Sudah hampir 3 bulan saya hidup mandiri setelah 3 tahun lebih perjuangan keras untuk bisa keluar dari rumah bulek. Kenapa saya bisa mengatakan perjuangan keras? Karena sebagai anak yang terlahir dari keluarga jawa, dari kecil saya di doktrin untuk lebih menjaga perasaan orang lain dibandingkan mengedepankan perasaan sendiri. Hal ini juga berlaku ketika saya datang ke Jakarta untuk bekerja. Sejak sebelum sampai, bulek sudah wanti – wanti agar nanti kalau di Jakarta tidak usah kos karena ada kamar kosong di rumahnya yang bisa ditempati. Padahal sebagai pribadi yang sudah biasa kos sejak SMA, hal tersebut membuat saya malah menjadi tidak nyaman. Menumpang di rumah saudara tidak pernah terbayangkan oleh saya sebelumnya. Tapi ya sudahlah, dijalani saja. Saya tidak kuasa menolak karena ya itu tadi, tidak enak dengan saudara. Apalagi beliau adalah adik ibu saya. Singkat cerita, saya sudah bisa kos sekarang dengan melewati masa 3 tahun lebih numpang. Pfiuuhh, perjalanan yang melelahkan sebenarnya.

Saya ingin menceritakan keistimewaan rumah kos saya bersama semua penghuninya. Dari seorang teman kantor yang memberi tahu bahwa ada kamar kos kosong dekat dengan tempat kos dia, malamnya saya langsung melihat tempat tersebut. Tampak depan, saya agak takut dengan kondisi halamannya. Agak gelap karena penerangannya minim. Tetapi setelah masuk ke dalam rumahnya, saya merasa nyaman. Entah kenapa. Berkenalan dengan ibu pemilik rumah saya diperlihatkan sebuah kamar. Besar, 1 meja rias, 1 meja komputer, 1 meja tempat makanan, 1 lemari yang super duper besar, 1 jendela besar yang menghadap ke taman mungil dan ventilasi yang baik membuat kamar tersebut terasa sejuk. Saya langsung membayar down payment walaupun saat itu saya belum menemukan cara bagaimana agar saya bisa keluar dari rumah bulek. Ya sudahlah, itu urusan nanti. Yang penting saya sudah menemukan tempat kos yang nyaman.Ibu kos saya lalu bercerita bahwa dia mempunya 3 anak. Anak sulung wanita di bandung, anak kedua dan anak ketiga masih tinggal satu rumah.

Dengan diantar seorang teman yang membantu membawa barang – barang saya yang super banyak itu, pada hari yang sudah disepakati, akhirnya saya pindah juga ke kos ini. Ternyata rumah ini lumayan besar. Ada taman dibelakang rumah, lengkap dengan ayunan dan teras berrsama kursi anyamannya. Ruang makan yang menjadi satu dengan dapur bersih. Total ada 6 kamar termasuk dengan kamar saya dan kamar asisten rumah tangga. Ada 2 asisten rumah tangga, saya memanggilnya dengan mbok dan mbak. Mereka sangat baik dan bersahaja. Selalu membersihkan kamar saya dan meletakkan baju yang sudah diseterika di gantungan lemari dan diatas tempat tidur saya. Intinya saya kos disini perlakuannya sama seperti saya tinggal di rumah bulek. Terima beres semua. Harganya pun murah meriah. Dekat dengan kantor pula. Benar – benar anugerah.

Nah, sekarang saya ingin menceritakan keistimewaan yang kedua. Penghuni rumahnya. Kalau tadi saya sudah menyebutkan sepintas, sekarang saya akan menceritakannya secara lengkap. Bapak kos saya adalah pensiunan BUMN terkemuka di negeri ini. Ibu kos saya adalah ibu rumah tangga yang di usinya sudah menginjak umur 63 tahun masih terlihat sangat muda dan cantik. Mungkin karena faktor beliau berasal dari bandung juga. Mereka mempunyai 3 orang anak. Anak pertama adalah perempuan, sudah berkeluarga dan sekarang tinggal di bandung. Anak kedua, perempuan, sudah berkeluarga dan masih tinggal dengan orang tua. Anak kedua ini diberikan keistimewaan yaitu Tunanetra. Dia menikah dengan seorang Tunanetra juga. Mereka diberikan anugrah 2 orang anak lelaki. Anak pertama terlahir normal dan anak kedua Tunanetra. Kemudian anak terakhir bapak ibu kos saya adalah lelaki. Dia juga Tunanetra.

Subhanallah, pemilik rumah ini benar – benar mendapatkan barakah Allah. Diberikan anak – anak dan cucu yang istimewa. Sampai detik ini saya tidak mengetahui penyebab tunanetra mereka. Informasi yang baru saya kumpulkan dari mbok adalah mereka Tunanetra sejak lahir. Dan yang saya pahami adalah Tunanetra itu bukan penyakit turunan. Jadi, pasti ada sesuatu yang terjadi. Anyway ini akan menjadi PR buat saya untuk menanyakan selengkapnya pada ibu kos. Mereka hidup selayaknya manusia normal setiap harinya. Menggunakan gadget, mengikuti jejaring sosial dan berkegiatan yang sama seperti saya. Tidak ada yang berbeda. Begitupun anak yang mempunyai orang tua Tunanetra, dia tidak merasa malu sedikitpun. Seringkali diantar ibunya ke sekolah dan jika sabtu, ibu juga mengantar dan menunggui anak Taekwondo jika dia sedang libur. Wow, mungkin karena mereka terlahir dari keluarga berada, mereka mendapatkan pendidikan dan fasilitas yang sama seperti manusia normal. Hal tersebutlah kemungkinan yang menjadikan mereka tidak canggung berada di komunitas masyarakat.

Ada banyak hal yang mengagumkan yang saya bisa maknai tiap hari. Dengan hidup diantara Tunanetra, saya menjadi lebih banyak bersyukur akan banyak hal dan juga malu akan banyak hal juga. Saya bersyukur diberikan tubuh yang sempurna sehingga saya bisa melakukan segala macam kegiatan tanpa ada hambatan. Sebaliknya, saya juga seringkali malu karena saya yang tidak punya kekurangan fisik seringkali mengeluh ini itu dan kadang malas – malasan untuk melakukan segala sesuatunya. Sedangkan orang – orang disekeliling saya yang diberi keterbatasan fisik malah melakukan dan menghasilkan sesuatu tanpa ada batasan, tanpa ada hambatan dan yang terpenting tanpa ada keluhan.

Seringkali saya melamun dan membayangkan andaikan saja saya terlahir sebagai Tunanetra. Saya tidak bisa melihat bagaimana rupa saya sebenarnya. Cantikkah, tampankah, elok rupakah, burukkah . Saya tidak bisa mereka - reka bagaimana bentuk tulang pipi saya, seberapa legam rambut saya, seberapa elok mata saya. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan saya tidak bisa melihat wajah kedua orang tua saya. Saya tidak bisa melihat bagaimana wajah cantik ibu dan gagahnya bapak saya. Saya tidak bisa melihat wajah saudara – saudara saya, saya tidak bisa menikmati alam ciptaan Tuhan, saya tidak tahu apa arti warna kuning, merah, hijau dan warna – warna indah lainnya. Saya tidak bisa melihat betapa indahnya Pelangi. Saya tidak bisa megnimajinasikan bagaimana rupa avatar ketika semua orang membicarakan betapa hebatnya film ini. Ketika suatu saat saya menikah, saya tidak bisa memandang wajah tampan suami saya. Banyak hal indah yang Tuhan ciptakan di dunia ini tidak bisa saya lihat menggunakan mata saya. Saya pasti akan sedih akan hal tersebut. Satu hal lagi, mungkin ketika saya di posisi Tunanetra, saya juga tidak akan bisa menikmati betapa indahnya ketika kita bisa membaca Al-Qur’an, melihat setiap lekuk hurufnya dan melafadzkannya dengan senandung keikhlasan walaupun saya tau, semua pasti bisa dilakukan karena mereka punya huruf braile. Tapi rasanya pasti akan beda apabila kita bisa mengaji menggunakan mata normal.

Tetapi, pasti ada hikmah disetiap peristiwa. Saya tahu kenapa Allah menciptakan mereka tidak bisa melihat. Sesungguhnya mereka adalah orang yang terpilih untuk dijaga penglihatannya dari segala kemaksiatan dunia. Mereka diberikan penglihatan yang lebih sempurna dibandingkan kita manusia normal. Mereka mempunyai mata yang lebih tajam dan lebih bersih daripada mata kita. Mereka mempunyai mata hati. Jujur seringkali saya iri melihat mereka yang di jaga pandangannya oleh Allah. Bagamana tidak, saya yang mempunyai mata normal saja seringkali menodai mata saya ini dengan segala kemaksiatan. Melihat tulisan yang tak layak di baca. Melihat film yang jelas – jelas bisa menimbulkan dosa. Membaca berita yang saya sendiri tahu bahwa itu adalah fitnah. Melihat kebesaran Allah tetapi jarang sekali untuk berucap syukur atas segala nikmatNya. Betapa saya telah meracuni jiwa ini lewat mata. Berapa banyak dosa yang telah saya perbuat melalui mata. Karena terlalu seringnya mata ini dibiasakan melihat hal – hal yang tak layak, menjadikan mata hati saya tumpul. Tumpul karena saya sibuk mengasah keduniawian lewat mata kepala. Tumpul karena saya tak pernah mengasahnya dengan sesuatu yang bersifat ke Tuhanan. Tumpul karena saya jarang bersyukur untuk nikmat yang tak henti – henti Alah sudah berikan.

Alhamdulillah, mungkin saya diberikan teguran yang maha dahsyat dengan mengenal orang – orang luar biasa ini. Bagaimana mereka memberikan kontribusi yang lebih kepada yang berkekurangan. Anak ibu kos yang terakhir, bekerja di LSM. Hampir tiap minggu dia selalu keluar kota, keluar pulau ataupun keluar negeri untuk melakukan kegiatan sosial. Membantu mereka yang berkekurangan. Lihatlah, bagaimana saya tidak malu melihat itu semua. Dia yang kekurangan saja selalu bersemangat untuk membantu saudara kita yang berkekurangan lainnya. Apa kabar dengan saya. Tidak melakukan apapun padahal kalau sabtu minggu tak pernah ada kegiatan apapun dan saya diberikan kesempurnaan fisik untuk bisa melakukan yang lebih dibandingkan dia. Astaghfirullahaladzim, betapa saya telah melakukan kerugian berpuluh tahun ini. Betapa saya adalah kaum yang merugi. Tak bersemangat melakukan apapun. Hanya berkeluh kesah dan menuntut segala sesuatu kepada Allah padahal saya sedikit memberikan apa yang Allah pinta. Umat macam apa saya ini.

Perlahan – lahan saya mencoba untuk memperbaiki mental ini. Berusaha setiap pagi, bangun dengan penuh rasa syukur. Mencoba belajar agar mata ini dijauhkan dari kesesatan. Dipaksakan untuk sering membaca Al-Qur’an dan membaca tafsirnya. Betapa Allah itu adil atas segala sesuatunya. Tak layak rasanya jika saya setiap kali berdo’a memohon, menuntut dan selalu memaksaNya untuk mengabulkan doa saya, padahal saya masih berbuat sedikit untuk sesama. Selama saya masih diberikan Umur yang barakah ini, saya akan berusaha dengan keras menggunakan apa yang telah Allah amanahkan sebagai ladang tempat saya bersyukur. Mengasah mata hati ini supaya saya menjadi umat yang amanah dan menjauhkan diri dari laranganNya. Mendekatkan diri pada ajaran dan perintahNya. Semoga kita semua menjadi umat yang selalu berada di jalan yang benar dan Istiqomah dalam beribadah. Karena sejatinya manusia diciptakan didunia ini adalah untuk beribadah. Semoga kita bisa lebih sering menggunakan mata hati untuk melihat kebesaranNya dan menggunakan mata kepala kita untuk bekal melakukan segala kebaikan. Betapa Allah maha besar atas kuasaNya

Oh ya, sewaktu saya menulis ini*siang hari*, beberapa Tunanetra sedang berlatih band dengan lagu - lagu terkini. suara vokalisnya tak kalah dengan suara para Indonesian Idol dan pemain musik yang lain juga tak kalah jagonya dengan pemain band yang sudah senior. Subhanallah, saya hanya bisa mendengarkan mereka menciptakan lagu dengan perasaan iri dari sudut kamar saya karena mereka lebih berkreasi dari saya.


-Jakarta, 25 April 2010 dini hari ga bisa tidur-



This entry was posted on 1:26 AM and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: