Saya selalu merasa nyaman ketika berada di rumah ini. Rumah dimana saya dibesarkan. Sebuah kota kecil yang masyarakatnya masih dipenuhi cinta. Saya bisa merasakan wanginya embun, gemerisik daun pohon mangga di halaman rumah, geliat burung yang hinggap di pucuk pohon jeruk, menyesap bulir keheningan dengan rasa rindu yang membuncah dan menghirup aroma masakan ibu dipagi hari. Hmmm…saya selalu ingin kembali pulang.

Melangkah memasuki halaman rumah adalah menjadi saya yang tanpa ambisi, tanpa mimpi – mimpi muluk dan saya yang apa adanya. Kembali ke rumah adalah saat dimana saya mencoba mengingatkan pada diri sendiri bahwa yang saya kejar selama ini adalah seonggok cita – cita tanpa saya tahu pada siapa saya akan persembahkan. Saya selalu mengejar apapun yang saya inginkan. Kemudian saya akan melemparkan ketika saya sudah mendapatkan dan kembali mengejar yang lain…hhhh, saya merasa lelah sekarang.

Rumah ini selalu mengingatkan saya akan beberapa masa yang terlewati. Masa ketika saya tumbuh sebagai gadis kecil yang tomboy, masa ketika saya mengenal cinta pertama, masa dimana saya merasakan sakit ketika putus cinta, masa ketika saya harus mengambil keputusan besar dalam hidup dan masa ketika saya bimbang untuk memilih. Semua saya lalui disini, bersandar di bahu kedua orang tua saya ketika saya letih.

Di rumah, saya selalu diingatkan bahwa saya adalah seorang anak yang mempunyai kewajiban untuk membuat orang tua saya selalu tersenyum bahagia. Saya dulu pernah berjanji untuk selalu membuat mereka merasa bangga sudah menjadikan saya ada di dunia ini. Saya menikmati setiap detik dimana saya bisa bercengkrama membicarakan apapun,termasuk topik pembicaraan yang saya benci sekaligus membuat saya sedih yaitu pernikahan. Saya benci ketika mereka bertanya kapan saya dan kekasih akan mengakhiri masa pacaran di depan penghulu. Saya juga sedih ketika menatap raut muka mereka yang kecewa ketika saya menjawab “Nanti, ketika saya sudah yakin akan pilihan saya dan saya tidak tahu kapan waktunya”. Rasanya ada sembilu yang menusuk ketika gurat lelah itu mendesah kecewa. Maafkan, saya tidak bermaksud membuat luka. Saya hanya ingin membuat Ibu Bapak bahagia. Itu saja.

Sejauh apapun kaki ini melangkah, setinggi apapun cita ini terbang, sedalam apapun hasrat ini menyelam dan kemanapun hati ini berkelana, Saya salalu rindu untuk pulang ke rumah dan melihat tatapan teduh Ibu Bapak. Saya berjanji akan selalu menemani di sisa hidup mereka.

Di rumah ini saya selalu menapak kembali di bumi…..

-Situbondo, Senin 23 Maret 2009 09:05-

reposting from my notes on Facebook


This entry was posted on 6:48 PM and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: