Bersyukur, perbuatan yang sebenarnya mudah untuk dilakukan. Menurut pengertian saya, syukur berarti terima kasih. Bersyukur berarti mengucapkan terima kasih. Syukur tidak semerta diucapkan hanya untuk Tuhan, walaupun ujung – ujungnya keterlibatan Tuhan tidak dapat ditiadakan. Contoh kecilnya nih, dompet kita jatuh, ditemukan orang dan pada akhirnya diantarkan kepada kita. Nah, kita pasti akan bersyukur karena orang tersebut sudah menemukan dan bersusah payah untuk mengantarkan. Kita melakukan dua syukur disini. Bersyukur pada orang yang telah menemukan dan bersyukur kepada Tuhan karena telah menyelamatkan benda kita lewat orang tadi. Dari analog sederhana tersebut, memang tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan bersyukur selalu bermuara dan berujung kepada Tuhan. Tetapi kali ini saya tidak akan berbicara panjang lebar tentang konsep syukur ataupun konsep ke Tuhan an itu sendiri. Saya agak tergelitik untuk menyikapi tentang cara ataupun tujuan saya bersyukur, sebagai cermin untuk diri sendiri. Mudah – mudahan bisa menjadi inspirasi untuk yang membaca.
                Setiap detak kehidupan yang telah dan akan kita lalui tidak bisa dilepaskan dari aktivitas bersyukur. Sejak bangun di pagi hari seharusnya kita mulai dengan bersyukur. Untuk umat Muslim, syukur bisa dilakukan dengan sholat Shubuh. Untuk umat beragama lain bisa dilakukan dengan berdo’a mengucap syukur karena masih dipercaya 1 hari lagi untuk melakukan kebaikan. Nah, dengan mengucap syukur dalam mengawali hari, kita lebih fokus untuk berkegiatan hari itu. Karena kita yakin bahwa apa yang akan kita lakukan semuanya adalah ibadah, menjadikan kita umat yang lebih bermanfaat bagi diri sendiri maupun untuk sekitar kita. Saya yakin kita semua tidak usah diajari lagi bagaimana cara untuk bersyukur. Seberapa beratpun hari yang telah kita lalui, syukur tetap akan kita ucapkan sebagai bentuk penghargaan kepada Tuhan atas kehidupan dan segala nikmat yang Tuhan sudah titipkan. Permasalahannya adalah, apakah benar syukur kita tersebut tulus adanya?
                Beribadah adalah salah satu wujud syukur kita pada Sang Pencipta. Beribadah disini bisa berwujud macam – macam. Sholat, berpuasa, pergi ke Gereja, sembahyang di Vihara, melaksanakan semua kewajiban dan menjauhi laranganNya dan lain sebagainya. Apakah ketika kita beribadah hanya untuk sekedar melaksanakan kewajiban dan berharap reward dariNya? Apakah ketika kita beribadah kita mempunyai pamrih atas apa yang telah kita lakukan? Apakah ketika kita melakukan apa yang telah diperintahkanNya kita berpikiran jauh ke depan ke sesuatu yang kita sendiri belum tahu tentang keberadaannya?. Baiklah, saya akan membahasnya satu persatu supaya kita semua tidak terjebak dengan pertanyaan – pertanyaan ambigu dan semu.
Pada umumnya, ketika kita beribadah, kita akan mengharapkan sesuatu di kemudian nanti. Ketika kita berdo’a kita akan berpikiran tentang surga dan neraka. Kita akan akan menghayalkan tentang pahala. Kita akan menghitung setiap kebaikan yang telah kita lakukan dan mulai melakukan perhitungan dengan Tuhan tentang semua kebaikan yang telah diberikan. Ujung – ujungnya pahala dan surga neraka lagi. Atau contoh lainnya dalam agama saya, seringkali saya jumpai buku – buku tuntunan sholat sunnah yang mencantumkan keistimewaan ketika kita melakukan sholat sunnah A atau B atau C dan seterusnya. Kesannya kita seperti diberikan iming – iming dahulu agar melakukan sholat sunnah tersebut. Saya bukannya ingin menggugat konsep tersebut. Saya pun sadar bahwa salasan yang sebenarnya adalah ingin memberikan penjelasan kepada orang yang ingin belajar agama. Tetapi cukuplah disebutkan tujuan dari sholat tersebut. Tidak usah dibahas terlalu panjang lebar. Contohnya, Sholat sunnah Istikharah  untuk menentukan pilihan yang terbaik menurut Allah. Sudah itu aja, jangan diberikan lagi keterangan tentang keistimewaan A, B atau C. Jatuhnya nanti malah tidak ikhlas dalam berdo’a. balik lagi ke pahala dan surga neraka. Ibaratnya begini. Kita adalah pegawai kantoran yang mempunyai bos. Kita yang sekarang adalah pegawainya. Dunia ini adalah kantor kita, sedangkan Tuhan adalah Bos kita. Nah, sebagai karyawan, tentu kita akan bekerja semaksimal mungkin agar kita menyelesaikan tugas dengan baik dan maksimal. Tuhan sebagai bos akan menilai apa yang sudah kita kerjakan. Kalau misalkan bagus, ya akan diberikan reward. Sedangkan jika biasa saja, ya tidak mendapat apa – apa. Penilaianpun juga sesuai yang bersangkutan. Kita tidak pernah tahu kriterianya. Jadi yang mempunyai otoritas penuh untuk memberikan bonus (Pahala) adalah bos kita (Tuhan).  Bandingkan jika kita bekerja hanya akan berharap bonus tetapi pada akhirnya yang kita harapkan tidak sesuai kenyataan. Kecewa kan karena kita melakukan sesuatu mengharapkan imbalannya. Beda jika kita mengerjakan apa yang sudah menjadi tugas kita dengan tulus, ikhlas, memaksimalkan proses dan menyerahkan hasilnya pada atasan. Tidak berpikiran jauh tentang bonus dan sebagainya. Kalaupun nantinya kita mendapatkan imbalan, kita anggap itu sebagai bonus. Cara berpikir yang seperti itu akan lebih membuat nyaman kita dalam beribadah. Tidak terbebani oleh sesuatu yang kita susah menjangkaunya.
Begitu juga tentang Surga Neraka. Saya tidak tahu ya harus percaya atau tidak tentang Surga dan Neraka. Saya tidak mau mengingkari bahwa di dalam Al-Qur’an banyak digambarkan tentang kondisi Surga dan Neraka. Masalahnya saya belum pernah pergi ke 2 tempat tersebut. Jadi bagaimana saya bisa tahu ada dan tidaknya 2 tempat tersebut. Ini bukan masalah percaya atau tidak percaya dengan kitab suci. Ini hanyalah masalah logika saya. Jadi menurut hemat saya, tidak usah muluklah ketika kita beribadah untuk mengharapkan surga dan neraka. Terlalu jauh itu. Surga dan Neraka (kalaupun ada) juga merupakan bonus untuk segala bentuk syukur yang telah kita lakukan. Tidak usah diharapkan terlalu banyak. Bentuknya saja belum nyata. Kecuali kalau ada yang sudah berkunjung kesana, tolong ceritakan ke saya. Supaya saya bisa mengangankan seperti apa tempat itu. Nah, kalau misalkan Surga, Neraka atau pahala itu tidak ada, apa iya kita masih mau sujud berdoa dan bersyukur padaNya?. Saya kadang suka sedih jika melihat ada anak yang diajarkan tentang konsep surga dan neraka sejak kecil. Seperti di doktrin saja. Seperti diberikan sebuah gambaran yang menakutkan atau menggembirakan yang terlalu jauh untuk dijangkau. Kalaupun ingin memberikan contoh, ambil keteladanan yang terdekat saja. Misalkan “kalau adek sholat, artinya adek sedang bersyukur, berterimakasih kepada Allah untuk semua kenikmatan yang Allah sudah berikan, misalkan makanan, udara, mama papa dsb”. Bandingkan jika kita berucap “kalau adek sholat, adek nanti akan masuk surga. Kalau tidak sholat nanti adek akan masuk neraka”. Kesannya kita sudah memberikan konsep yang menakutkan tentang ibadah Sholat. Padahal ketika kita Sholat, kita akan merasakan kenikmatan yang tiada tara, untuk bersyukur dan berkomunikasi dengan Allah. Bahwa Sholat itu indah. Bahwa beribadah itu adalah hal  yang menyenangkan.
Ini juga merupakan cermin untuk saya. Belajar untuk bersyukur secara tulus. Tuhan juga tau mana yang baik untuk umatNya. Toh Dia juga tidak pernah tidur. Tanpa kita minta dan harap pun Dia akan memberi apa yang akan menjadi hak kita. Ga usahlah berharap terlalu jauh tentang pahala, surga dan neraka. Akan lebih mudah buat kita bersyukur atas segala nikmat yang Tuhan sudah berikan di tiap detik kehidupan kita tanpa adanya keinginan untuk mendapatkan bonus dibelakangnya. Bersyukur hari ini kita masih diberikan kehidupan. Bersyukur kita masih bisa menatap anak dan suami/istri (bagi yang sudah berkeluarga), bersyukur masih diberikan kesempatan menata diri sebelum bertemu jodoh kita (bagi yang masih lajang seperti saya), bersyukur atas kesehatan orang tua kita, bersyukur atas pekerjaan yang Tuhan masih amanahkan walaupun tiap hari ada saja konflik yang terjadi, bersyukur atas bumi yang kita pijak dengan cara merawatnya (tidak membuang sampah sembarangan, menjaga hutan, mengurangi konsumsi plastik dan masih banyak cara bersahaja lainnya untuk tetap membuat bumi kita senantiasa bernafas), bersyukur atas teman – teman yang selalu ada disekeliling kita, bersyukur karena keadaan kita lebih baik dibandingkan beberapa orang yang berkekurangan (dimana kita diingatkan untuk membantu mereka), bersyukur atas segala keindahan yang Tuhan telah ciptakan.Bersyukur tidak hanya dalam konteks kebahagiaan saja. Bersyukur juga tetap kita panjatkan untuk segala cobaan  dan ujian yang diberikan kepada kita. Itu artinya Tuhan masih percaya bahwa kita mampu melewati dan menyelesaikannya. Anggap saja sebagai kenikmatan dalam bentuk yang lain. Kalau hidup datar saja kan kurang ada warnanya.  Jika kita dengan bijak memandang segala sesuatunya dan bisa bersyukur dengan ikhlas, sebenarnya tidak ada alasan buat kita untuk mengeluh. Tuhan telah menciptkan kita semua dengan tujuan baik. Kita lah yang sering membuat kerusakan yang membuat kita juga lupa untuk beryukur atas apa yang telah diamanahkanNya.
Marilah kita mulai hidup kita hari ini dengan bersyukur secara tulus dan ikhlas.
-Jakarta, 28 April 2010 dini hari-


This entry was posted on 12:10 AM and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: