang persiapan untuk EBTANAS (terlihat angkatan jadul ya), diantara stress dengan materi ujian yang banyak dan les tambahan yang ampun berlimpah ruah, Salah satu “oknum guru” memanggil orang – orang tertentu dan memberitahukan suatu hal yang mencengangkan. Beliau ini bisa membantu kami – kami “yang terpilih” disaat hari H ujian dengan memberikan jawaban melalui pager (makin menguatkan kalau saya angkatan tua, karena saat itu yang populer adalah pager). Syaratnya:memberi sejumlah uang (saya lupa jumlahnya) untuk membeli pager bagi yang belum punya, atau jika tidak mau membeli kami hanya diharuskan membayar dengan jumlah berbeda sebagai biaya jasa untuk jawaban. Dan yang lebih ironis lagi, yang (akan) mengirimkan jawaban adalah mahasiswa – mahasiswa suatu universitas negeri di Surabaya. Sistem kecurangan yang rapi dan kompleks.

Saya dan beberapa orang teman mulai kebingungan. Antara setuju dan tidak dengan perbuatan curang tersebut. Waktu itu adalah tahun pertama sistem baru EBTANAS diberlakukan yaitu semua jawaban adalah pilihan ganda, tidak ada jawaban isian. Walhasil, tekanan makin parah. Detik – detik terakhir, saya dan beberapa teman akhirnya menyerah untuk menyetujui awal dari kecurangan itu. Karena saya tidak mau beli pager,akhirnya saya hanya membayar untuk jasa nantinya jika ujian sudah berakhir. Satu hari menjelang EBTANAS, kami kembali dipanggil oleh Oknum. Diberi tahu kalau nanti malam jawaban akan dikirim via telpon. Jadi kami disuruh ngumpul di beberapa titik. Kalau sampai jam 2 pagi belum ada telepon,berarti jawaban akan didistribusikan via pager pada hari H. Bayangkan,malam disaat kami seharusnya istirahat, kami justru harus begadang dirumah salah seorang teman untuk menunggu jawaban. Betapa terkutuknya perbuatan saya waktu itu. Perasaan saya seperti seorang pendosa. Dikejar rasa bersalah. Bapak Ibu saya tidak tahu akan hal ini. Ternyata jawaban yang ditunggu tidak datang malam itu.

Paginya kami harus ke sekolah dengan keadaan mengantuk karena kurang tidur menunggu jawaban. Oknum sudah memberi tahu strategi distribusi jawaban di kelas. Karena teman dibelakang saya (saya masih ingat dengan jelas siapa dia) membawa pager, jadi dia yang bertugas memberikan jawaban pada saya. Detik – detik awal sangat menegangkan. Konsentrasi saya mulai terpecah karena ternyata soal-soal ujiannya susah sekali (saya lupa pelajaran apa hari pertama. Antara bahasa Indonesia atau PPKn) dan teman belakang saya juga kesulitan untuk memberi kode – kode jawaban. Entah pertolongan Tuhan atau memang saya diberikan kekuatan pada saat yang tepat, saya memutuskan untuk mengerjakan sendiri jawaban dari soal – soal tersebut. Saya sangat merasa bersalah karena sudah berniat untuk berbuat curang. Hari pertama EBTANAS saya merasa sangat buruk dan menangis seharian di kos. Menelepon ibu selama 1 jam, meminta maaf apabila nanti saya tidak bisa lulus. Saya merasa terpuruk saat itu. Untuk sisa hari, saya sudah berjanji pada diri sendiri akan mengerjakan semampu saya, semaksimal mungkin tanpa ada tindakan curang lagi. Dengan keputusan seperti itu, saya dipanggil oleh Oknum karena sikap saya yang tidak mau bekerjasama dan yang makin membuat beliau jengkel, saya tidak mau membayar uang jasa. Ngapain bayar, wong saya ngerjain semua sendiri kok. Rugi amat musti bayar. Walhasil saya pun sempat diancam beliau akan membuat jelek nilai mata pelajaran beliau untuk saya di raport. Ya sud lah ya, sudah akhir juga pakai ancam mengancam.

Setelah pengumuman NEM,Alhamdulillah nilai saya bagus walaupun sempat terkotori dengan niatan untuk berbuat curang. Saya menyesal kenapa saya sempat tidak percaya dengan kemampuan sendiri dan lebih memilih untuk berniat lewat jalan pintas. Adalah fatal ketika kita sudah tidak percaya dengan kemampuan sendiri dan hal tersebut terbaca oleh pihak – pihak yang ingin memanfaatkan untuk melakukan sebuah kecurangan.

Yang dilakukan Oknum tersebut untuk “menjerumuskan” saya tidak berhenti sampai disitu. Kali ini melibatkan orang tua saya. Jadi, suatu hari setelah EBTANAS selesai, orang tua saya memberi tahu kalau mereka disuruh datang oleh Oknum untuk membicarakan sesuatu. Mereka tidak tahu apa yang akan dibicarakan karena tidak diberitahu sebelumnya oleh Oknum. Wah, saat itu saya benar – benar ketakutan. Pikiran saya, pasti Oknum akan membicarakan kejadian waktu EBTANAS. Saya waktu itu sempat berjanji pada diri sendiri, kalau masalah EBTANAS diungkit didepan orang tua, saya akan membeberkan apa yang sudah dilakukan oleh Oknum kepada pihak sekolah dan saya akan menyeret beberapa teman yang terlibat. Bodo amat deh kalo dikatain sok pahlawan.

Ternyata dugaan saya salah besar. Bapak Ibu saya datang ke rumah Oknum. Fakta yang membuat mereka berang dan mencengangkan saya juga adalah : Oknum mengatakan bahwa beliau bisa memasukkan saya ke salah satu universitas negeri di kota itu untuk fakultas yang paling favorit dengan membayar uang 10 juta. GILA!!! Permainan apalagi ini. Saya sangat tidak habis pikir kenapa Oknum seolah tidak kehabisan ide untuk selalu “mencemari” saya. Oknum mengatakan bahwa beliau mendapat jatah untuk memasukkan 2 orang. Katanya jatah didapat dari orang dalam di universitas tersebut. Benar – benar mafia kelas tinggi.

Saya serta merta menolak dengan tegas. Pertama, untuk apa saya harus membayar mahal (untuk ukuran tahun 1999 uang segitu sangatlah banyak) agar bisa masuk ke fakultas yang saya sedikitpun tidak berminat untuk universitas yang saya juga tidak minati. Kedua, saya benar – benar merasa terhina dengan tawaran ini. Sudah 2 kali saya jadi korban menuju jalan yang curang. Saya tidak mau. Buat apa nanti saya menyandang gelar yang terhormat jika untuk langkah awal saja saya sudah melakukan kecurangan.

Dua kejadian tersebut membuat luka yang sampai sekarang masih menganga dalam kehidupan saya. Saya benar – benar terluka melihat kecurangan yang dilakukan oleh Oknum. Saya terluka karena membiarkan orang lain menginjak harga diri saya tanpa bisa melakukan perlawanan. Saya terluka karena saya tidak bisa berbuat apa – apa untuk menghentikan perbuatan terkutuk yang ada didepan mata. Apa yang dikatakan oleh banyak orang tentang “praktek” Ujian Akhir yang tidak bersih itu memang benar – benar ada karena saya mengalami sendiri. Dan kecurangan “menyuap” itu juga benar – benar ada karena saya juga mengalami sendiri.

Jadi, kecurangan itu benar adanya sejak dahulu kala dan bukanlah suatu legenda. Sedangkan kejujuran itu jangan hanya dijadikan suatu cita – cita tetapi sesuatu yang kita harus punyai didalam diri. Sesuatu yang bisa menjaga langkah kita, sesuatu yang bisa menjaga niat baik, sesuatu yang murni dibandingkan apapun. Tanpa kejujuran, mau dibawa kemana langkah kaki kita. Tanpa kejujuran, mau seperti apa hidup kita.

Saya bukan orang yang suci ataupun sok jadi pahlawan dengan membeberkan semua disini. Saya hanya ingin berbagi cerita bahwa godaan untuk berbuat curang itu akan selalu ada. Saya jujur. Saya sangat jujur bahwa mungkin lebih dari setengah usia, saya sudah mencontek ataupun memberi contekan secara sadar. Yang ingin saya tekankan disini adalah, bagaimana lingkungan juga berperan sangat besar untuk membuat seseorang tidak jujur. Godaan untuk menjadi yang terbaik ataupun tekanan karena “tidak enak kalo ga nyontek” adalah beberapa hal yang bisa membuat kita keluar jalur.

Mau jadi apa wajah pendidikan kita jika selalu diwarnai oleh perbuatan yang jauh dari kata mendidik dan terdidik.

Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa menahan hati untuk  tidak berbuat curang, karena nanti yang kita rasakan adalah semu. Apa jadinya jika saya mendapat NEM besar hasil dari curang? Pasti saya tidak akan puas. Apa jadinya kalau saya menerima tawaran untuk masuk Universitas negeri dengan membayar 10 juta?pasti hidup saya akan hambar saat ini. Walaupun nyatanya saya tidak lulus UMPTN dan harus masuk jalur D3 untuk menuju S1 di Universitas negeri yang saya idam – idamkan, saya sangat bangga karena semua hasil dari kerja keras sendiri.

Ini bukanlah bagaimana kita harus menjadi yang terbaik di akhir tujuan. Tapi ini adalah bagaimana kita bisa memaknai segala sesuatunya dengan kejujuran dan tidak pernah takut untuk mengatakan Tidak untuk segala sesuatu yang tidak sesuai dengan hati nurani.

Semoga kejujuran tidak menjadi sebuah legenda suatu hari nanti.

-Jakarta, 12 Juni 2011-
Gambar dipinjam dari sini

Mari kita suarakan #IndonesiaJujur dan selalu suarakan dukunganmu akan kejujuran 

Berita tentang Ibu Siami bisa dibaca disini:
> Ada Gladi resik Nyontek Massal di UN SD | http://bit.ly/jYn8Cr
> Ny. Siami, Si Jujur yang Malah Ajur | http://bit.ly/l3Is4t
> Orang Tua AL Minta Maaf, Diteriaki Wali Murid “Tak Punya Hati Nurani” | http://bit.ly/iJvGCj
> Diusir, Ny. Siami Akhirnya Kosongkan Rumah | http://bit.ly/jvQX2O
               


Dibawah ini adalah tulisan Link dari Blog
 Planius Simanullang



Ini adalah lanjutan tulisan Planius Simanullang tentang perjalanan kami (Saya,Pla dan beberapa teman lainnya) saat backpacking ke sekitaran Semarang dan KarimunJawa

Thanks Pla sudah ngijinin saya untuk nge-link tulisan kamu

Selamat Membaca
 *****
Day 4 - Sabtu, 11 April 2009, Heading to Karimun Jawa, Pulau Cemara Kecil, Tanjung Gelam
Sabtu pagi, jam 7:30 udah jalan meninggalkan penginapan. Naik taksi langsung ke pelabuhan Tanjung Mas Semarang. Dari penginapan ke pelabuhan hanya setengah jam, Semarang memang ga ada macet-macetnya deh, sejauh gw disana ya… Tiba di pelabuhan udah terlihat kapal cepat Kartini, Karimun Jawa Ocean Park. Udah rame tuh orang-orang foto-foto dengan background kapal cepat Kartini, as usual lah untuk dokumentasi perjalanan hahaha…
Hasrat pengen narsis sudah menggebu dalam dada ini, weksss…parah bet!, tapi apa daya harus beli tiket dulu karena kami ga beli hari sebelumnya. Antri belinya, harga tiket Rp. 105.000 plus asuransi Rp. 6.000 total Rp. 111.000,-, Ryan, Mba Eko, dan Mba Deny, langsung beli tiket PP untuk balik hari Minggu, total Karimun – Semarang dengan kapal yang sama Rp. 109.000,- beda 2 rebu!!! Total mereka bayar jadinya Rp. 220.000,-.

Fyi, kapal ke Karimun ga ada tiap hari, untuk kapal cepat dari Semarang, hanya sekali seminggu naek fery cepat, yaitu tiap Sabtu, jam 09.00 tiba di Karimun sekitar 3.5 – 4 jam, tergantung angin. Kapal Kartini ini balik dari Karimun Jawa – Semarang hari Minggu jam 14:00. Kalau mau dari Jepara berangkat tiap Rabu dan Sabtu jam 09.00. Untuk info lengkap bisa telpon ke nomor berikut ini, sekalian nanya fery-nya jalan apa engga, karena kalau angin kencang fery ga akan jalan, seperti bulan Jan- Feb 09 kemaren benar-benar ga jalan tuh fery (based on information dari penduduk setempat):
- KMC Kartini I (dari Semarang)
Dinas Perhubungan dan Telekomunikasi Propinsi Jawa Tengah
Jalan Pamularsih no.28 Semarang
Telepon (+62-24)7602952
Fax (+62-24)7622536
- KMP Muria (dari Jepara)
PT ASDP cabang Jepara
Jalan Kolonel Sugiono no.290 Jepara
Telepon (+62-291)591048

Setelah beli tiket kapal, kami, tepatnya Mba Eko, nyari makan di sekitar pelabuhan. Ketemulah penjual nasi gudeg, yang satu porsinya Rp. 7.000, mba Eko pun membeli 10 bungkus. Duduk nge-gembel di pelabuhan sambil makan, sedap dah… ini baru backpacker hahhaa… *seolah-olah yang disebut backpacker itu harus selalu menderita hehhee…*

Di pelabuhan ada tante yang exist banget, tante baju merah…narsis banget sih tante, kenalan dong… huahahaa… Di pelabuhan juga terlihat si bule yang sering masuk tv di acara bule gila, udah terkenal juga sih nih bule, gw aja lupa namanya. Lagi shooting acara jalan-jalan sepertinya dari Trans 7. Mba Eko sewot liat tuh bule, karena dia nyapa si bule dia dicuekin hahaha… sabar tante Eko…di tv bisa aja orang kelihatanya ramah, tapi di kehidupan nyata ya begitulah…

Perjalanan di mulai jam 9 teng, on time banget! Good work!!! Ruangan di kapal fery nya ber AC, pewe deh. Baru masuk juga udah disedian suguhan lagu-lagu yang ada teksnya, hampir gw mau karoke, diri didepan dan nyanyi sambil joget hahahaa…narsis abis dah… mo gimana ya, panggilan jiwa sepertinya, weksss… Gw terasing sendiri di nomor duduk 10A, sementara 5 teman lainnya ngurut dari 12A-12E *tul kan ya…*. Gw rada males liat cewe di sebelah gw, agak-agak nyolot, ga yakin gitu dia gw duduk di situ, dia minta tiket gw untuk mastiin, untung gw lagi nelpon mas Ari, yang punya penginapan di Karimun Jawa, gw kasih aja tiket gw, dia cek, trus dia ngangguk-ngangguk dan pergi. Sialan nih cewe, udah ngecekin toh ga duduk disitu…shut!!! Jadi cewe biasa aja napah…jangan rese…mending cakepp… hahahaa… *again, seolah-olah kalo cakep bisa rese… :P*
Main UNO di ferry
Masih awal perjalanan, hasrat main UNO udah menggebu. Udah cari-cari tempat yang pewe untuk maen UNO. Gw nanya petugas yang kebetulan duduk di belakang gw apa udah bisa keluar pa belum. Belum bisa, karena harus pemeriksaan tiket dulu. Sip dah. Abis pemeriksaan tiket si bapak langsung mengijinkan keluar dari fery. Kita keluar ke depan fery, kirain asik, eh panas nya ampun-ampun. Susah juga maen UNO. Ga jadi, kita masuk lagi, perjuangan pencarian tempat maen UNO dilanjutkan *halah!*, jalan keluar ke bagian belakang fery. Sip, nemu deh, agak-agak nyempil dikit sih. Kita dengan cuek nya main UNO di fery padahal rame banget. Kita teriak-teriak dan ketawa-ketawa waktu PAL orang-orang pada ngeliatin.

Udah mulai bosen dan mulai pusing karena ombak makin kerasa, eh malah ada seorang bule bernama Bastian, bule Jerman, mau join main UNO. Yah, terpaksa deh main lagi, padahal gw udah mau masuk, Ryan juga da bilang pengen stop. Akhirnya kita maen berempat, gw, Ryan, Faisal ama si Bastian. Sambil maen nanya-nanya Bastian, ternyata dia guru di Pekalongan udah 6 bulan, jadi bule Pekalongan dia. Ngajar bahasa Inggris di sekolah Muhammadiyah. Tapi baru-baru ini dia pindah ke Semarang jadi dosen. Entah kenapa maen berempat mainnya cepet banget, dan tiba-tiba Ryan yang biasa kalah menang di permainan ini. Si Bastian selalu kalah kalau PAL, dan selalu bottom 2 bareng gw hahhaahaha…

Karimun Jawa
Perjalanan 4 jam terlewati sudah, sejam terakhir sih gw tidur, pusing banget… Bangun-bangun udah pengumuman siap-siap turun di Karimun Jawa. Mas Ari, yang punya penginapan yang akan kami tinggali, nelepon gw, ngasih tau posisi ketemu dimana. Ketemu mas Ari dengan topi Trans 7 nya. Kenalan dulu, trus mas Ari nge-jelasin cara jalan ke penginapan dia, lurus, kiri, kanan, kiri, lurus terus, persimpangan kedua ke kiri, ada tempat duduk banyak diluar. Sip dah…Karimun Jawa memang bukan kota yang besar. Kami memang memilih jalan kaki, karena jaraknya paling jauh 1km kata mas Ari, kalau mau nyewa mobil, satu mobil Rp. 30.000,- disedian oleh mas Ari, tapi penghematan mending jalan deh.
Welcome to Karimun...
Tulisan Selamat Datang di Karimun Jawa menyambut kami dan menyatakan kami telah resmi menginjakkan kaki di Karimun Jawa. Berjalan sesuai petunjuk arah yang diberikan mas Ari. Sambil jalan kami sekali-sekali di cek ama mas Lukman, temannya mas Ari, yang memastikan kami ga salah jalan. Baik sekali mas Ari ini, customer is the king :P. Jalan sekitar 20 menit nyampe juga di penginapan Karimun Indah punya mas Ari. Disambut dengan makan siang prasmanan. Ternyata disana sudah tiba lebih dulu rombongan “jalan bebas”, rame banget. Untuk kita ber-enam udah disiapin satu meja khusus dengan menu makanan yang sudah dipesan sebelumnya. Makan siang kena charge Rp. 17.500/orang. Selain makan siang, disambut dulu dengan welcome drink berupa air kelapa seger…

Selagi kita masih makan, rombongan jalan bebas udah berisik, “ayo makan yang cepat ya…udah sore nih, kita harus segera jalan ke pulau pertama, waktu makan 10 menit lagi, nanti abis makan kita bagi kamar terus masukin barang ke kamar langsung siap-siap ya…”. Kami sebagi backpacker independent yang arrange sendiri semua perjalanan mulai kasih comment “ayo..cepat…cepat…hahhaa…ngapain lo bayar mahal waktu lo diatur-atur, ga bisa menikmati…” Itulah kekurangan kalau ikut milis-milis yang bayar dan mereka nentuin itinerary sendiri. Lebih baik seperti kami *ciehh..narsis…*, buat itinerary sendiri, nyari teman-teman yang mau ikutan, trus kerjasama nyiapain semuanya… Cost bisa di minimize, waktu sesuai kesepakatan, kecuali untuk hal-hal yang penting, seperti keberangkatan fery, dll.

Ada hal unik waktu abis makan siang, di meja sebelah kok disediain pisang meja kami tidak?? Mba Eko pun mengambil pisang dari meja sebelah satu sisir, ga nanggung-nanggung :P. Trus kita makan dengan santai. Trus, mas Lukman datang, “ayo mas…mba..perahu nya udah nungguin di dermaga”. Sip, kita mau dianterin ke penginapan, trus masih tergoda dengan pisang yang masih ada di meja sebalah, trus nanya mas Lukman, “mas pisangnya bisa dibawa ga??”, karena mas Lukman liat pisang nya ada di meja kami dia bilang “bisa, bawa aja mba…”, trus mba Eko gerak lagi mau ambil sisa pisang di meja sebelah, mas Lukman liat “eh, pisang dari meja sebelah ya, itu jangan mba, yang punya orang lain”, wakakakaa…. Mba Deny langsung tertunduk malu dan nyengir dan kami ketawa-ketawa karena pisang yang udah disiapin mba Deny untuk dibawa ke penginapan sama juga hasil curian dari meja sebelah hahahhaa…

Pulau Cemara Kecil
Mas Lukman nganterin kami ke penginapan Wisma Arianni, karena penginapan mas Ari di Wisma Karimun Indah udah penuh dipake ama orang-orang dari jalan bebas. Dari awal sih mas Ari udah ngasih tau hal ini, jadi that’s fine. Biaya penginapan untuk sekamar berdua Rp. 60.000/malam, kalau sekamar bertiga Rp. 80.000/malam, kalau berempat Rp. 90.000/malam. Kami makai 2 kamar yang sekamar bertiga.

Naro tas langsung siap-siap untuk memulai trip di Karimun Jawa. Sesuai masukan dari mas Ari kami akan mulai dari Pulau Cemara Kecil trus dilanjut ke Tanjung Gelam untuk nge-sunset. Sip! Kita jalan ke dermaga yang hanya berjarak sekitar 200m dari wisma. Di dermaga perahu kita udah siap dengan 3 kru perahu yang siap membawa kita. Mas Lukman juga ngasih tau kita, ada join 2 orang, yang akhirnya tau namanya Yaya dan Nyit-nyit. Kalau waktu ke Pulau Peucang nambah teman juga yang namanya perulangan dan 2 orang yang sahabatan juga, Kikid dan Pipit, sekarang di Karimun Jawa nemu lagi 2 mahluk yang sama, sahabatan abis dengan nama yang berulang, tapi ga seperti Kikid dan Pipit yang memilih huruf vokal I, yang 2 ini make vokal A dan vokal I, Yaya, Nyit-nyit.

Waktu perahunya da mau jalan, Ryan masih pergi nyari sesuatu untuk keperluan memancing di warung. Dan ga nongol-nongol juga…hmm..panas nih bos…buat emosi aja nih anak… Ditelpon susah masuk… Akhirnya dia yang nelpon gw, gw kerjain gw bilang aja udah di Tanjung Gelam, eh dia malah “ooo…jadi lo sekarang di Tanjung Gelam ya? Jadi gw ketemu lo di Tanjung Gelam?” dong…dong…dong Ternyata dia ga tau Tanjung Gelam itu harus nyebrang pake perahu juga…

Perahu kita menuju Pulau Cemara Kecil, lama juga perjalannya 45 menit. Lautnya tenang banget, ga seperti waktu ke Peucang yang ombaknya ampun-ampun. Perahu nya hampir satu ukuran dengan perahu waktu di Peucang. Dari perahu beberapa pulau lainnya terlihat, Pulau Menjangan Besar, Pulau Menjangan Kecil juga terlihat.
Gila!!! Keren banget pulau cemara Kecil, kita berhenti di laut, ga nyampe nyandar di dermaga, karena ga ngeliat dermaga juga. Wah…hijau banget…dari perahu aja udah terlihat karang-karang laut dan biota laut lainnya. Kita langsung ganti baju dan nyebur ke laut, ga dalam, pas untuk berenang buat yang ga bisa renang, karena kaki masih bisa nginjak, tapi harus hati-hati karena banyak karang. Sayang gw ga bawa kaca mata renang, mau nyewa juga ternyata yang punya perahu ga punya. Untuk bisa tetep menikmati gw minjem kacamata Ryan, gantian gitu makenya hehhee…thanx Ryan…

Di Pulau Cemara Kecil ini kita nemuin beberapa bintang laut, dan kita foto-foto dengan bintang laut nya, keren dan seru deh… Snorkling disini harusnya seru, duh…nyesel deh ga persiapan banget, karena pas baca blog orang-orang katanya ada penyewaan alat snorkling, trus mas Ari juga bilang yang punya perahu nyewain, ternyata yang punya perahu kami ga nyewain tuh…sial…

Kami sama sekali ga menginjak pulau Cemara Kecilnya, cuma ngeliat dari laut dan perahu, intinya pasirnya pasir putih, dan garis pantainya ga panjang dan pulau tanpa penduduk.

Tanjung Gelam
Tanjung Gelam beach... perfect!!!
Sehabis dari pulau Cemara Kecil, perahu bergerak menuju Tanjung Gelam buat nge-sunset. Masih jam 4 sih, tapi mending nungguin disana. Dari Pulau Cemara Kecil ke Tanjung Gelam naek perahu sekitar 30 menit. Wauw…perfect beach!!! Pantai pasir putih, langit yang biru, pohon kelapa yang berbaris rapi. Ada juga disebelah kiri pantai batu-batuan seperti di pantai Belitong *walau hanya liat di pilem Laskar Pelangi*, walau batu nya ga besar-besar at least baguslah terlihatnya. Tanjung Gelam juga pulau tanpa penduduk.

Foto-foto disini keren banget deh, cuaca juga mendukung banget. Kita nungguin sunset di Tanjung Gelam. Asik juga nungguin sunset disini sambil photo session. Bapak-bapak kru perahu dengan berbaik hati manjat pohon kelapa untuk ngambil kelapa muda. Sehabis photo session dan nungguin sunset, kami berenang bentar di pantainya, snorkling tanpa snorkel, hanya modal kacamata renang. Di pantainya snorkel ga seseru di Cemara Kecil, tapi waktu lihat dari perahu agak ke tengah harusnya karangnya bagus-bagus banget. Tapi agak dalam, kalau ga bisa renang dan tanpa pelampung rasanya bahaya.
Sunset view from Tanjung Gelam Beach...
Jam 6 lewat baru cabut dari Tanjung Gelam, perjalanan ke Karimun juga hampir makan waktu 45 menit. Badan sudah cape, tapi hati masih riang gembira, terbukti gw ama mba Deny masih semangat nyanyi-nyanyi sepanjang perjalanan hehehe…

Mandi ngantri, karena di penginapan kami kamar mandi-nya hanya ada tiga sementar tamu lagi banyak. Abis mandi gw sempetin ke rental komputer sebelah penginapan untuk transfer foto-foto selama di Semarang, udah penuh memory gw, 2 giga padahal. Penjaga dan yang empunya rental bernama mas Eko, seorang guru muda yang mengabdi di Karimun Jawa menjadi guru di SMK. Lumayan lama transfer foto-nya, gw tinggal makan jadinya. Untuk transfer foto gw kena charge Rp.10.000. Oh ia, di Karimun Jawa ada layanan hotspot dari kecamatan yang gratis digunakan masyarakat. Mantap deh…gretongan gitu….

Makan malam kami masih disediakan oleh Mas Ari si empunya penginapan Karimun Indah. Disediakan dalam artian bayar juga ya… Menu kali ini ikan bakar dan teman-temannya, nah untuk makan malam ini kita dikenakan biaya Rp. 20.000/orang. Worth lah, enak ikannya. Seperti siang itu, kami makan bareng romobongan jalan bebas. Mereka udah makan duluan. Kita ngeliatin mereka sambil comment lagi, “duh, udah jalan bareng belum ngomongan juga, diem-diem aja… belum kenalan apa yah??”. Ternyata benar, sesi kenalan dimulai abis makan malam. Beberapa orang yang kenalan dan dimintai pendapat mengenai trip mereka menjawab “seru, seru…” tapi dengan muka malas dan ga nunjukin kalo trip itu seru hehehe… Gimana mau seru ya, waktu kita dibatasi untuk hal ini dan itu, this is vacation men!!! Feel free to do what you want to do, right?

Abis makan kita ber-enam main UNO lagi, permainan wajib, daripada langsung tidur…iddddiiiih.. !!! *ngikut si bapak taksi*. Disebelah rombongan jalan bebas lagi acara kenalan, kita maen UNO dengan berisiknya, apalagi kalau lagi Pal, udah deh, tuh meja udah digebrak-gebrak aja… Setiap teriakan-teriakan dahsyat nan menganggu, semua kepala akan berpaling melihat kami… ah…aku jadi malu diliatin gitu… weks…

Mereka bubar duluan “ayo tidur…besok pagi harus bangun ngejar sun rise…”, yuk mari…kita masih lanjut main UNO sampai bosen, dalam artian bosen liat aksi jo, yang banyak aksi tak ada hasil!!! Gaya aja kau Jo!!!! Ga pernah menang pun kau… cem betul aja… jangan banyak kali gaya kau…!!! *huahahhaa… Medan kali*

Day 5 - Sabtu, 12 April 2009, Pulau Menjangan Kecil, Pulau Menjangan Besar, Pulau Cemara Besar
Pagi rencana untuk ngejar sun rise di Legon Lele, sesuai penjelasan mas Eko si empunya usaha rental. Trekking sekitar setengah sampai sejam. Udah nge set alarm 4:30. Tapi hujaaannn… Mba Deny udah ngebangunin ke kamar kami, tapi karena hujan tidur lagi. Trus Faisal cek lagi kamar kami, gw bangun dan langsung diri, biar ga ngantuk lagi, ternyata hujan udah reda… yeah…

Hal yang aneh adalah, tempat tidur Ryan bergeser agak ke tengah deket pintu, whatz up? Ada mahluk aneh kah yang menggesernya? Huahaha… pas tidur sih gw denger krasak krusuk geser tempat tidur gitu, ternyata Ryan kena cipratan air hujan…
Sun Rise view from Nirwana Lodge
Ryan dan Jo ga ikutan trekking menuju Legon Lele ngejar sun rise. Berempat jalan kaki di pagi hari, itung-itung olahraga, udah jam setengah 6 sih. Udah ragu apa keburu dapat view yang bagus buat sun rise. Karena Legon Lele *yang katanya best view buat sun rise* masih jauh, kita jadinya masuk ke Nirvana Lodge. Sebuah vila dengan view sun rise yang bagus dan pantai yang bagus juga…private banget nih tempat kayaknya. Cuma waktu kita kesana ga ada orang, jadi bebas aja masuk foto-foto dan nge-sun rise.
Karimun Jawa Traditional Market
Jam 7-an kita udah siap-siap untuk nyari sarapan dan memulai perjalanan hari ini. Ada 3 pulau yang akan dijelajah. Rencana awal nyari makan di sekitar dermaga, waktu mau belok kiri, eh liat di kanan ada pasar, liat-liat bentar pasar di Karimun Jawa seperti apa. Pasar kecil, yang aktif hanya sampai jam 10-an. Ada seorang ibu yang jualan nasi disana, cocok buat sarapan pagi, nasi plus ayam plus ikan asin plus tempe plus de el el. Hal paling kocak adalah, saat pembayaran, gw kena charge Rp. 10.000, ayam plus teh manis anget, trus Faisal melapor, makanan yang sama dia bayar Rp. 8.000, gw langsung nengok si Ibu…”kok beda bu??”, protes donggg… eh si Ibu jawab “ia toh, kan mas nya dapat ayam yang gede, mas nya ini dapet ayam yang banyakan tulangnya, jadi harus dibedain, entar mas nya protes lagi” hahaha…bener…bener… ya udah bu…pricing stragety yang bagus ;)

Si tante Eko nyari makan sendiri di warung seberang, mesen pecel yang katanya murah meriah hanya 2.000 perak, apa 3.000 ya? Lupa gw. Trus dia beli cendil juga, kalo soal makanan tante Eko hebat deh…semua mo dicoba…

Pulau Menjangan Kecil
Abis sarapan, perjalanan dimulai menuju Pulau Menjangan Kecil. Kita berhenti dipantai ga sampai nyandar di dermaga, karena menurut si Bapak perahu, kalau masuk pulau ini harus bayar, sekitar Rp.10.000/orang, idih…males bet ya… Akhirnya kita nyebur aja gitu dari perahu, daripada bayar… Yang nyebur pertama Faisal, ternyata dalam juga… kita minta si bapak perahu agak pinggiran dikit, jadi ga terlalu dalam. Untuk orang-orang yang “ga pede” renang jadi bisa napak di dasar laut. Ternyata tetap lumayan dalam, jadilah gw memapa nenek-nenek tua selama di lautnya sampai menuju pantai yang agak dangkalan. Nenek-nenek tersebut adalah mba Deny hahahhahaha… maaf mba Den….

Paling hebat adalah Yaya dan Nyit-nyit yang masih ditengah udah nyebur ke laut, pake pelampung juga sih. Emang kedua anak ini persiapan banget deh ke Karimun Jawa, pelampung bawa sendiri, snorkel punya, kacamata renang bawa, sepatu untuk renang bawa…jadi aman kalo napak di dasar yang ada bulu babi nya. Mereka malah teriak-teriak, sini donggg…sini keren banget… Ayo cepeten… Kita coba renang kesana, kok di dasarnya banyak yang item-item ya?? Eh ternyata itu bulu babi, banyak banget…ngumpul gitu, kita harus muter supaya ga keinjek, kalau ke injek badan bisa panas dingin… Di Pulau Menjangan Kecil ini harus super duper hati-hati, entar ada bulu babi yang nyempil satu di balik karang…

Nyit-nyit minjemin snorkel ama pelampung serta kaca matanya ke gw, komplit deh, soalnya mereka jago renang jadi ga kawatir… Yess…bisa juga menikmati keindahan bawah laut nya Karimun. Emang di bagian itu keren sih… Beberapa dari kita susah gerak menuju titik yang di tunjuk Nyit-nyit dan Yaya, karena “ga pede” renang. Sempet-sempetnya ada sesi training ke mba Deny oleh Nyit-nyit, ayo nafas…nafas…jangan panik… oalah… :D. Yaya ampe teriak-teriak…sini dongg… lama amat sih… sini keren lagi…sini gw tuntun.. Kita masih yang masih takut ama bulu babi. Sampai-sampai nyit-nyit teriak “ga ada bulu babi-bulu babi, bulu bali itu ga gerak, dia diem aja disitu, yang penting jangan nginjek aja…” Oala bu…itu dia masalahnya, gerak dikit bulu babi, kita kan ga pede renang gitu, dikit-dikit napak, kalo pas pengen napak nginjek bulu babi gimana hayo… Akhirnya sih mendarat juga di titik yang disebut ama Nyit-Nyit ma Yaya.

Nah masalah berikutnya waktu kita teriak manggil perahu, perahu kita udah deket pantai, kita udah agak ketengahan, yang udah ga mungkin kita renang ke pinggir pantai, bulu babi dimana-mana… Kita udah deket dermaga nya, dermaga jauh dari pantai. Sambil nunggu si bapak perahu, kita renang ke dermaga, dalem banget… gw minjem pelampung buat nyebrang, Faisal dan Nyit-nyir dengan nyantai renang sendiri… Trus yang laen nungguin pelampung, jadi tukeran… Gw malah heran, si Ryan kok panik banget ya… takut banget renang ke dermaganya… Tak kirain lo jago renang bos…ternyata…ah…dirimu buat malu aja…padahal udah pake pelampung juga hahahhaa…

Paling males waktu kita lagi nunggu bapak perahu di dermaga, rencana mau foto-foto, gaya loncat ke laut gitu, eh pas mau ambil kamera, seorang bapak udah nampang di pantai melototin!!! Tatapannya seolah berkata “bayar ga lo??? Kalo engga, pergi sana!!!!!!!!!” Anjrit nih orang…ini kan ciptaan Tuhan…rese abis lo ah…

Pulau Menjangan Besar
Me and the shark!
Sehabis dari Menjangan Kecil, Pulau berikutnya adalah Pulau Menjangan Besar. Jarak antara Pulau Menjangan Kecil dan Menjangan Besar ga jauh, naek perahu 15 menit doang. Nah, di Pulau Menjangan Besar harusnya bisa juga berenang dan snorkling, tapi katanya bapaknya pantainya lumayan berombak, kalau mau silahkan, tapi saran bapake mending jangan. Di Pulau Menjangan Besar kita akhirnya berenang dengan hiu, ga percaya lo??? Nih foto-nya. Tujuan utama ke Pulau Menjangan Besar memang melihat penangkaran hiu, dimana kita bisa berenang juga dengan hiu-hiu itu. Dan tentunya kita ga mau melewatkan kesempatan langka ini :D.

Paling seru waktu si bapak penjaga penangkaran hiu ngasih makan hiu nya dan kita lagi di dalam kolam, otomatis si hiu nyambar makanan yang di lempar dan si hiu berkumpul di satu titik, kita diri dan si hiu hilir mudik di kaki kita. Kita pun nyanyi lagu favorit sekaligus lagi kenangan Ryan di kolam itu “Ditowal towel jangan mere mere…” hahhaa… Agak-agak serem juga waktu si hiu siliweran di kaki, jangan-jangan salah gigit lagi nih hiu…ternyata aman-aman sajaaa… Seru…seru…pengalaman yang unik…

Di Pulau Menjangan Besar kita benar-benar hanya berenang dengan hiu dan ga makan waktu lama. Masih jam 11. Mba Eko, Ryan dan Mba Deny, pulang ke Jakarta hari itu juga, fery jam 2. Itung-itungan waktu, kalau mau ke Pulau Cemara Besar makan waktu 45 menit, PP 1 jam setengah, setengah jam disana masih jam 1 entar balik ke Karimunnya. Mereka takut ga keburu, jadi ya udah… kita balik ke Karimun. Beres-beres, kita bertiga (gw, fai n jo) juga beres-beres karena harus pindah penginapan ke Karimun Indah. Ternyata penginapannya masih diisi. Ya udah kita putusin kita bawa tas ke perahu dan berangkat ke Pulau Cemara Besar. Mba Eko, Mba Deny dan Ryan istirahat di penginapan sambil makan siang nunggu waktu keberangkatan. Ok d, mba eko, mba deny dan ryan, hati-hati ya…thanx for joining us on this trip…

Pulau Cemara Besar
Nyit-nyit dan Yaya masih nungguin di perahu. Yang jalan ke Pulau Cemara Besar jadinya berlima. Perjalanan lebih 45 menit. Makan di perahu, abis makan terkantuk-kantuk sambil menikmati semilir angin laut. Di perahu masih sempet jemur pakean yang basah, biar ditas ga berat :D.
Again, Cemara Besar....
Perjalanan ke Cemara Besar agak berombak, tapi ga parah, biasa aja, dibanding dengan sehari sebelumnya yang lautnya tenang bangettt… Mendekati Cemara Besar terlihat garis pantai putih gitu, gw sempet bilang ke Fai, berombak tuh…disana ombaknya gede, Faisal bilang, engga ah…itu warna lautnya lagi…tapi kok putih gitu sih… Semakin mendekati ternyata itu warna lautnya. Keren abis… ternyata pasir putih di tengah laut, tapi itu dangkal, dan itu panjang banget seolah menyambung 2 pulau, Cemara Besar dan pulau Menyawakan kalo ga salah. Keren, asli!!!! Perfect!!! Untuk snorkling juga bagus banget…karang-karangya dan ikannya mantep dah… Untung gw inget minjem kacamata renang mba eko hehehe…thanx mba Eko…
Di Cemara Besar, si bapak perahu juga snorkling sambil nyari jawil. Mereka teriak…”mas…ini banyak nemu Jawil, entar mau makan ga?? Biar dicariin lagi”, ya uwes kita mau dong… mereka dapet banyak… Trus kita jalan ke Pulau Cemara Besarnya… wah…airnya hanget…gw berendam dulu, asik banget… Si Bapak perahu nyiapin api untuk ngebakar… Abis berendam dan moto-moto, kita join, beberapa udah mateng…daging jawil nya masih terbungkus cangkang. Abis dibakar, harus di hancurin cangkangnya dengan palu. Wah…maknyus banget nih jawil…ga pake kecap, garam or sambal tapi mantep abis…apalagi kalau dapet yang ada telornya, manis…uenak tenan rek…

Gw, Fai and Jo sempet berencana muterin tuh pulau, karena kata bapaknya bisa di puterin, malah bapaknya mesen kalau nemu jejak penyu bertelur panggil kita ya… Kita nyoba, ternyata makin jauh makin ga bisa di jalani, harus sambil renang dikit. Kita balik deh jadinya… Menurut info dari bapak perahu, pulau Cemara Besar ini dulu tempat sekolah pelayaran. Pas gw tanya bekas gedung nya dimana, katanya udah dihancurin.

Abis nge-jawil…oalah istilahnya… kita balik ke perahu dan melanjutkan perjalanan. Karena pulau yang laen itu jauh-jauh dan beberapa pulau harus bayar kalau masuk, ada yang pake dolar lagi..najis banget yah…pulau-pulau kita ini telah di miliki orang asing…hiks…, kita akhirnya milih ke Tanjung Gelam lagi. Kemaren itu ke Tanjung Gelam belum renang dan ada pantai berbatu yang belum dijelajahi…

Halak Hita di Karimun (Orang Batak di Karimun) 
Malamnya, kita ga mesen makan dari penginapan Mas Ari, pengen nyoba nyari sendiri. Tapi kita nyari tiket fery dulu untuk pulang besoknya. Pergi ke ASDP yang ternyata malam juga masih buka. Mesen tiket yang VIP, AC lah ceritanya, ini bukan fery cepat, tapi fery biasa…harga tiket Rp. 58.250,- per orang plus asuransi. Lagi ngobrol ama penjual tiketnya, petugas fery, dia nanya-nanya dari mana, orang mana, dan gw jawab, orang Medan, dia nanya marga apa, gw jawab Simanullang, dia langsung nyalam gw sambil bilang Samosir…oalah…batak juga, ngomongnya da jawa banget… Waktu ga ada kembalian dan kita ngasihnya kurang, dia bilang “ya udahlah…anggap aja harga saudara..” hahaha.. mauliate bapa tua samosir… 

Keluar dari kantor ASDP, kita jalan nyari makan, sesuai dengan petunjuk mas Ari, deket lapangan ada warung. Yup, right, ketemulah sebuah warung. Ambil sendiri cuyyy…pas banget dah…laper gini solusi paling baik adalah makan yang ambil sendiri alias prasmanan… Pas makan, terdengar bapak yang punya warung ngomong ke anaknya dengan logat Medan. Jo langsung comment, wah…orang kita keknya… Mungkin karena si bapak dengar, trus dia ajak ngobrol… Pas ngobrol ama kita sih logat jawa abis… Pas kenalan, ternyata batak juga… marganya Sitorus lagi, sama ama Jo dan Faisal. Oh ia, si Fai sih marga Pane, tapi kalau di batak biasa itu dibilang Sitorus Pane. Dan Faisal baru tau itu, secara dia batak kafir hahaha…dia sendiri yang bilang loh…bukan gw… Abang Sitorus ini humble banget… dia manggil Faisal aja abang, karena marga Pane lebih tua *secara silsilah batak* dari pada Sitorus… Makin mantaplah pembicaraan sambil makan… Belum lagi dia manggil gw tulang karena ada sodaranya yang marga Simanullang, dan dia harus manggil tulang ke gw. Ampunn…gw langsung bilang “bang, ga usah manggil tulang lah…ga kuat aku dipanggil yang lebih tua tulang, make umur aja lah bang, ga usah make silsilah batak kita sekarang…” Hehehe…. Coba ngobrol make bahasa batak, abang Sitorus masih bisa, karena terlalu lokal yang membuat Faisal dan Jo ga ngerti kita jadinya make bahasa Indonesia ajah…

Habis makan obrolan masih lanjut…ya ialah…semarga ketemu di pulau Karimun Jawa yang pasti suatu kejadian yang sangat langka… Tapi sayang, si Jo nih kurang respon menurut gw…dasar kau Jo…tak ngerti adat kau…!!! Banyakan ngobrol ama abang Sitorus ini jadinya gw… Abang ini nawarin minum kopi lagi… waktu kakak *istri abang Sitorus, marga Lubis* lagi buat kopi terrciumlah aroma kopi yang khas di hidung ini… tak lain tak bukan kopi Sidikalang… Minta konfirmasi ke abang itu, ternyata abang itu baru pulang dari Medan dan dia bawa kopi dari Medan, ya udah lah…ngemeng doang tuh kopi Medan, aku yakin itu kopi Sidikalang!!!! Aroma nya ga bisa nipu apalagi rasanya… maknyuss….
Kopi Sidikalang
Pembicaraan dilanjut sambil minum kopi, ternyata bang Sitorus ini udah 13 tahun merantau dan menikah dengan kakak boru Lubis disana. Ditengah pembicaraan, Faisal mengirim sms ke gw dan Jo yang inti sms nya kita harus bayar tuh makanan, jangan jadi gretongan, minimal bayar 50rb, karena kami makannya buas dan pada nambah semua. Yup, setelah hampir 2 jam di warung bang Sitorus ini, kami pamitan pulang, dan masuk ke dalam warung makan, ada mba-mba disana. Waktu mau nanya harga, bang Sitorus langsung bilang ga usah bayar, masa abang sendiri makan dirumah harus bayar, kata bang Sitorus. Waduh, repot deh, kita udah maksa terus, untuk bayar, ga enak juga, karena kita tadi udah buas banget makannya. Faisal malah kasih ide untuk naro duitnya di meja gitu. Itu sih malah ga sopan, karena abang Sitorus tadi udah nganggep kita sebagai tamu dan malah saudara. Mauliate godang bang Torus…sae Tuhanta ma na mambalos tu sude na ni parade ni abang tu hami ate….

Mantap nian nih orang batak!!! Faisal aja langsung komen, wah…kita harus buat kaos nih “Proud to be batak…” atau “Saya batak!!!”, jadi kalau jalan bisa aman. Huahahaa….

Sayonara Karimun Jawa
Ferry to Jepara...6 hours of journey to Jepara
Pulang ke penginapan Karimun Indah, langsung tidur, da cape seharian beraktifitas. Bangun pagi langsung siap-siap mandi dan menuju pelabuhan. Kapal ferry yang kami tumpangi berangkat pada pukul 08.00. Kapal ferry pulang dari Karimun Jawa kapal ferry biasa, bukan kapal ferry cepat, waktu tempuh menjadi lebih lama hingga 6 jam. Dan uniknya kapal ferry ini dipenuhi oleh beraneka ragam barang dari hewan, kelapa, mobil, motor, ikan, dan barang-barang dagangan lainnya. Penuh banget sampai susah naek ke atas. Motor menutupi tangga, petugas juga ga cepat ngatur letak motor dan mobil di ferry.

Pulang bareng dengan Nyiet-Nyiet dan Yaya tapi duduk mereka terpisah, Nyiet-Nyiet pokok kiri depan dan Yaya pojok kanan belakang, diagonal lah ceritanya. Aktifitas di ferry selama 6 jam, tidur dan makan. Tiba di Jepara udah jam 2. Jalan kaki menuju terminal Jepara, backpacker abizzz, backpacker kere lebih tepatnya. Mayan juga ternyata, tapi masih kalah dengan perjalanan dari stasiun Tawang ke Simpang Lima. Hal pertama yang dilakukan di terminal Jepara adalah, makaaannn…laper cuy…!

Sekitar jam 3 lewat bis jurusan Jepara – Semarang pun meluncur, makan waktu 3 jam. Bis nya sih seperti metro mini, penumpang yang ga kebagian duduk berdiri dan bis nya penuh, metro mini abis deh. Jam 6 tiba di Semarang di lanjut menuju stasiun Poncol naek angkot, makan waktu hampir 30 menit. Nyampe di stasiun Poncol ternyata tiket ekonomi jurusan Jakarta untuk yang duduk sudah habis. Apa daya, kita sepakat untuk naek kereta bisnis dari stasiun Tawang, untuk ngejar waktu naek taksi. Ternyata kereta bisnis dari stasiun Tawang pun sudah penuh untuk kelas bisnis, kita ditawari naek kereta eksekutif pukul 10 malem dengan harga tiket Rp. 190.000,-, you know what? Untuk satu kata yang dikenal dengan nama “kenyamanan” kita memilih tiket eksekutif :D, AC, dikasih bantal, selimut ada snack nya juga…, please Ryan, Mba Eko, Mba Deny, dilarang protes… hahhahahaa…kami maklum atas penderitaan kalian naek kereta ekonomi, non seat pula, kalian memang tidak modal!!! Wakakakaka… Otomatis pengeluaran untuk backpacking kali ini bengkak abis, tekor di bis berangkat ke Semarang, tekor lagi naek kereta dari Semarang ke Jakarta.

Tiba di Jakarta udah jam setengah enam pagi, ke rumah Faisal nebeng mandi. Langsung ngantor…mantap dah…pegelnya ampun-ampun…

That’ all folk! It’s a great moment!!!

Fyi, kalau mau ke Karimun Jawa, silahkan menghubungi Mas Ari 081325131608, orangnya baek banget, beliau akan menyiapkan semua kebutuhan disana, dari penginapan, makan, perahu, alat snorkel, diving, just call him. Mas Ari ini sangat memperhatikan konsumennya, kita akan ditelpon terus lagi dimana, sedang apa untuk memastikan kita menikmati selama berada di Karimun Jawa. Kalau makanan sudah siap, akan ditelpon untuk ngajak makan. Yang paling luar biasa menurut gw, sewaktu balik dari penginapan menuju Pelabuhan, mas Ari coba cek kami ke kapal Ferry apakah sudah di dalam apa engga, untuk memastikan kami tidak ketinggalan kapal, karena sekali ketinggalan harus menunggu beberapa hari ke depan. Mas Ari nelpon, trus nyusul ke pelabuhan, kami belum tiba di pelabuhan, masih jalan kaki karena keluar dari penginapan ke pasar dulu beli sarapan, kami di tawarin untuk dianterin naek motor beliau karena memang waktu tinggal 10 menit lagi. Luar biasa… cocok nih Mas Ari jadi CRM, Customer Relationship Marketing, thanks Mas Ari untuk semua bantuannya selama di Karimun Jawa… Sesuai pesan Mas Ari, saya akan mempromosikan Karimun Jawa supaya semakin terkenal…