Tuan, ternyata aku tak mampu menahan sorot matamu. Terlalu meneduhkan.
Ketika tangan sudah memutuskan untuk melepaskan kenangan, namun hati tak sanggup meninggalkan tatapan. 
Lalu apa sebenarnya yang kau inginkan dari semua ini, Tuan?

Jika kau sendiri tak mampu menjawab, lalu kenapa kau tumpahkan segala tanya ke dalam otakku yang kapasitasnya tak seberapa.
Jika kau ingin meneruskan langkah ini menuju satu titik diujung sana, lalu mengapa kau seolah tanpa jeda berlari mengejar semua yang tak nyata.

Berhentilah sejenak disini, Tuan.
Bersandar dihatiku dan tumpahkan semua kesahmu.

Jangan pernah menatapku lagi dengan telaga matamu
Sesungguhnya yang kita perlukan adalah jeda
Untuk kita kembali bersama
Menganyam seuntai doa dan mewujudkannya menjadi nyata

Lalu, harus bagaimana Tuan?

-Jakarta, 17 Agustus 2011-
Untukmu, Tuan bersuara merdu yang sudah menemaiku berjibaku dengan angka - angka seharian penuh. Gara2 kamu, aku jadi ga konsen di meeting. Antara menganalisa angka dan menganalisa dirimu menjadi semacam candu bagiku. Thanks Tuan, sudah menjadi penyemangatku ^_^


This entry was posted on 3:53 PM and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: